A.
SERVIKSITIS
1. Pengertian
Serviksitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena
epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris
maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina (Sarwono,
2008). Pada seorang multipara dalam keadaan normal canalis cervikalis bebas
kuman, pada seorang multipara dengan ostium uteri eksternum sudah lebih
terbuka, batas atas dari daerah bebas kuman ostium uteri internum.
Walaupun begitu canalis cervicalis terlindung dari infeksi oleh adanya
lendir yang kental yang merupakan barier terhadap kuman-kuman yang ada di dalam
vagina. Terjadinya cervisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks, terutama
yang menimbulkan ectropion (Sarwono,
2008).
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis.
karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan
sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi disbanding selaput lendir vagina
(Ginekologi. FK UNPAD, 1998) Juga merupakan :
a.
Infeksi non spesifik dari serviks
b.
Erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan
kasar), erosi folikuler (kistik)
c.
Biasanya terjadi pada serviks bagian posterior
Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan.
Terdapat perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala infeksi ini adalah leukorea
yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat hubungan seks).
Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari
persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim luka lokal
disembuhkan dengan cairan albutil tingtura, cairan nitrasargenti tingtura,
dibakar dengan pisau listrik, termokauter, mendinginkannya (cryosurgery). Penyembuhan servisitis
menahun sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu
masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas.
2. Etiologi
Servisitis
disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis, kandida dan
mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti Streptococcus,
Enterococus, E.Coli, dan Stapilococus. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi
pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam jaringan serviks yang
mengalami trauma.
Dapat juga
disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine
seperti dilatasi, dan lain-lain. Serviksitis dapat disebabkan oleh salah satu
dari sejumlah infeksi, yang paling umum adalah :
a. Klamidia dan
gonore, klamidia dengan akuntansi untuk sekitar 40% kasus. Gonorroe, sediaan
hapus dari fluor cerviks terutama purulen.
c. Peran Mycoplasma genitalium dan vaginosis bakteri dalam menyebabkan servisitis masih dalam
penyelidikan.
d. Sekunder
terhadap kolpitis.
e. Tindakan
intra dilatasi dll.
f. Alat-alat
atau obat kontrasepsi.
g. Robekan
serviks terutama yang menyebabkan ectroption/ extropin
3. Patofisiologi
Penyakit ini
dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan dengan luka-luka
kecil atau besra pada cerviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya
kuman-kuman kedalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan
infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
a. Cerviks
kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi
endokopik dalam stroma endocerviks. Serviksitis ini tidak menimbulkan gejala,
kecuali pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.
b. Disini pada
portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang
tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya, sekret dikeluarkan
terdiri atas mukus bercampur nanah.
c. Sobekan pada
cerviks uteri disini lebih luas dan mucosa endocerviks lebih kelihatan dari
luar (eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian itu mudah kena infeksi dari
vagina, karena radang menahun, cerviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras :
sekret bertambah banyak.
4. Klasifikasi.
a.
Serviksitis Akut.
Serviksitis akut dalam pengertian yang lazim ialah infeksi yang diawali di
endocerviks dan ditemukan pada gonorrhoe, dan pada infeksi post-abortum atau
post-partum yang disebabkan oleh Streptoccocus, Stafilococcus, dan lain-lain.
Dalam hal ini, serviks memerah dan bengkak dengan mengeluarkan cairan
mukopurulent. Akan tetapi, gejala-gejala pada serviks biasanya tidak seberapa
tampak di tengah gejala-gejala lain dari infeksi yang bersangkutan.
Pengobatan dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya
dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi Serviksitis kronis. Serviksitis akut
sering terjadi dan dicirikan dengan eritema, pembengkakan, sebukan neutrofil,
dan ulserasi epitel fokal. Endocerviks lebih sering terserang dibandingkan
ektocerviks. Serviksitis akut biasanya merupakan infeksi yang ditularkan secara
seksual, umumnya oleh Gonoccocus, Chlamydia trachomatis, Candida albicans,
Trichomonas vaginalis, dan Herpes simpleks. Agen yang ditularkan secara
non-seksual, seperti E. Coli dan Stafilococcus dapat pula diisolasi dari
cerviks yang meradang akut, tetapi perannya tidak jelas. Serviksitis akut juga
terjadi setelah melahirkan dan pembedahan.
Secara klinis, terdapat secret vagina purulen dan rasa nyeri. Beratnya
gejala tidak terkait erat dengan derajat peradangan.
b.
Serviksitis Kronis.
Penyakit ini dijumpai pada wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil
atau besar pada serviks karena partus abortus memudahkan masuknya kuman-kuman
ke dalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun.
Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
1)
Serviks kelihatan normal; hanya pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Serviksitis
ini tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putih-kuning.
2)
Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri
eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari
epitel portio disekitarnya, secret yang ditularkan terdiri atas mucus bercampur
nanah.
3)
Sobekan pada serviks uteri disini lebih luas dan
mukosa endosekviks lebih kelihatan dari luar. Mukosa dalam keadaan demikian
mudah kena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa menjadi
hipertrofis dan mengeras ; secret mukopurulen bertambah pendek.
Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal portio uteri
dengan tanda-tanda metaplasia mendesak epitel torak, tumbuh kedalam stroma
dibawah epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar, sehingga terjadi kista
kecil berisi cairan yang kadang-kadang keruh. Limfosit, sel plasma, dan
histiosit terdapat dalam jumlah sedang didalam serviks semua wanita. Oleh
karena itu, cervisitis kronis sulit ditentukan secara patologis keberadaan
kelainan serviks yang dapat dideteksi seperti granularitas dan penebalan
seiring dengan meningkatnya jumlah sel radang kronis didalam specimen biopsi
dianggap penting untuk memastikan diagnosis cervisitis kronis.
Serviksitis kronis paling sering terlihat pada ostium eksternal dan canalis
endoserviks. Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis fibrosa saluran
kelenjar, yang menyebabkan kista retensi (nabothian). Bila terdapat folikel
limfoid pada pemeriksaan mikroskopik, istilah cervisitis folikular terkadang
digunakan. Secara klinis, cervisitis kronis sering kali merupakan temuan
kebetulan. Namun, cervisitis tersebut dapat menimbulkan secret vaginal, dan
beberapa kasus fibrosis yang terdapat pada canalis endoserviks dapat
menyebabkan stenosis, yang menimbulkan inferilitas.
5. Gejala
Klinis
Keputihan
hebat, biasanya kental dan biasanya berbau, sering menimbulkan erosi pada
portio yang tampak seperti daerah merah menyala. Pada pemeriksaan
inspekulo kadang-kadang dapat dilihat keputihan yang kental keluar dari kanalis
servikalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion (mukosa kanalis servikalis
tampak dari luar), maka harus diingat kemungkinan gonorroe. Gejala-gejala non
spesifik seperti nyeri punggung, dan gangguan kemih, perdarahan saat melakukan
hubungan seks.
6. Faktor
Resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi
insiden kanker serviks yaitu:
a.
Usia.
b.
Jumlah perkawinan
c.
Hygiene dan sirkumsisi
d.
Status sosial ekonomi
e.
Pola seksual
f.
Terpajan virus terutama virus HIV
g.
Merokok
7. Tanda dan
Gejala
a.
Perdarahan
b.
Keputihan yang berbau dan tidak gatal
c.
Cepat lelah
d.
Kehilangan berat badan
e.
Anemia
8. Manifestasi
Klinis
Dari
anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau puralen yang
berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus, perdarahan spontan, dan bau
busuk yang khas. Dapat juga ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat
badan, dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar,
ireguler, terraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada
porsio atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan
histologi dan jaringan yang diperoleh dari biopsi.
9. Prognosis
Karsinoma
serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons terhadap
pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan
radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2
tahun.
10. Pemeriksaan
Penunjang
a.
Sitologi, dengan cara tes pap :
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi
infeksi HPV dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada
displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan / sedang.
Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan
yang tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.
b.
Kolposkopi
c.
Servikografi
d.
Pemeriksaan visual langsung
e.
Gineskopi
f.
Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil
lebih sensitif)
11. Pencegahan
Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning
dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini sudah mulai
menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear. Vaksin HPV
akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak
tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam. Dari penelitian yang
dilakukan, terbukti bahwa respon imun bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja
putri berusia 10 hingga 14 tahun dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun.
12. Pengobatan
Luka yang terinfeksi
seperti halnya luka bedah yang terinfeksi lainnya, harus diatasi dengan
pemasangan brainase. Salah satu terapi kombinasi antibiotik berspektrum luas.
Harus diberikan kepada keadaan ini. Rasa nyeri diringankan dengan penggunaan
preparat analgesik yng efektif dan bila terjadi retensi urin, pemasangan
indwelling catheter harus dilakukan.
B.
Endometritis
1. Pengertian
Endometritis
Endometritis adalah keradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan
oleh partus. Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari
endometrium. Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan
radang, waktu yang diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat
perubahan permanen yang merusak fungsi dari glandula endometrium dan/atau
merubah lingkungan uterus dan/atau oviduk. Organisme nonspesifik primer yang
dikaitkan dengan patologi endometrial adalah Corynebacterium pyogenes dan gram
negatif anaerob.
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).
Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi
tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim.
2. Etiologi
Endometritis
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada
infeksi dengan kuman yang tidak seberapa pathogen, radang terbatas pada
endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis
dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keeping-keping nekrotis serta
cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah yang sehat terdapat
lapisan yang terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi yang lebih berat,
batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Terjadinya
infeksi endometrium pada saat :
a.
Persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih
terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan.
b.
Pada saat terjadi keguguran.
c.
Saat pemasangan alat rahim (IUD) yang kurang
legeartis.
Diduga uterus dan isinya steril selama kehamilan normal dan lebih dulu
melahirkan. Kemudian waktu kelahiran atau setelah itu lumen uterus
terkontaminasi mikroorganisme dari lingkungan, mikroorganisme, kulit dan feses
melalui relaksasi peritoneum, vulva dan dilatasi cervik.
Ada berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme
antara A. pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus,
menyebabkan lebih beratnya kasus endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan uterus
seperti involusi uterus atau fungsi neutrofil akan menunda fungsi eliminasi
kontaminasi bakteri. Distosia, kelahiran kembar atau kematian janin dan
inseminasi buatan meningkatkan kesempatan untuk kontaminasi pada traktus
genital. Retensi membrane fetus adalah faktor predisposisi endometritis dan
berhubungan dengan peningkatan endometritis berat.
3. Gambaran
Klinik Endometritis
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita,
dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lochia tertahan oleh darah,
sisa-sisa palsenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan
dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan diatasi. Uterus
pada endometriosis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada
endometritis yang tidak meluas, penderita pada hari-hari pertama merasa kurang
sehat dan perut nyeri. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan
tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu
minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh
menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Endometritis
dapat terjadi penyebaran:
a.
Miometritis (infeksi otot rahim)
b.
Parametritis (infeksi sekitar rahim)
c.
Salpingitis (infeksi saluran telur)
d.
Ooforitis (infeksi indung telur)
e.
Dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar)
f.
Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada
tuba atau indung telur.
4. Jenis-jenis
Endometritis
a. Endometritis
Akut
Terutama terjadi pada postpartum atau postabortum. Pada endometritis
postpartum, regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis postpartum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis
postabortum terutama terjadi pada abortus provocatus. Endometritis juga dapat
terjadi pada masa senil.
Pada endometritis akuta endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema, dan infiltrasi leukosit
berinti polimoni yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab
yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akuta, dan radang menjalar ke atas
dan menyebabkan endometritis akuta. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus,
dan oleb sebab itu tidak dibicarakan lebib lanjut di sini. Infeksi post abortum
dan post partum sering terdapat oleh karena luka-luka pada serviks uteri, luka
pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang merupakan porte d’entree bagi
kuman-kuman patogen. Selain in, alat-alat yang digunakan pada abortus dan
partus dan tidak sucihama dapat membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
Pada abortus septic dan sepsis puerperalis infeksi lebih cepat meluas ke
miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar ke
parametrium, tuba dan ovarium serta ke peritoneum di sekitarnya. Gejala-gejala
endometritis akuta dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam
keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea
yang bernanah, dan uterus serta daerah di sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di
luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukkan radium ke dalam uterus,
memasukkan IUD (intra-uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung
dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akuta
tetap terbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya. Endometritis
akuta yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa pathogen umumnya
dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis
akuta yang paling penting ialah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Gejala-gejala:
1)
Demam
2)
Lochia berbau, pada endometritis postabortum
kadang-kadang keluar fluor yang purulent.
3)
Lochia lama berdarah, malahan terjadi metrorrhagi.
4)
Jika radang tidak menjalar ke parametrium atau
perimetrium tidak ada nyeri.
5)
Nyeri pada palpasi abdomen (uterus) dan sekitarnya.
b. Endometritis
Kronik
Kasusnya jarang ditemui oleh karena infeksi yang tidak dalam masuknya pada
miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak
besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam
endometrium.
Gejala-gejala
klinis endometritis kronika ialah, leukorea dan menoragia. Pengobatannya
tergantung dari penyebabnya. Endometritis kronika ditemukan:
1)
Pada tuberkulosis;
2)
Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus;
3)
Jika terdapat korpus alienum di kavum uteri;
4)
Pada polip uterus dengan infeksi;
5)
Pada tumor ganas uterus;
6)
Pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvik.
7)
Fluor albus yang keluar dari ostium
8)
Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat infeksi yang terus-menerus
karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Dahulu diagnosis endometritis kronika lebih sering dibuat daripada sekarang. Sejak
penelitian fundamental dari Hitshcmann dan Adler tentang histology endometrium
selama siklus haid, diketahui bahwa banyak perubahan yang ditemukan dalam
endometrium dan yang dahulu dianggap patologik adalah gambaran normal dari
endometrium dalam berbagai fase siklus haid.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus
tuberculosis genital. Pada pemeriksaan mikrskopik ditemukan tuberkel di
tengah-tengah endometrium yang beradang menahun.
Endometritis tuberkulosa umumnya timbul sekunder pada penderita dengan
salpingitis tuberkulosa. Pada penderita dengan tuberculosis pelvic yang
asimptomatik, endometritis tuberkulosa ditemukan bila pada seorang wanita
dengan infertilitas dilakukan biopsi endometrial dan ditemukan tuberkel dalam
sediaan. Terapi yang kausal terhadap tuberculosis biasanya dapat menyebabkan
timbulnya haid lagi.
Pada abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat
desidua dan villi korialis di tengah-tengah radang menahun endometrium. Pada
partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan
dan organisasi dari jaringan plasenta tersebut disertai gumpalan darah, dan
terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
5. Diagnosa
Endometritis
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran
mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus.
Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsi
endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi
traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa
endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas
pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina
tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat
berasal dari uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap
normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat
involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama yang
digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari
vagina.
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus
endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami
pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari
program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan
adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih
lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus
diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus,
ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan
konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta
atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa
endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus,
mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat pada
pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah
pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis)
juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat
palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan
menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau subklinis,
diagnosa diperkuat dengan biopsi uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsi
akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan
biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya
organisme di dalam uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama
neutrofil granulocyte dan dikelilingi
jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina
dan mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah,
cepat, menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina
dan deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva
menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui
vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik
eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan
biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual
telah sah dan tidak menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase
respon protein akut atau menunda involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa
vaginitis dan Serviksitis mungkin memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy
dapat dilakukan dengan menggunakan autoclavable plastik, metal atau disposable
foil- lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi dari isi
vagina. Tetapi mungkin ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena
dirasa tidak mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru
untuk pemeriksaan mukus vagina terdiri dari batang stainless steel dengan
hemisphere karet yang digunakan untuk mengeluarkan isi vagina.
6. Penanganan
Endometritis
a. Endometritis
Akut
Terapi:
1)
Pemberian uterotonika
2)
Istirahat, posisi/letak Fowler
3)
Pemberian antibiotika
4)
Endometritis senilis, perlu dikuret untuk
mengesampingkan diagnosa corpus carcinoma. Dapat diberi estrogen.
b. Endometritis
Kronik
Terapi:
Perlu dilakukan kuretase untuk diferensial diagnosa dengan carcinoma corpus
uteri, polip atau myoma submucosa. Kadang-kadang dengan kuretase ditemukan
emndometritis tuberkulosa. Kuretase juga bersifat terapeutik.
C.
MIOMETRITIS
1. Pengertian Miometritis
Miometritis / Metritis adalah radang miometrium.
Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi
merupakan lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan terapinya seperti
endometritis.
2. Klasifikasi
a.
Metritis akuta
Metritis Akuta biasanya terdapat pada abortus septic
atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi
merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan pada wanita dengan
endometrium yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan metritis akut. Pada
penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan
infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat
trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b.
Metritis Kronik
Metritis
kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia
dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi
pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan
jaringan ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi :
1)
Abses pelvik
2)
Peritonitis
3)
Syok septic
4)
Dispareunia
5)
Trombosis vena yang dalam
6)
Emboli pulmonal
7)
Infeksi pelvik yang menahun
8)
Penyumbatan tuba dan infertilitas
3. Faktor
Predisposisi
a.
Infeksi abortus dan partus
b.
Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
c.
Infeksi post curettage
4. Gejala –
gejala
a.
Demam
b.
Keluar lochea berbau / purulent, keputihan yang berbau
c.
Sakit pinggang
d.
Nyeri abdomen
e.
Nyeri saat berhubungan seksual
f.
Nyeri di daerah pelvic
g.
Nyeri di punggung kaki (betis)
h.
Gangguan kesuburan
i.
Gangguan buang air besar (sembelit atau kembung)
5. Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya
seperti:
a.
Parametritis (infeksi sekitar rahim)
b.
Salpingitis (infeksi saluran otot)
c.
Ooforitis (infeksi indung telur)
d.
Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada
tuba atau indung telur.
6. Penatalaksanaan
Terapi miometritis :
a.
Antibiotika spektrum luas
1)
Ampisilin 2 g iv / 6 jam
2)
Gentamisin 5 mg kgbb
3)
Metronidasol 500 mg iv / 8 jam
b.
Profilaksi antitetanus
7. Manajemen
a.
Antibiotik kombinasi
b.
Transfusi jika diperlukan
D. PARAMETRITIS
1. Definisi
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di
dalam lig.latum. Radang ini biasanya unilatelar. Parametritis adalah infeksi
jaringan pelvis yang dapat terjadi beberapa jalan:
Secara rinci penyebaran infeksi sampai ke parametrium
melalui 3 cara yaitu:
a.
Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang
terinfeksi atau dari endometritis
b.
Penyebaran langsung dari luka serviks yang meluas
sampai ke dasar ligamentum
c.
Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.
Proses ini dapat tinggal terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar
ekstraperitoneal ke semua jurusan. Jika menjalar ke atas , dapat diraba pada
dinding perut sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis, atau pada fossa
iliaka.
Radang paling banyak berlokasi di parametrium bagian lateral akan tetapi
bisa juga ke depan dan ke belakang, radang bisa juga menjahi abses. Apabila
terjadi abses, dan proses berkembang terus, maka abses akan mencari jalan
keluar yaitu di atas ligamentum pouparty, ke daerah ginjal, melalui foramina
obturatorium ke paha bagian dalam, dan sebagianya. Parametritis dapat juga
menahun dan di tempat radang terjadi fibrosis.
Kalau terjadi infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang
mula-mula lunak tetapi kemudian menjadi keras sekali. Infiltrasi ini dapat terjadi
hanya pada dasar lig. Latum tetapi dapat juga bersifat luas misalnya dapat
menempati seluruh parametrium sampai ke dinding panggul dan dinding perut depan
di atas lig. Inguinale.
Kalau filtrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan pembengkakan di belakang
cervix. Eksudat ini lambat laun direasorpsi atau menjadi abses. Abses dapat
memecah di daerah lipat paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum
douglas. Parametritis biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat
luka cervix, lebih sering terdapat pada primipara daripada multipara.
2. Etiologi
Parametritis dapat terjadi:
a.
Dari endometritis dengan 3 cara :
1)
Per continuitatum : endometritis → metritis →
parametitis.
2)
Lymphogen.
3)
Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b.
Dari robekan serviks
c.
Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD)
3. Patofisiologi
Endometritis → Infeksi meluas → Lewat jalan limfe atau tromboflebitis → Infeksi menyebar ke miometrium → Miometritis → Infeksi meluas lewat jalan limfe/tromboflebitis →
Parametritis
Terjadi
reaksi :
a.
Kalor
b.
Dolor
c.
Nyeri hebat
d.
Nafsu makan berkurang
e.
Asam lambung meningkat
f.
Reaksi mual
g.
Vasodilatasi
h.
Syok septic/ infertilitas/ infeksi meluas
4. Tanda dan
gejala
a.
Suhu tinggi dengan demam tinggi
Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila
suhu tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan
ada nyeri sebelah atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar pada
kaki.
Pada perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala parametritis
menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan
nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang
panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang
meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi
secara menetap menjadi naik turun disertai dengan menggigil.
b.
Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
c.
Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum,
seperti muntah
5. Diagnosis
Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan
dengan nyata adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum.
Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrée tampaknya sakit, suhu meningkat dengan kadang-kadang
disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak.
6. Prognosis
Yang paling dapat dipercayai untuk membuat prognosa ialah nadi ; jika nadi
tetap di bawah 100 maka prognosa baik, sebaliknya kalau nadi di atas 130,
apalagi kalau tidak ikut turun dengan turunnya suhu prognosanya kurang baik.
Demam yang continou adalah lebih buruk prognosanya dari demam yang
remittens. Demam menggigil berulang-ulang, insomnia dan icterus, merupakan
tanda-tanda yang kurang baik.Kadar Hb yang rendah dan jumlah leucocyt yang
rendah atau sangat tinggi memburukkan prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan menentukan prognosa.
Menurut derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan
mortalitas tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada
Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan
pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.
7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Selama
kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting,
karenanya diet yang baik harusdiperhatikan. Coitus pada hamil tua sebaiknya
dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama
persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman
dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,
menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya
perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan
mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus
suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya
perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan
menurut keperluan.
Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada
hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki
kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan
dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
b. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan
perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Terapi pada parametritis yaitu dengan
memberika antibiotika berspektrum luas. Dalam hal ini dapat diberikan
penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti
ampicillin dan lain-lain.
Di samping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk
mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat
penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan
dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah
dilakukan.
Jika keadaan sudah tenang dapat diberi terapi diatermi dalam beberapa seri
dan penderita dinasehatkan agar jangan melakukan pekerjaan yang berat- berat.
Dengan terapi ini biar pun sisa- sisa peradangan masih ada, keluahan- keluhan
penderita sering kali hilang atau sangat berkurang. Pada sellulitis pelvika dan
pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau
tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak
masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai
dilukai. Jika ditemukan abses, di tempat itu perlu diadakan pembukaan tumor dan
drainase karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari jalan ke jaringan tubuh
yang lain. Kalau ada fluktasi perlu dilakukan insici. Tempat insici ialah di
atas lipat paha atau pada cavum douglas.
c. Penanganan
Beri antibiotik seperti benzilpenisilin ditambah gentamisin dan
metronidazol. Jika perlu, berikan obat pereda nyeri seperti pethidine 50-100 mg
1M setiap 6 jam. Jika ibu tidak membaik dalam 2 atau 3 hari, ibu harus segera
di bawa ke rumah sakit daerah.
E. ADNEXITIS
1. Pengertian
Adnexitis
adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa adalah jaringan yang
berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan ovarium.Istilah lain dari
adnexitis antara lain: Pelvic
Inflammatory Disease, salpingitis, parametritis, salpingo-oophoritis.
2. Gejala:
a.
Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak
berhubungan dengan haid(bukan pre menstrual syndrome)
b.
Menorrhagia
c.
Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina
d.
Nyeri saat berhubungan intim
e.
Demam
f.
Nyeri punggung
g.
Keluhan saat buang air kecil
3. Penyebab
Radang atau infeksi ini biasanya akibat infeksi yang menjalar ke atas dari
uterus, tetapi juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah,
atau menjalar dari jaringan-jaringan di sekitarnya. Diantara sebab yang paling
banyak adalah infeksi gonorrhea (kencing nanah) dan Chlamidia, serta infeksi
setelah aborsi dan masa nifas. Selain itu juga sebagai akibat dari beberapa
tindakan, seperti kerokan, laparotomi, pemasangan IUD dan perluasan radang dari
alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk
melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii. 90-95% kasus PID
disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya penyakit menular
seksual (misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus, streptokokus).
Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause
maupun selama kehamilan.
Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga
bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya
pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium). Penyebab
lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
a.
Aktinomikosis (infeksi bakteri)
b.
Skistosomiasis (infeksi parasit)
c.
Tuberkulosis.
d.
Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
4. Faktor resiko terjadinya PID:
a.
Aktivitas seksual pada masa remaja
b.
Berganti-ganti pasangan seksual
c.
Pernah menderita PID
d.
Pernah menderita penyakit menular seksual
e.
Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
5. Terapi
Penyakit ini dapat diterapi dengan pemberian antibiotika. Tergantung dari
derajat penyakitnya, biasanya diberikan suntikan antibiotik kemudian diikuti
dengan pemberian obat oral selama 10-14 hari. Beberapa kasus memerlukan operasi
untuk menghilangkan organ sumber infeksi, ini dilakukan jika terapi secara
konvensional (pemberian antibiotik) tidak berhasil. Jika terinfeksi penyakit
ini melalui hubungan seksual, maka pasangannya juga harus mendapat terapi
pengobatan, sehingga tidak terinfeksi terus menerus. Pembedahan perlu dilakuan
jika :
a.
Jika terjadi ruptur atau abses ovarium
b.
Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan
c.
Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara
apendiksitis akuta dan adneksitis akuta
F. PERITONITIS
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan dinding kavum abdomen atau peritoneum.
2. Etiologi
Secara umum peritonitis biasanya disebabkan oleh :
a.
Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas. Sebenarnya peritoneum sangat kebal
terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak akan
terjadi peritonitis dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan jika
diobati.
b.
Luka tusuk karena bakteri dari pisau atau benda tajam
yang masuk ke rongga abdomen.
c.
Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa
terkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi.
d.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran
yang ditempatkan di dalam perut.
e.
Iritasi tanpa infeksi
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau
bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis
tanpa infeksi.
f.
Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin
disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan
infeksi chlamidia).
3. Patofisiologi
Peradangan menimbulkan akumulasi
cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Respon umum terhadap
kehilangan cairan intravaskular ini digariskan dalam gambar l. Jika defisit
cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan
kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti interleukin, dapat memulai
kaskade respons hiperinflamatoris, sehingga membawa perkembangan selanjutnya
dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba mengkompensasi dengan cara
retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera gagal begitu
terjadi hipovolemia. Terjebaknya cairan di dalam cavum peritonealis dan lumen,
lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernafasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi splanik.
Gejala sisa metabolik mencakup
katabolisme otot untuk menyediakan asam amino skeleton untuk sintesis energi
dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati dengan cepat berkurang secara
dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi resistensi insulin relatif.
Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar (eksogen), lingkungan
hormonal dapat mencegah penggunaan penuhnya untuk mendukung hospes.
4. Klasifikasi
a.
Peritonitis Primer
Peritonitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke
peritoneum. Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:
1)
Peritonitis Streptococcus
Penyebabnya adalah Streptococcus ß haemolitikus,
penderita terbanyak berusia ± 4 tahun akibat infeksi saluran pernafasan,
seperti tonsilitis atau faringitis.
2)
Peritonitis Pneumococcus
Penyebabnya adalah pneumococcus, penderita terbanyak
adalah anak perempuan berusia 3-10 tahun, akibat vaginitis dan salphingitis.
Selain itu dapat disebabkan oleh pneumonia dan infeksi telinga tengah.
3)
Peritonitis Gonococcus
Sering terjadi pada wanita dewasa karena salphingitis.
4)
Peritonitis tuberculosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosa dan dapat
terjadi pada semua golongan umur.
b.
Peritonitis Sekunder
Peritonitis yang disebabkan oleh masuknya bakteri atau
enzim ke peritoneum, biasanya :
1)
Infeksi peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi
gastrointestinal atau nekrosis pankreas.
2)
Sering disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob.
Organisme yang paling sering adalah E. coli dan Bacteroides fragilis.
3)
Pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum pada
:
a)
Kateter Ventrikulo - Peritoneal yang dipasang pada pengobatan
hidrosefalus
b)
Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites
c.
Continous
Ambulatory Peritoneal Dialisis.
5. Tanda Dan Gejala Klinik
Gambaran klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan
luasnya agen penyebab, kondisi umum penderita dan respon tubuh penderita
terhadap inflamasi dan infeksi.
a.
Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan gejala
khas, nyeri ini terjadi tiba-tiba, hebat, dapat terlokalisir ataupun difus
b.
Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral.
Muntah kemudian menetap sebagai tanda peritonitis dan ileus.
c.
Peningkatan denyut nadi, temperatur, dan frekuensi
pernafasan.
d.
Iritasi diafragma sehingga pernafasan menjadi cepat
dan dangkal.
e.
Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas
mungkin ditandai dengan tidak adanya nyeri tekan.
f.
Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang
paling penting dari peritonitis.
g.
Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan.
Tes Laboratorium
a.
Leukositosis, hematokrit yang meningkat
(hemokonsentrasi) dan metabolik asdosis, pada peritonistis yang tidak di terapi,
dapat terjadi kegagalan-kegagalan ; pernapasan, hepatik dan renal
b.
Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi
abdomen yang difus dari ileus paralitik. Lingkaran batas cairan dan gas
tersebar pada Gambaran usus halus dan usus besar, berdilatasi, udara bebas
dapat terlihat pada kasus – kasus perforasi.
6. Diagnosa
Diagnosa
peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi. Secara
umum ditegakkan berdasarkan :
7. Terapi
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian
antibiotika bila diagnosa telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis
sekunder, terapi bergantung pada penyakit dasarnya memerlukan tindakan bedah.
Langkah - langkah penatalaksanaan peritonitis :
a.
Mengistirahatkan traktus gastrointestinal dengan puasa
dan pemasangan selang nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi
terhadap distensi usus akibat ileus paralitik.
b.
Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah
penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan
pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Defisit kalium
bertanggung jawab terhadap inhibisi ileus setelah peritonitis sembuh.
Pengeluaran urin dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.
c.
Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik
dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil pembiakan laboratorik keluar.
Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi
penyebab. Antibiotika ini merupakan tambahan bagi drainase bedah, walaupun
drainase sendiri tidak mutlak harus dilakukan. Harus tersedia dosis yang cukup
pada saat pembedahan karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
d.
Oksigen dan dukungan ventilasi. Sepsis yang sedang
berlangsung membawa ke hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting
dinding dada. Penghantaran oksigen yang cukup adalah penting.
e.
Obat - obat yang menstimulasi aktivitas usus tidak
boleh diberikan.
f.
Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis
harus diobati
8. Pembedahan
a.
Koreksi penyakit dasar.
Hal ini menjadi peraturan penatalaksanaan peritonitis
yang fundamental. Penyingkiran atau penutupan sumber kontaminasi peritoneal
harus dilakukan segera. Segala usaha harus dilakukan untuk membuang semaksimal
mungkin benda asing dan material - material infeksius.
b.
Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan
larutan salin. Pembilasan dengan antibiotika dan antiseptika masih
diperdebatkan sampai sekarang.
c.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak
dianjurkan karena pipa itu dengan segera (dalam waktu hanya beberapa jam)
menjadi terisolasi atau terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula,
mempengaruhi pertahanan peritoneum dan dapat mengganggu organ dalam. Indikasi
drainase adalah :
1)
Pengumpulan pus yang terlokalisir.
2)
Suatu daerah dari jaringan mati yang tidak dapat
dibuang.
3)
Penutupan organ berongga yang tidak aman.
4)
Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairan
pankreas, urin, cairan usus, darah yang tidak dapat dihentikan dengan operasi.
5)
Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan
darah.
9. Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada
penderita yang keadaannya gawat. Antibiotika harus diberikan dan bila perlu
diganti. Ahli bedah harus waspada terhadap pembentukan abses. Posisi setengah
duduk (semi - Fowler) dapat mengumpulkan pus yang terbentuk pada rongga pelvik,
tetapi kegunaan posisi ini tidak sebesar yang dibayangkan.
10. Komplikasi
a.
Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.
b.
Sepsis pada penderita peritonitis bakterial.
c.
Kegagalan organ-organ tubuh (pulmoner, kardial,
hepatik, renal), mendahului kematian beberapa hari sebelumnya.
d.
Abses abdominal dan perlengketan yang dapat
menyebabkan obstruksi abdominal di kemudian hari.
11. Prognosa
Prognosa peritonitis tergantung kepada usia penderita,
penyakit yang berhubungan, penyebab peritonitis, serta daya guna dan kesigapan
tindakan bedah itu sendiri.
G. KELAINAN PADA OVARIUM
Kelainan pada ovarium merupakan
manifestasi penyimpangan pertumbuhan dan pembentukan organ tubuh. Penyebab
kelianan pada ovarium tidak diketahui dengan pasti, tetapi dapat diduga karena
penyimpangan kromosom, pengaruh hormonal, lingkungan endometrium yang kurang
subur, kelainan metabolisme, pengaruh obat teratogenik, dan infeksi khususnya
infeksi virus.
1. Jenis-jenis
a.
Menorrhagi dan Dismenorrhoe
Sekunder biasanya terjadi oophoritis. Salpingoophoritis lebih sering
disebut adnexitis. Karena adnexitis, terjadi perlekatan dengan usus yang dapat
diraba sebagai tumor. Jadi tumor ini merupakantumor radang dan disebut “adnex
tumor”. Tumor dari ovarium sendiri disebut tumor ovarium. Kadang-kadang terjadi
pyosalpinx dan pyovarium dan setelah pus diabsorpsi terjadi hydrosalpinx.
Jika tekanan dalam hydrosalpinx cukup besar maka cairan dapat mencari jalan
ke dalam cavum uteri, maka sekonyong-konyong keluar cairan dari genitalia
penderita (hydrops tubae prfluens).
Kejadian ini dapat berulang. jika nanah masuk ke dalam rongga perut melalui
ostium tubae abdominale maka terjadilah pelveoperitonitis atau Douglas abses.
Douglas abses dan peritonitis kadang-kadang terjadi
karena pyoslapinx pecah walaupun ini jarang terjadi. Peritonitis gonorrhoica
mempunyai tendens untuk tetap terlokalisasi tidak menjadi peritonitis umum.
Pada salpingitis gonorrhoica tubae yang menjadi berat jatuh dalam cavum
Douglasi dan menimbulkan retroflexio uteri fixata. Kalau ini terjadi maka pada
toucher cavum Douglasi nyeri tekan dan juga pada coitus penderita mengalami
perasaan nyeri (dyspareunia).DD :
1)
Kehamilan ektopik : biasanya tidak ada
demam. LED tidak meninggi dan lekositose tidak seberapa. Kalau tes kehamilan
positif (Galli Mainini) maka adnexitis dapat dikesampingkan tapi kalau negatif
keduanya mungkin.
2)
Appendicitis : tempat nyeri tekan lebih
tinggi (Mc. Burney).
Terapi :
a)
Istirahat, broad spectrum antibiotica dan
corticosteroid.
b)
Usus harus kosong
b.
Tumor ovarium
Berbagai jenis tumor ovarium pada komplikasi kehamilan. Insidensi tumor
pada kelainan sel yang terjadi pada kelompok beberapa usia diketahui melalui
pemeriksaan USG secara rutin selama kehamilan. Dari hasil kilas balik KAT 2 dan
kawan-kawan tahun 1983 menemukan rata-rata insidensi pada masa adneksal 1-200
kehamilan. Whitecar dan asosiasi (1999) melaporkan insidensi pada 1300
kehamilan dengan tumor dilakukan laparotomi.
1) Tanda dan gejala kelainan pada ovarium
a) Sakit kepala dan sering merasa lelah
b) Tidak nafsu makan dan sulit untuk makan
c) Sering kali muntah dan buang air besar
d) Kembung terus menerus
e) Sering merasa terlalu kenyang
f) Sering merasa nyeri pada perut
g) Berat badan turun drastis
h) Ukuran perut bertambah besar
i)
Perdarahan pada vagina.
2) Penanganan kelainan pada ovarium
Pada prinsipnya tumor
ovarium memerlukan pembedahan tetapi ada beberapa kista benigna yang umumnya
tidak memerlukan pembedahan seperti kista folikel de graaf kista korpus luteum
dan kista endometrium.
a)
Non operatif
-
Radiokastrasi (radiasi pada ovarium, diharapkan
terjadi menopause precox sehingga produksi estrogen berhenti)
-
GnTH (diberikan pra bedah untuk mengurangi perdarahan
dan mengecilkan volume tumor)
b)
Operatif
Dapat
dilakukan dengan laparatomi vaginal atau laparascopic
assisted vaginal trysterectomi, meliputi
-
Miomektomi
-
Histerektomi total + salpingooofarektomi unilateral (Bunga
rampai Obs. Gin II FK Undip Semarang).
H. SALPINGITIS
Salpingitis
Akut adalah suatu infeksi tuba fallopi yang dapat gonore atau piogenik. Salpingitis
Subakut adalah stadium infeksi pertengahan diantara salpingitis akut dan
kronis. Salpingittis Kronis adalah stadium infeksi tuba fallopi setelah stadium
subakut. Tipe ini dapat timbul dalam 4 bentuk yaitu: piosalping, hidrosalping,
salpingitis interstisialis kronis atau salpigitis ismika nodosa.
Salpingitis adalah
Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke perlukaan
dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar.
1. Gejala/tanda awal
a.
Nyeri Abdomen: Nyeri abdomen bagian bawah merupakan
gejala yang paling dapat dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa
nyeri unilateral, bilateral, atau suprapubik, dan sering berkembang sewaktu
atau segera setelah suatu periode menstruasi. Keparahannya meningkat secara
bertahap setelah beberapa jam sampai beberapa hari, rasa nyeri cenderung
menetap, bilateral pada abdomen bagian bawah, dn semakin berat dengan adanya
pergerakan.
b.
Perdarahan pervaginam atau sekret vagina: perdarahan
antar menstruasiatau meningkatnya aliran menstruasi atau kedua-duanya dapat
merupakan akibat langsung dari endometritis atau pengaruh tidak langsung dari
perubahan-peubahan hormonalyang berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat
disebabkan oleh servitis.
c.
Gejala-gejala penyerta: menggigil dan demam lazim
ditemukan. Anoreksia, nausea dan vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum.
Disuria dan sering kencing menunjukkan adanyan keterkaitan dengan uretritis dan
sistitis. Nyeri bahu atau nyeri kuadran kanan atas mungkin merupakan gejala
dari perihepatitis gonokokus.
d.
Riwayat Menstruasi: menstruasi dapat meningkat dalam
jumlah dan lamanya. Salpingitis dapat menjadi simptomatik pada hari keempat
atau kelimadari siklus menstruasi.
2. Upaya pencegahan
a.
Kurangi penggunan IUD bila pasien menderita Klamidia
danGonorea.
b.
Pemeriksaan terhadap wanita.
c.
Antibiotik profilaktik rutin pada pengguna IUD jangan
dilakukan.
3.
Mengatasi salpingitis
untuk mencapai rasa nyaman, dengan cara:
a. Mandi
teratur
b. Obat untuk
penghilang gatal
c. Kompres
hangat pada bagian abdomen yang merasa nyeri
d. Pemberian
terapi analgesic
e. Konseling :
PID dapat menyebabkan infertilitas karena tuba yang rusak, pasien harus
mengatasi hal tersebut
f. Pendidikan
kesehatan yang diberikan:
1) Pengetahuan
tentang penyebab dan penyebaran infeksi serta efeknya
2) Kegiatan
seksual dikurangi atau menggunakan pengaman
3) Cara
mengatasi infeksi yang berulang
g.
Pengobatan dilanjutkan sampai pasien pulang dan sembuh
total
Antibiotik :
1)
Cefotaxsime 2 gr IM atau
2)
Amoxsicillin 3 gr peroral atau
3)
Ampisilin 3,5 gr per os atau
4)
Prokain ampisilin G dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2
tempat. Masing-masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os.
* Diikuti dengan :
1)
Dekoksisiklin 100 mg per os dua kali sehari selama
10-14 hari
2)
Tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari. (Tidak
digunakan untuk ibu hamil).
* Tirah baring
h.
Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk.
* Rawat Inap : Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu
* Perawatan di rumah sakit : memberikan obat antibiotik melalui
Intravena(infuse) Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar