Rabu, Januari 21

Asuhan Pada Wanita/Ibu Dengan Perdarahan Di Luar Haid



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Perdarahan di luar haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia dan menometroragia. Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen
Beberapa Penyebab Dari perdarahan diluar haid yaitu Polip serviks, Erosi portio, Ulkus portio, Trauma, dan Polip endometrium
Perdarahan diluar haid dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan diluar haid berumur diatas 40 tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.

1.2        Tujuan
1.2.1     Tujuan umum
-       Untuk mengetahui tentang asuhan kebidanan pada perdarahan diluar haid
1.2.2     Tujuan khusus
-          Untuk mengetahui beberapa penyebab perdarahan diluar haid



BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1        Pengertian
Perdarahan diluar haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia dan menometroragia
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen
Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.

2.2        Beberapa Penyebab Perdarahan Diluar Haid
2.2.1  Polip
a.   Pengertian
Polip adalah tumor bertangkai yang kecil dan tumbuh dari permukaan mukosa. Servikal polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis servikalis (Denise tiran:2005 )

b.   Gejala
Polip serviks bias saja dialami seseorang tanpa ia ketahui kalau ia memiliki polip serviks, leukorea yang susah disembuhkan. Jika sudah digunakan berbagai macam obat, dan personal hygiene telah dijaga tetapi leukorea belum juga sembuh maka akan terasa discomfort dalam vagina yaitu perasaan tidak nyaman dalam vagina, baik sebelum minum air maupun dalam kondisi biasa, kontak berdarah misalnya; vagina selalu mengeluarkan darah setelah melakukan hubungan seks, perlu di curigai adanya polip serviks.

c.    Dasar Diagnosis
Berdasarkan keluhan yang dikemukakan, pada pemeriksaan inspekulum di jumpai:
·         Jaringan bertambah
·         Mudah berdarah
·         Terdapat pada vagina bagian bawah

d.   Penanganan
Polip hanya dipelintir sampai putus, kemudian tangkainya di kuret. Tindakan dilakukan dalam pembiusan umum (general anasthesia). Selanjutnya jaringan polip dikirim ke laboratorium patologi guna memastikan bahwa histologis-nya jinak/sesuai dengan gambaran jaringan polip serviks. Kemungkinan ganasnya kecil.

2.2.2  Ero portio
a.   Pengertian
Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi pada daerah porsio serviks uteri (mulut rahim). Penyebabnya bisa karena infeksi dengan kuman-kuman atau virus, bisa juga karena rangsangan zat kimia/alat tertentu; umumnya disebabkan oleh infeksi.
Erosi porsio atau disebut juga dengan erosi serviks adalah hilangnya sebagian/seluruh permukaan epitel squamous dari serviks. Jaringan yang normal pada permukaan dan atau mulut serviks digantikan oleh jaringan yang mengalami inflamasi dari kanalis serviks. Jaringan endoserviks ini berwarna merah dan granuler, sehingga serviks akan tampak merah, erosi dan terinfeksi. Erosi serviks dapat menjadi tanda awal dari kanker serviks.

Erosi serviks dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a         Erosi ringan : meliputi ≤ 1/3 total area serviks
b        Erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area serviks
c         Erosi berat : meliputi ≥ 2/3 total area serviks.

b.   Penyebab
1.      Level estrogen: : Erosi serviks merupakan respon terhadap sirkulasi estrogen dalam tubuh :
a.          Dalam kehamilan: Erosi serviks sangat umum ditemukan dalam kehamilan karena level estrogen yang tinggi. Erosi serviks dapat menyebabkan perdarahan minimal selama kehamilan, biasanya saat berhubungan seksual ketika penis menyentuh serviks. Erosi akan menghilang spontan 3-6 bulan setelah melahirkan.
b.         Pada wanita yang mengkonsumsi pil KB : erosi serviks lebih umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi pil KB dengan level estrogen yang tinggi.
c.          Pada bayi baru lahir : erosi serviks ditemukan pada 1/3 dari bayi wanita dan akan menghilang pada masa anak-anak oleh karena respon maternal saat bayi berada di dalam rahim.
d.         Wanita yang menjalani Hormon Replacement Therapy (HRT): karena penggunaan estrogen pengganti dalam tubuh berupa pil,dan krim.

2.      Infeksi: Teori bahwa infeksi menjadi penyebab erosi serviks mulai menghilang. Bukti-bukti menunjukkan bahwa infeksi tidak menyebabkan erosi, tapi kondisi erosi akan lebih mudah terserang bakteri dan jamur sehingga mudah terserang infeksi.


3.      Penyebab lain : infeksi kronis di vagina, dan kontrasepsi kimia dapat mengubah level keasaman vagina dan sebabkan erosi serviks. Erosi serviks juga dapat disebabkan karena trauma (hubungan seksual, penggunaan tampon, benda asing di vagina, atau terkena speculum)

c.    Gejala
1     Mayoritas tanpa gejala
2     Perdarahan vagina abnormal (yang tidak berhubungan dengan siklus menstruasi) yang terjadi setelah berhubungan seksual (poscoital), diantara siklus menstruasi, disertai keluarnya cairan mucus yang jernih/kekuningan, dapat berbau jika disertai infeksi vagina.
3     Erosi serviks disebabkan oleh inflamasi, sehingga sekresi serviks meningkat secara signifikan, berbentuk mucus, mengandung banyak sel darah putih, sehingga ketika sperma melewati serviks akan mengurangi vitalitas sperma dan menyulitkan perjalanan sperma. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infertilitas pada wanita.

d.   Penanganan
1     Memberikan albotyl di sekitar Erosio pada portio.
2     Melakukan penatalaksanaan pemberian obat. Lyncopar 3x1 untuk infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri /streptokokus pneomokokus stafilokokus dan infeksi kulit dan jaringan lunak.
Ferofort 1 x 1 berfungsi untuk mengobati keputihan. Mefinal 3x1 berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit.

 2.2.3  Ulcus portio
a.   Pengertian
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna merah dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum.

b.   Etiologi
Penggunaan IUD, pemakaian pil, perilaku seksual yang tidak sehat, trauma.

c.    Patofisiologi
Proses terjadinya ulkus portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga terjadi koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio. Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah ulkus portio dan akhir nya menjadi ulkus. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.Dari semua kejadian ulkus portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim.

d.   Gejala
a.       Adanya fluxus
b.      Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak jelas
c.       Adanya kontak berdarah
d.      Portio teraba tidak rata

 e.    Penanganan
1        Membatasi hubungan suami istri
Adanya ulkus porsio membuat porsio mudah sekali berdarah setiap kali mengalami gesekan sekecil apapun, sehingga sebaiknya koitus dihindari sampai ulkus sembuh
2        Menjaga kebersihan vagina
Bila kebesihan vagina tidak dijaga, maka akan dapat memperburuk kondisi porsio, sebab akan semakin rentan terkena infeksi lainnya.
3        Lama pemakaian IUD harus diperhatikan.

2.2.4  Trauma
a.   Pengertian
Trauma adalah dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan.
Sedangkan dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan.

b.   Gejala
Nyeri vulva dan vagina, perdarahan dan pembengkakkan merupakan gejala-gejala yang paling khas. Kemungkinan gejala lainnya adalah kesulitan dalam urinasi dan ambulasi

c.    Penyebab
Trauma yang menyebabkan perdarahan di luar haid contohnya yang sering terjadi pada akseptor IUD dan usai berhubungan intim (utamanya pada wanita yang telah menopause) Tempat perlukaan yang paling sering akibat koitus adalah dinding lateral Vagina, verniks posterior dan kubah Vagina (setelah histerektomi).

d.   Penanganan
Penanganannya sesuai dengan penyebabnya , misalnya trauma yang disebabkan translokasi IUD, maka IUD nya harus dicabut, dan diganti dengan alat kontrasepsi lain.Sedangkan buat para wanita yang menopause yang mengalami perdarahan setelah koitus, bisa diberi terapi hormon.

2.2.5  Polip Endometrium
a.   Pengertian
Polip endometrium merupakan salah satu penyebab gangguan kesuburan karena dapat mengganggu penempelan embrio di dalam rahim. Karena itu bila hasil 3 pemeriksaan dasar normal (sperma, sel telur dan saluran telur) maka perlu dilakukan tindakan untuk mengambil polip di dalam rahim.
Polip endometrium atau polip uterus adalah massa atau jaringan lunak yang tumbuh pada lapisan dinding bagian dalam endometrium dan menonjol ke dalam rongga endometrium. Pertumbuhan sel – sel yang berlebih pada lapisan endometrium (rahim) mengarah pada pembentukan polip. Besarnya polip endometrium mulai dari beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter yang seukuran bola golf atau lebih besar. Polip endometrium melekat pada dinding endometrium yang dihubungkan melalui sebuah tangkai tipis.
Seorang wanita dapat memiliki polip endometrium satu atau banyak, dan kadang-kadang menonjol melalui vagina menyebabkan kram dan ketidaknyamanan. Polip endometrium dapat menyebabkan kram karena mereka melanggar pembukaan leher rahim. Polip ini dapat terjangkit jika mereka bengkok dan kehilangan semua pasokan darah mereka. Ada kejadian langka saat ini polip menjadi kanker. Wanita yang telah mengalaminya terkadang sulit untuk hamil

b.   Gejala
Tidak ada penyebab pasti dari polip endometrium, tetapi pertumbuhan mereka dapat dipengaruhi oleh kadar hormon, terutama estrogen. Seringkali tidak ada gejala, tetapi beberapa gejala dapat diidentifikasi terkait dengan pembentukannya, seperti:
a         Sebuah kesenjangan antara perdarahan haid
b        Tidak teratur atau perdarahan menstruasi yang berkepanjangan
c         Perdarahan haid yang terlalu berat
d        Rasa sakit atau dismenore (nyeri dengan menstruasi)

c.    Komplikasi dan Faktor Resiko
Polip endometrium biasanya sel jinak, Sekitar 0,5 persen dari polip endometrium mengandung sel-sel adenokarsinoma. Sel-sel ini akhirnya akan berkembang menjadi kanker. Polip dapat meningkatkan resiko keguguran pada wanita yang menjalani fertilisasi in vitro dalam perawatan. Jika mereka berkembang dekat saluran telur, mereka dapat menjadi penyebab kesulitan dalam menjadi hamil.  Polip rahim biasanya terjadi pada wanita di usia 40-an dan 50-an. Wanita yang memiliki faktor risiko tinggi adalah mereka yang mengalami obesitas, memiliki tekanan darah tinggi. dan memiliki sejarah polip serviks dalam keluarga mereka. Satu dari setiap sepuluh perempuan dapat memiliki polip endometrium, dan diperkirakan bahwa sekitar 25 persen dari mereka yang mengalami pendarahan vagina abnormal memiliki polip endometrium.

 d.   Diagnosa Polip Endometrium
Berikut beberapa tes dan prosedur untuk menegakkan diagnosa polip endometrium :
·         USG transvaginal
·         Histeroskopi
·         Kuretase

e.    Pengobatan
1.      Waspada. Polip kecil yang tidak menimbulkan gejala dan tanda tidak membutuhkan pengobatan kecuali beresiko menjadi kanker endometrium
2.      Obat. obat hormon tertentu, termasuk pelepas hormon progestin dan agonis-gonadotropin, mungkin dapat mengecilkan polip endometrium dan mengurangi gejala.namun biasanya gejala akan kambuh setelah berhenti minum obat.
3.      Kuretase. Kuretase adalah tindakan untuk mengikis dinding endometrium bagian dalam dengan menggunakan alat yang berbentuk logam yang ujungnya tajam. Selain menghilangkan polip, kuretase bertujuan untuk mengumpulkan sampel atau contoh jaringan untuk diperiksa di laboratorium.
4.      Histerektomi. Jika pemeriksaan lebih dekat menunjukkan bahwa polip endometrium mengandung sel kanker, operasi untuk mengangkat endometrium (histerektomi) menjadi perlu untuk dilakukan.

Asuhan Kebidanan Pada Radang Genitalia Interna



A.    SERVIKSITIS
1.      Pengertian
Serviksitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina (Sarwono, 2008). Pada seorang multipara dalam keadaan normal canalis cervikalis bebas kuman, pada seorang multipara dengan ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas atas dari daerah bebas kuman ostium uteri internum.
Walaupun begitu canalis cervicalis terlindung dari infeksi oleh adanya lendir yang kental yang merupakan barier terhadap kuman-kuman yang ada di dalam vagina. Terjadinya cervisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks, terutama yang menimbulkan ectropion (Sarwono, 2008).
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi disbanding selaput lendir vagina (Ginekologi. FK UNPAD, 1998) Juga merupakan :
a.       Infeksi non spesifik dari serviks
b.      Erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar), erosi folikuler (kistik)
c.       Biasanya terjadi pada serviks bagian posterior
Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan. Terdapat perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala infeksi ini adalah leukorea yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat hubungan seks). Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim luka lokal disembuhkan dengan cairan albutil tingtura, cairan nitrasargenti tingtura, dibakar dengan pisau listrik, termokauter, mendinginkannya (cryosurgery). Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas.
2.      Etiologi
Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti Streptococcus, Enterococus, E.Coli, dan Stapilococus. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma.
Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain. Serviksitis dapat disebabkan oleh salah satu dari sejumlah infeksi, yang paling umum adalah :
a.       Klamidia dan gonore, klamidia dengan akuntansi untuk sekitar 40% kasus. Gonorroe, sediaan hapus dari fluor cerviks terutama purulen.
b.      Trichomonas vaginalis dan herpes simpleks adalah penyebab yang kurang umum dari Serviksitis.
c.       Peran Mycoplasma genitalium dan vaginosis bakteri dalam menyebabkan servisitis masih dalam penyelidikan.
d.      Sekunder terhadap kolpitis.
e.       Tindakan intra dilatasi dll.
f.       Alat-alat atau obat kontrasepsi.
g.      Robekan serviks terutama yang menyebabkan ectroption/ extropin
3.      Patofisiologi
Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan dengan luka-luka kecil atau besra pada cerviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman kedalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
a.      Cerviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi endokopik dalam stroma endocerviks. Serviksitis ini tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.
b.      Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya, sekret dikeluarkan terdiri atas mukus bercampur nanah.
c.       Sobekan pada cerviks uteri disini lebih luas dan mucosa endocerviks lebih kelihatan dari luar (eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian itu mudah kena infeksi dari vagina, karena radang menahun, cerviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras : sekret bertambah banyak.


4.      Klasifikasi.
a.      Serviksitis Akut.
Serviksitis akut dalam pengertian yang lazim ialah infeksi yang diawali di endocerviks dan ditemukan pada gonorrhoe, dan pada infeksi post-abortum atau post-partum yang disebabkan oleh Streptoccocus, Stafilococcus, dan lain-lain. Dalam hal ini, serviks memerah dan bengkak dengan mengeluarkan cairan mukopurulent. Akan tetapi, gejala-gejala pada serviks biasanya tidak seberapa tampak di tengah gejala-gejala lain dari infeksi yang bersangkutan.
Pengobatan dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi Serviksitis kronis. Serviksitis akut sering terjadi dan dicirikan dengan eritema, pembengkakan, sebukan neutrofil, dan ulserasi epitel fokal. Endocerviks lebih sering terserang dibandingkan ektocerviks. Serviksitis akut biasanya merupakan infeksi yang ditularkan secara seksual, umumnya oleh Gonoccocus, Chlamydia trachomatis, Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Herpes simpleks. Agen yang ditularkan secara non-seksual, seperti E. Coli dan Stafilococcus dapat pula diisolasi dari cerviks yang meradang akut, tetapi perannya tidak jelas. Serviksitis akut juga terjadi setelah melahirkan dan pembedahan.
Secara klinis, terdapat secret vagina purulen dan rasa nyeri. Beratnya gejala tidak terkait erat dengan derajat peradangan.
b.      Serviksitis Kronis.
Penyakit ini dijumpai pada wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada serviks karena partus abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
1)      Serviks kelihatan normal; hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Serviksitis ini tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putih-kuning.
2)      Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel portio disekitarnya, secret yang ditularkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
3)      Sobekan pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endosekviks lebih kelihatan dari luar. Mukosa dalam keadaan demikian mudah kena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa menjadi hipertrofis dan mengeras ; secret mukopurulen bertambah pendek.
Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal portio uteri dengan tanda-tanda metaplasia mendesak epitel torak, tumbuh kedalam stroma dibawah epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar, sehingga terjadi kista kecil berisi cairan yang kadang-kadang keruh. Limfosit, sel plasma, dan histiosit terdapat dalam jumlah sedang didalam serviks semua wanita. Oleh karena itu, cervisitis kronis sulit ditentukan secara patologis keberadaan kelainan serviks yang dapat dideteksi seperti granularitas dan penebalan seiring dengan meningkatnya jumlah sel radang kronis didalam specimen biopsi dianggap penting untuk memastikan diagnosis cervisitis kronis.
Serviksitis kronis paling sering terlihat pada ostium eksternal dan canalis endoserviks. Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis fibrosa saluran kelenjar, yang menyebabkan kista retensi (nabothian). Bila terdapat folikel limfoid pada pemeriksaan mikroskopik, istilah cervisitis folikular terkadang digunakan. Secara klinis, cervisitis kronis sering kali merupakan temuan kebetulan. Namun, cervisitis tersebut dapat menimbulkan secret vaginal, dan beberapa kasus fibrosis yang terdapat pada canalis endoserviks dapat menyebabkan stenosis, yang menimbulkan inferilitas.
5.      Gejala Klinis
Keputihan hebat, biasanya kental dan biasanya berbau, sering menimbulkan erosi pada portio yang tampak seperti daerah merah menyala. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat keputihan yang kental keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion (mukosa kanalis servikalis tampak dari luar), maka harus diingat kemungkinan gonorroe. Gejala-gejala non spesifik seperti nyeri punggung, dan gangguan kemih, perdarahan saat melakukan hubungan seks.
6.      Faktor Resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:
a.       Usia.
b.      Jumlah perkawinan
c.       Hygiene dan sirkumsisi
d.      Status sosial ekonomi
e.       Pola seksual
f.       Terpajan virus terutama virus HIV
g.      Merokok
7.      Tanda dan Gejala
a.       Perdarahan
b.      Keputihan yang berbau dan tidak gatal
c.       Cepat lelah
d.      Kehilangan berat badan
e.       Anemia
8.      Manifestasi Klinis
Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau puralen yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus, perdarahan spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan, dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, terraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang diperoleh dari biopsi.
9.      Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.
10. Pemeriksaan Penunjang
a.      Sitologi, dengan cara tes pap :
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.
b.      Kolposkopi
c.      Servikografi
d.      Pemeriksaan visual langsung
e.      Gineskopi
f.       Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitif)
11. Pencegahan
Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa respon imun bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 hingga 14 tahun dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun.
12. Pengobatan
Luka yang terinfeksi seperti halnya luka bedah yang terinfeksi lainnya, harus diatasi dengan pemasangan brainase. Salah satu terapi kombinasi antibiotik berspektrum luas. Harus diberikan kepada keadaan ini. Rasa nyeri diringankan dengan penggunaan preparat analgesik yng efektif dan bila terjadi retensi urin, pemasangan indwelling catheter harus dilakukan.

B.     Endometritis
1.      Pengertian Endometritis
Endometritis adalah keradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh partus. Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium. Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang, waktu yang diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen yang merusak fungsi dari glandula endometrium dan/atau merubah lingkungan uterus dan/atau oviduk. Organisme nonspesifik primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah Corynebacterium pyogenes dan gram negatif anaerob.
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim.
 2.      Etiologi Endometritis
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa pathogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keeping-keping nekrotis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah yang sehat terdapat lapisan yang terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi yang lebih berat, batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Terjadinya infeksi endometrium pada saat :
a.       Persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan.
b.      Pada saat terjadi keguguran.
c.       Saat pemasangan alat rahim (IUD) yang kurang legeartis.
Diduga uterus dan isinya steril selama kehamilan normal dan lebih dulu melahirkan. Kemudian waktu kelahiran atau setelah itu lumen uterus terkontaminasi mikroorganisme dari lingkungan, mikroorganisme, kulit dan feses melalui relaksasi peritoneum, vulva dan dilatasi cervik.
Ada berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme antara A. pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus, menyebabkan lebih beratnya kasus endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan uterus seperti involusi uterus atau fungsi neutrofil akan menunda fungsi eliminasi kontaminasi bakteri. Distosia, kelahiran kembar atau kematian janin dan inseminasi buatan meningkatkan kesempatan untuk kontaminasi pada traktus genital. Retensi membrane fetus adalah faktor predisposisi endometritis dan berhubungan dengan peningkatan endometritis berat.
3.      Gambaran Klinik Endometritis
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lochia tertahan oleh darah, sisa-sisa palsenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan diatasi. Uterus pada endometriosis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas, penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Endometritis dapat terjadi penyebaran:
a.       Miometritis (infeksi otot rahim)
b.      Parametritis (infeksi sekitar rahim)
c.       Salpingitis (infeksi saluran telur)
d.      Ooforitis (infeksi indung telur)
e.       Dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar)
f.       Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
4.      Jenis-jenis Endometritis
a.      Endometritis Akut
Terutama terjadi pada postpartum atau postabortum. Pada endometritis postpartum, regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis postpartum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis postabortum terutama terjadi pada abortus provocatus. Endometritis juga dapat terjadi pada masa senil.
Pada endometritis akuta endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema, dan infiltrasi leukosit berinti polimoni yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akuta, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akuta. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus, dan oleb sebab itu tidak dibicarakan lebib lanjut di sini. Infeksi post abortum dan post partum sering terdapat oleh karena luka-luka pada serviks uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang merupakan porte d’entree bagi kuman-kuman patogen. Selain in, alat-alat yang digunakan pada abortus dan partus dan tidak sucihama dapat membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
Pada abortus septic dan sepsis puerperalis infeksi lebih cepat meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar ke parametrium, tuba dan ovarium serta ke peritoneum di sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akuta dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah di sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukkan radium ke dalam uterus, memasukkan IUD (intra-uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akuta tetap terbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya. Endometritis akuta yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa pathogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting ialah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Gejala-gejala:
1)        Demam
2)        Lochia berbau, pada endometritis postabortum kadang-kadang keluar fluor yang purulent.
3)        Lochia lama berdarah, malahan terjadi metrorrhagi.
4)        Jika radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak ada nyeri.
5)        Nyeri pada palpasi abdomen (uterus) dan sekitarnya.
b.      Endometritis Kronik
Kasusnya jarang ditemui oleh karena infeksi yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.

Gejala-gejala klinis endometritis kronika ialah, leukorea dan menoragia. Pengobatannya tergantung dari penyebabnya. Endometritis kronika ditemukan:
1)           Pada tuberkulosis;
2)           Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus;
3)           Jika terdapat korpus alienum di kavum uteri;
4)           Pada polip uterus dengan infeksi;
5)           Pada tumor ganas uterus;
6)           Pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvik.
7)           Fluor albus yang keluar dari ostium
8)           Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat infeksi yang terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri. Dahulu diagnosis endometritis kronika lebih sering dibuat daripada sekarang. Sejak penelitian fundamental dari Hitshcmann dan Adler tentang histology endometrium selama siklus haid, diketahui bahwa banyak perubahan yang ditemukan dalam endometrium dan yang dahulu dianggap patologik adalah gambaran normal dari endometrium dalam berbagai fase siklus haid.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tuberculosis genital. Pada pemeriksaan mikrskopik ditemukan tuberkel di tengah-tengah endometrium yang beradang menahun.
Endometritis tuberkulosa umumnya timbul sekunder pada penderita dengan salpingitis tuberkulosa. Pada penderita dengan tuberculosis pelvic yang asimptomatik, endometritis tuberkulosa ditemukan bila pada seorang wanita dengan infertilitas dilakukan biopsi endometrial dan ditemukan tuberkel dalam sediaan. Terapi yang kausal terhadap tuberculosis biasanya dapat menyebabkan timbulnya haid lagi.
Pada abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan villi korialis di tengah-tengah radang menahun endometrium. Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi dari jaringan plasenta tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.

5.      Diagnosa Endometritis
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsi endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari vagina.
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus, mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsi uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsi akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya organisme di dalam uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat, menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau menunda involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan Serviksitis mungkin memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan autoclavable plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan untuk mengeluarkan isi vagina.
6.      Penanganan Endometritis
a.      Endometritis Akut
Terapi:
1)      Pemberian uterotonika
2)      Istirahat, posisi/letak Fowler
3)      Pemberian antibiotika
4)      Endometritis senilis, perlu dikuret untuk mengesampingkan diagnosa corpus carcinoma. Dapat diberi estrogen.
b.      Endometritis Kronik
Terapi:
Perlu dilakukan kuretase untuk diferensial diagnosa dengan carcinoma corpus uteri, polip atau myoma submucosa. Kadang-kadang dengan kuretase ditemukan emndometritis tuberkulosa. Kuretase juga bersifat terapeutik.



C.     MIOMETRITIS
1.      Pengertian Miometritis
Miometritis / Metritis adalah radang miometrium. Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan terapinya seperti endometritis.
2.      Klasifikasi
a.       Metritis akuta
Metritis Akuta biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b.      Metritis Kronik
Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi :
1)      Abses pelvik
2)      Peritonitis
3)      Syok septic
4)      Dispareunia
5)      Trombosis vena yang dalam
6)      Emboli pulmonal
7)      Infeksi pelvik yang menahun
8)      Penyumbatan tuba dan infertilitas
3.      Faktor Predisposisi
a.       Infeksi abortus dan partus
b.      Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
c.       Infeksi post curettage
4.      Gejala – gejala
a.       Demam
b.      Keluar lochea berbau / purulent, keputihan yang berbau
c.       Sakit pinggang
d.      Nyeri abdomen
e.       Nyeri saat berhubungan seksual
f.       Nyeri di daerah pelvic
g.      Nyeri di punggung kaki (betis)
h.      Gangguan kesuburan
i.        Gangguan buang air besar (sembelit atau kembung)
5.      Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti:
a.       Parametritis (infeksi sekitar rahim)
b.      Salpingitis (infeksi saluran otot)
c.       Ooforitis (infeksi indung telur)
d.      Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
6.      Penatalaksanaan
Terapi miometritis :
a.       Antibiotika spektrum luas
1)      Ampisilin 2 g iv / 6 jam
2)      Gentamisin 5 mg kgbb
3)      Metronidasol 500 mg iv / 8 jam
b.      Profilaksi antitetanus
7.      Manajemen
a.       Antibiotik kombinasi
b.      Transfusi jika diperlukan

D.    PARAMETRITIS
1.      Definisi
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig.latum. Radang ini biasanya unilatelar. Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi beberapa jalan:
Secara rinci penyebaran infeksi sampai ke parametrium melalui 3 cara yaitu:
a.       Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis
b.      Penyebaran langsung dari luka serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum
c.       Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika. Proses ini dapat tinggal terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke semua jurusan. Jika menjalar ke atas , dapat diraba pada dinding perut sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis, atau pada fossa iliaka.
Radang paling banyak berlokasi di parametrium bagian lateral akan tetapi bisa juga ke depan dan ke belakang, radang bisa juga menjahi abses. Apabila terjadi abses, dan proses berkembang terus, maka abses akan mencari jalan keluar yaitu di atas ligamentum pouparty, ke daerah ginjal, melalui foramina obturatorium ke paha bagian dalam, dan sebagianya. Parametritis dapat juga menahun dan di tempat radang terjadi fibrosis.
Kalau terjadi infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang mula-mula lunak tetapi kemudian menjadi keras sekali. Infiltrasi ini dapat terjadi hanya pada dasar lig. Latum tetapi dapat juga bersifat luas misalnya dapat menempati seluruh parametrium sampai ke dinding panggul dan dinding perut depan di atas lig. Inguinale.
Kalau filtrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan pembengkakan di belakang cervix. Eksudat ini lambat laun direasorpsi atau menjadi abses. Abses dapat memecah di daerah lipat paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum douglas. Parametritis biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka cervix, lebih sering terdapat pada primipara daripada multipara.
2.      Etiologi
Parametritis dapat terjadi:
a.       Dari endometritis dengan 3 cara :
1)      Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis.
2)      Lymphogen.
3)      Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b.      Dari robekan serviks
c.       Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD)
 3.      Patofisiologi
Endometritis Infeksi meluas Lewat jalan limfe atau tromboflebitis Infeksi menyebar ke miometrium Miometritis → Infeksi meluas lewat jalan limfe/tromboflebitis → Parametritis
Terjadi reaksi :
a.       Kalor
b.      Dolor
c.       Nyeri hebat
d.      Nafsu makan berkurang
e.       Asam lambung meningkat
f.       Reaksi mual
g.      Vasodilatasi
h.      Syok septic/ infertilitas/ infeksi meluas
4.      Tanda dan gejala
a.       Suhu tinggi dengan demam tinggi
Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan ada nyeri sebelah atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar pada kaki.
Pada perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala parametritis menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi naik turun disertai dengan menggigil.
b.      Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
c.       Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah
5.      Diagnosis
Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan dengan nyata adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum. Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrée tampaknya sakit, suhu meningkat dengan kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak.
 6.      Prognosis
Yang paling dapat dipercayai untuk membuat prognosa ialah nadi ; jika nadi tetap di bawah 100 maka prognosa baik, sebaliknya kalau nadi di atas 130, apalagi kalau tidak ikut turun dengan turunnya suhu prognosanya kurang baik.
Demam yang continou adalah lebih buruk prognosanya dari demam yang remittens. Demam menggigil berulang-ulang, insomnia dan icterus, merupakan tanda-tanda yang kurang baik.Kadar Hb yang rendah dan jumlah leucocyt yang rendah atau sangat tinggi memburukkan prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan menentukan prognosa. Menurut derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.
7.      Penatalaksanaan
a.      Pencegahan
Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harusdiperhatikan. Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
b.      Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Terapi pada parametritis yaitu dengan memberika antibiotika berspektrum luas. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
Di samping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.
Jika keadaan sudah tenang dapat diberi terapi diatermi dalam beberapa seri dan penderita dinasehatkan agar jangan melakukan pekerjaan yang berat- berat. Dengan terapi ini biar pun sisa- sisa peradangan masih ada, keluahan- keluhan penderita sering kali hilang atau sangat berkurang. Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai. Jika ditemukan abses, di tempat itu perlu diadakan pembukaan tumor dan drainase karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari jalan ke jaringan tubuh yang lain. Kalau ada fluktasi perlu dilakukan insici. Tempat insici ialah di atas lipat paha atau pada cavum douglas.
c.       Penanganan
Beri antibiotik seperti benzilpenisilin ditambah gentamisin dan metronidazol. Jika perlu, berikan obat pereda nyeri seperti pethidine 50-100 mg 1M setiap 6 jam. Jika ibu tidak membaik dalam 2 atau 3 hari, ibu harus segera di bawa ke rumah sakit daerah.

E.     ADNEXITIS
1.      Pengertian
Adnexitis adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa adalah jaringan yang berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan ovarium.Istilah lain dari adnexitis antara lain: Pelvic Inflammatory Disease, salpingitis, parametritis, salpingo-oophoritis.
2.      Gejala:
a.       Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan dengan haid(bukan pre menstrual syndrome)
b.      Menorrhagia
c.       Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina
d.      Nyeri saat berhubungan intim
e.       Demam
f.       Nyeri punggung
g.      Keluhan saat buang air kecil
3.      Penyebab
Radang atau infeksi ini biasanya akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, tetapi juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah, atau menjalar dari jaringan-jaringan di sekitarnya. Diantara sebab yang paling banyak adalah infeksi gonorrhea (kencing nanah) dan Chlamidia, serta infeksi setelah aborsi dan masa nifas. Selain itu juga sebagai akibat dari beberapa tindakan, seperti kerokan, laparotomi, pemasangan IUD dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii. 90-95% kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual (misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus, streptokokus). Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama kehamilan.
Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium). Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
a.       Aktinomikosis (infeksi bakteri)
b.      Skistosomiasis (infeksi parasit)
c.       Tuberkulosis.
d.      Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
4.      Faktor resiko terjadinya PID:
a.       Aktivitas seksual pada masa remaja
b.      Berganti-ganti pasangan seksual
c.       Pernah menderita PID
d.      Pernah menderita penyakit menular seksual
e.       Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
5.      Terapi
Penyakit ini dapat diterapi dengan pemberian antibiotika. Tergantung dari derajat penyakitnya, biasanya diberikan suntikan antibiotik kemudian diikuti dengan pemberian obat oral selama 10-14 hari. Beberapa kasus memerlukan operasi untuk menghilangkan organ sumber infeksi, ini dilakukan jika terapi secara konvensional (pemberian antibiotik) tidak berhasil. Jika terinfeksi penyakit ini melalui hubungan seksual, maka pasangannya juga harus mendapat terapi pengobatan, sehingga tidak terinfeksi terus menerus. Pembedahan perlu dilakuan jika :
a.       Jika terjadi ruptur atau abses ovarium
b.      Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan
c.       Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara apendiksitis akuta dan adneksitis akuta

F.     PERITONITIS
1.      Definisi
Peritonitis adalah peradangan dinding kavum abdomen atau peritoneum.
2.      Etiologi
Secara umum peritonitis biasanya disebabkan oleh :
a.       Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak akan terjadi peritonitis dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan jika diobati.
b.      Luka tusuk karena bakteri dari pisau atau benda tajam yang masuk ke rongga abdomen.
c.       Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa terkumpul di perut (asites) dan mengalami infeksi.
d.      Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.
e.       Iritasi tanpa infeksi
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
f.       Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan infeksi chlamidia).
3.      Patofisiologi
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Respon umum terhadap kehilangan cairan intravaskular ini digariskan dalam gambar l. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti interleukin, dapat memulai kaskade respons hiperinflamatoris, sehingga membawa perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Terjebaknya cairan di dalam cavum peritonealis dan lumen, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi splanik.
Gejala sisa metabolik mencakup katabolisme otot untuk menyediakan asam amino skeleton untuk sintesis energi dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati dengan cepat berkurang secara dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi resistensi insulin relatif. Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar (eksogen), lingkungan hormonal dapat mencegah penggunaan penuhnya untuk mendukung hospes.
4.      Klasifikasi
a.       Peritonitis Primer
Peritonitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke peritoneum. Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:
1)      Peritonitis Streptococcus
Penyebabnya adalah Streptococcus ß haemolitikus, penderita terbanyak berusia ± 4 tahun akibat infeksi saluran pernafasan, seperti tonsilitis atau faringitis.
2)      Peritonitis Pneumococcus
Penyebabnya adalah pneumococcus, penderita terbanyak adalah anak perempuan berusia 3-10 tahun, akibat vaginitis dan salphingitis. Selain itu dapat disebabkan oleh pneumonia dan infeksi telinga tengah.
3)      Peritonitis Gonococcus
Sering terjadi pada wanita dewasa karena salphingitis.
4)      Peritonitis tuberculosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosa dan dapat terjadi pada semua golongan umur.
b.      Peritonitis Sekunder
Peritonitis yang disebabkan oleh masuknya bakteri atau enzim ke peritoneum, biasanya :
1)      Infeksi peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi gastrointestinal atau nekrosis pankreas.
2)      Sering disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob. Organisme yang paling sering adalah E. coli dan Bacteroides fragilis.
3)      Pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum pada :
a)      Kateter Ventrikulo - Peritoneal yang dipasang pada pengobatan hidrosefalus
b)      Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites
c.       Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis.
5.      Tanda Dan Gejala Klinik
Gambaran klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan luasnya agen penyebab, kondisi umum penderita dan respon tubuh penderita terhadap inflamasi dan infeksi.
a.       Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan gejala khas, nyeri ini terjadi tiba-tiba, hebat, dapat terlokalisir ataupun difus
b.      Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral. Muntah kemudian menetap sebagai tanda peritonitis dan ileus.
c.       Peningkatan denyut nadi, temperatur, dan frekuensi pernafasan.
d.      Iritasi diafragma sehingga pernafasan menjadi cepat dan dangkal.
e.       Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas mungkin ditandai dengan tidak adanya nyeri tekan.
f.       Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang paling penting dari peritonitis.
g.      Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan.
Tes Laboratorium
a.       Leukositosis, hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) dan metabolik asdosis, pada peritonistis yang tidak di terapi, dapat terjadi kegagalan-kegagalan ; pernapasan, hepatik dan renal
b.      Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi abdomen yang difus dari ileus paralitik. Lingkaran batas cairan dan gas tersebar pada Gambaran usus halus dan usus besar, berdilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus – kasus perforasi.
6.      Diagnosa
Diagnosa peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi. Secara umum ditegakkan berdasarkan :
7.      Terapi
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada penyakit dasarnya memerlukan tindakan bedah.
Langkah - langkah penatalaksanaan peritonitis :
a.       Mengistirahatkan traktus gastrointestinal dengan puasa dan pemasangan selang nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi terhadap distensi usus akibat ileus paralitik.
b.      Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap inhibisi ileus setelah peritonitis sembuh. Pengeluaran urin dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.
c.       Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil pembiakan laboratorik keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika ini merupakan tambahan bagi drainase bedah, walaupun drainase sendiri tidak mutlak harus dilakukan. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
d.      Oksigen dan dukungan ventilasi. Sepsis yang sedang berlangsung membawa ke hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada. Penghantaran oksigen yang cukup adalah penting.
e.       Obat - obat yang menstimulasi aktivitas usus tidak boleh diberikan.
f.       Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis harus diobati
8.      Pembedahan
a.       Koreksi penyakit dasar.
Hal ini menjadi peraturan penatalaksanaan peritonitis yang fundamental. Penyingkiran atau penutupan sumber kontaminasi peritoneal harus dilakukan segera. Segala usaha harus dilakukan untuk membuang semaksimal mungkin benda asing dan material - material infeksius.
b.      Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan dengan antibiotika dan antiseptika masih diperdebatkan sampai sekarang.
c.       Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena pipa itu dengan segera (dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi atau terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula, mempengaruhi pertahanan peritoneum dan dapat mengganggu organ dalam. Indikasi drainase adalah :
1)      Pengumpulan pus yang terlokalisir.
2)      Suatu daerah dari jaringan mati yang tidak dapat dibuang.
3)      Penutupan organ berongga yang tidak aman.
4)      Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairan pankreas, urin, cairan usus, darah yang tidak dapat dihentikan dengan operasi.
5)      Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darah.
9.      Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang keadaannya gawat. Antibiotika harus diberikan dan bila perlu diganti. Ahli bedah harus waspada terhadap pembentukan abses. Posisi setengah duduk (semi - Fowler) dapat mengumpulkan pus yang terbentuk pada rongga pelvik, tetapi kegunaan posisi ini tidak sebesar yang dibayangkan.
10.  Komplikasi
a.       Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.
b.      Sepsis pada penderita peritonitis bakterial.
c.       Kegagalan organ-organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului kematian beberapa hari sebelumnya.
d.      Abses abdominal dan perlengketan yang dapat menyebabkan obstruksi abdominal di kemudian hari.
11.  Prognosa
Prognosa peritonitis tergantung kepada usia penderita, penyakit yang berhubungan, penyebab peritonitis, serta daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.

G.    KELAINAN PADA OVARIUM
Kelainan pada ovarium merupakan manifestasi penyimpangan pertumbuhan dan pembentukan organ tubuh. Penyebab kelianan pada ovarium tidak diketahui dengan pasti, tetapi dapat diduga karena penyimpangan kromosom, pengaruh hormonal, lingkungan endometrium yang kurang subur, kelainan metabolisme, pengaruh obat teratogenik, dan infeksi khususnya infeksi virus.
1.      Jenis-jenis
a.       Menorrhagi dan Dismenorrhoe
Sekunder biasanya terjadi oophoritis. Salpingoophoritis lebih sering disebut adnexitis. Karena adnexitis, terjadi perlekatan dengan usus yang dapat diraba sebagai tumor. Jadi tumor ini merupakantumor radang dan disebut “adnex tumor”. Tumor dari ovarium sendiri disebut tumor ovarium. Kadang-kadang terjadi pyosalpinx dan pyovarium dan setelah pus diabsorpsi terjadi hydrosalpinx.
Jika tekanan dalam hydrosalpinx cukup besar maka cairan dapat mencari jalan ke dalam cavum uteri, maka sekonyong-konyong keluar cairan dari genitalia penderita (hydrops tubae prfluens).
Kejadian ini dapat berulang. jika nanah masuk ke dalam rongga perut melalui ostium tubae abdominale maka terjadilah pelveoperitonitis atau Douglas abses.
Douglas abses dan peritonitis kadang-kadang terjadi karena pyoslapinx pecah walaupun ini jarang terjadi. Peritonitis gonorrhoica mempunyai tendens untuk tetap terlokalisasi tidak menjadi peritonitis umum. Pada salpingitis gonorrhoica tubae yang menjadi berat jatuh dalam cavum Douglasi dan menimbulkan retroflexio uteri fixata. Kalau ini terjadi maka pada toucher cavum Douglasi nyeri tekan dan juga pada coitus penderita mengalami perasaan nyeri (dyspareunia).DD :
1)      Kehamilan ektopik : biasanya tidak ada demam. LED tidak meninggi dan lekositose tidak seberapa. Kalau tes kehamilan positif (Galli Mainini) maka adnexitis dapat dikesampingkan tapi kalau negatif keduanya mungkin.
2)      Appendicitis : tempat nyeri tekan lebih tinggi (Mc. Burney).
Terapi :
a)      Istirahat, broad spectrum antibiotica dan corticosteroid.
b)      Usus harus kosong
b.      Tumor ovarium
Berbagai jenis tumor ovarium pada komplikasi kehamilan. Insidensi tumor pada kelainan sel yang terjadi pada kelompok beberapa usia diketahui melalui pemeriksaan USG secara rutin selama kehamilan. Dari hasil kilas balik KAT 2 dan kawan-kawan tahun 1983 menemukan rata-rata insidensi pada masa adneksal 1-200 kehamilan. Whitecar dan asosiasi (1999) melaporkan insidensi pada 1300 kehamilan dengan tumor dilakukan laparotomi.
1)      Tanda dan gejala kelainan pada ovarium
a)      Sakit kepala dan sering merasa lelah
b)      Tidak nafsu makan dan sulit untuk makan
c)      Sering kali muntah dan buang air besar
d)     Kembung terus menerus
e)      Sering merasa terlalu kenyang
f)       Sering merasa nyeri pada perut
g)      Berat badan turun drastis
h)      Ukuran perut bertambah besar
i)        Perdarahan pada vagina.
2)      Penanganan kelainan pada ovarium
Pada prinsipnya tumor ovarium memerlukan pembedahan tetapi ada beberapa kista benigna yang umumnya tidak memerlukan pembedahan seperti kista folikel de graaf kista korpus luteum dan kista endometrium.
a)      Non operatif
-          Radiokastrasi (radiasi pada ovarium, diharapkan terjadi menopause precox sehingga produksi estrogen berhenti)
-          GnTH (diberikan pra bedah untuk mengurangi perdarahan dan mengecilkan volume tumor)


b)      Operatif
Dapat dilakukan dengan laparatomi vaginal atau laparascopic assisted vaginal trysterectomi, meliputi
-          Miomektomi
-          Histerektomi total + salpingooofarektomi unilateral (Bunga rampai Obs. Gin II FK Undip Semarang).

H.    SALPINGITIS
Salpingitis Akut adalah suatu infeksi tuba fallopi yang dapat gonore atau piogenik. Salpingitis Subakut adalah stadium infeksi pertengahan diantara salpingitis akut dan kronis. Salpingittis Kronis adalah stadium infeksi tuba fallopi setelah stadium subakut. Tipe ini dapat timbul dalam 4 bentuk yaitu: piosalping, hidrosalping, salpingitis interstisialis kronis atau salpigitis ismika nodosa.
Salpingitis adalah Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar.
1.      Gejala/tanda awal
a.       Nyeri Abdomen: Nyeri abdomen bagian bawah merupakan gejala yang paling dapat dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri unilateral, bilateral, atau suprapubik, dan sering berkembang sewaktu atau segera setelah suatu periode menstruasi. Keparahannya meningkat secara bertahap setelah beberapa jam sampai beberapa hari, rasa nyeri cenderung menetap, bilateral pada abdomen bagian bawah, dn semakin berat dengan adanya pergerakan.
b.      Perdarahan pervaginam atau sekret vagina: perdarahan antar menstruasiatau meningkatnya aliran menstruasi atau kedua-duanya dapat merupakan akibat langsung dari endometritis atau pengaruh tidak langsung dari perubahan-peubahan hormonalyang berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat disebabkan oleh servitis.
c.       Gejala-gejala penyerta: menggigil dan demam lazim ditemukan. Anoreksia, nausea dan vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum. Disuria dan sering kencing menunjukkan adanyan keterkaitan dengan uretritis dan sistitis. Nyeri bahu atau nyeri kuadran kanan atas mungkin merupakan gejala dari perihepatitis gonokokus.
d.      Riwayat Menstruasi: menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan lamanya. Salpingitis dapat menjadi simptomatik pada hari keempat atau kelimadari siklus menstruasi.
2.      Upaya pencegahan
a.       Kurangi penggunan IUD bila pasien menderita Klamidia danGonorea.
b.      Pemeriksaan terhadap wanita.
c.       Antibiotik profilaktik rutin pada pengguna IUD jangan dilakukan.
3.      Mengatasi salpingitis untuk mencapai rasa nyaman, dengan cara:
a.       Mandi teratur 
b.      Obat untuk penghilang gatal
c.       Kompres hangat pada bagian abdomen yang merasa nyeri
d.      Pemberian terapi analgesic
e.       Konseling : PID dapat menyebabkan infertilitas karena tuba yang rusak, pasien harus mengatasi hal tersebut
f.       Pendidikan kesehatan yang diberikan:
1)      Pengetahuan tentang penyebab dan penyebaran infeksi serta efeknya
2)      Kegiatan seksual dikurangi atau menggunakan pengaman
3)      Cara mengatasi infeksi yang berulang
g.      Pengobatan dilanjutkan sampai pasien pulang dan sembuh total
Antibiotik :
1)      Cefotaxsime 2 gr IM atau
2)      Amoxsicillin 3 gr peroral atau
3)      Ampisilin 3,5 gr per os atau
4)      Prokain ampisilin G dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2 tempat. Masing-masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os.
* Diikuti dengan :
1)      Dekoksisiklin 100 mg per os dua kali sehari selama 10-14 hari
2)      Tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari. (Tidak digunakan untuk ibu hamil).
* Tirah baring
h.      Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk.
* Rawat Inap : Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu
* Perawatan di rumah sakit : memberikan obat antibiotik melalui Intravena(infuse) Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu.