Rabu, Januari 21

Asuhan Kebidanan Pada Infertilitas



PENDAHULUAN
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran. Namun sampai sdaat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50% pasangan infertil untuk memperoleh anak. Perkembangan ilmu infertilitas lebih lambat dibanding cabang ilmu kedokteran lainnya, kemungkinan disebabkan masih langkanya dokter yang berminat pada ilmu ini. Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya,maka pasangan infertil haruslah dilihat sebagai satu kesatuan. Penyebab infertilitaspun harus dilihat pada kedua belah pihak yaitu isteri dan suami. Salah satu bukti bahwa pasangan infertil harus dilihat sebagai satu kesatuan adalah aadanya faktor imunologi yang memegang peranan dalam fertilitas suatu pasangan. Faktor imunologi ini erat kaitannya dengan faktor semen/sperma, cairan/lendir serviks dan reaksi imunologi isteri terhadap semen/sperma suami.

1.      Pengertian infertilitas
Fertilitas adalah kemampuan seorang istri menjadi hamil dan suami bisa menghamili.
Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil. (Manuaba, 1998).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun. Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil. (Siswandi, 2006).

 2.      Pemeriksaan Infertilitas
a.      Syarat-Syarat Pemeriksaan
Pasangan infertil merupakan satu kesatuan biologis sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah:
1)      Istri dengan usia 20-30 tahun baru diperiksa setelah berusaha mendapatkan anak selama 12 bulan.
2)      Istri dengan usia 31-35 tahun dapat langsung diperiksa ketika pertama kali datang.
3)      Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun dilakukan pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini.
4)      Pemeriksaan infertil tidak dilakukan pada pasangan yang mengidap penyakit.
b.      Langkah Pemeriksaan
Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah dengan mencari penyebabnya. Adapun langkah pemeriksaan infertilitas adalah sebagai berikut :
1)      Pemeriksaan Umum
a)      Anamnesa, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami istri secara umum dan khusus.
-          Anamnesa umum
Berapa lama menikah, umur suami istri, frekuensi hubungan seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit yang pernah diderita, teknik hubungan seks, riwayat perkawinan yang dulu, apakah dari perkawinan dulu mempunyai anak, umur anak terkecil dari perkawinan tersebut.
-          Anamnesa khusus
Istri : Usia saat menarche, apakah haid teratur, berapa lama terjadi perdarahan/ haid, apakah pada saat haid terjadi gumpalan darah dan  rasa nyeri, adakah keputihan abnormal, apakah pernah terjadi kontak bleeding, riwayat alat reproduksi (riwayat operasi, kontrasepsi, abortus, infeksi genitalia).
Suami : Bagaimanakah tingkat ereksi, apakah pernah mengalami penyakit hubungan seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil.
b)      Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
c)      Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah.
d)     Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini bias pemeriksaan roentgen ataupun USG.
2)      Pemeriksaan Khusus
a)      Pemeriksaan Ovulasi
Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan berbagai pemeriksaan diantaranya :
-          Penatalaksanaan suhu basal; Kenaikan suhu basal setelah selesai ovulasi dipengaruhi oleh hormon progesteron.
-          Pemeriksaan vaginal smear; Pengaruh progesteron menimbulkan sitologi pada sel-sel superfisial.
-          Pemeriksaan lendir serviks; Hormon progesteron menyebabkan perubahan lendir serviks menjadi kental.
-          Pemeriksaan endometrium; Hormon estrogen, ICSH dan pregnandiol.
Gangguan ovulasi disebabkan :
-          Faktor susunan saraf pusat ; misal tumor, disfungsi, hypothalamus, psikogen. 
-          Faktor intermediate ; misal gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis.
-          Faktor ovarial ; misal tumor, disfungsi, turner syndrome.
Terapi : Sesuai dengan etiologi, bila terdapat disfungsi kelenjar hipofise ddengan memberikan pil oral yang mengandung estrogen dan progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan LH. Selain clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada wanita anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Atau dengan pemberian Human Menopausal Gonadotropin/ Human Chorionic Gonadotropin untuk wanita yang tidak mampu menghasilkan hormon gonadotropin endogen yang adekuat.
b)     Pemeriksaan Sperma  
Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang ditampung/ diperiksa adalah sperma yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma keluar.
-          Ejakulat normal :  volume  2-5 cc, jumlah spermatozoa 100-120 juta per cc, pergerakan 60 % masih bergerak selama 4 jam setelah dikeluarkan, bentuk abnormal 25 %.
-          Spermatozoa pria fertil  : 60 juta per cc atau lebih, subfertil : 20-60 juta per cc, steril : 20 juta per cc atau kurang.
Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens).
Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi keadaan spermatozoa adalah : a) Kentalnya lendir serviks; Lendir serviks yang mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair. b) pH lendir serviks; pH lendir serviks ± 9 dan bersifat alkalis. c) Enzim proteolitik.
d)     Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat membunuh spermatozoa.
Baik tidaknya lendir serviks dapat diperiksa dengan :
-          Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan bahwa : teknik coitus baik, lendir cerviks normal, estrogen ovarial cukup ataupun sperma cukup baik.
-          Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada pertengahan siklus.Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon estrogen ataupun antibiotika bila terdapat infeksi.
e)      Pemeriksaan Tuba
Untuk mengetahui keadaan tuba dapat dilakukan :
-          Pertubasi (insuflasi = rubin test); pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri.
-          Hysterosalpingografi; pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba bila terdapat sumbatan.
-          Koldoskopi; cara ini dapat digunakan untuk melihat keadaan tuba dan ovarium.
-          Laparoskopi; cara ini dapat melihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya.
f)       Pemeriksaan Endometrium
Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi dilakukan mikrokuretase. Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan, maka : endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron, produksi progesteron kurang.
Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon progesteron dan antibiotika bila terjadi infeksi.

3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi infertilitas
a.       Faktor usia
Ketika seorang wanita semakin berumur, maka semakin kecil pula kemungkin wanita tersebut untuk hamil. Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia wanita. Wanita yang sudah berumur akan memiliki kualitas oosit yang tidak baik akibat adanya kelainan kromosom pada oosit tersebut.
Penyebab
1)      Pada wanita
Gangguan organ reproduksi :
a)      Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina
b)      Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
c)      Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang
d)     Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu
e)      Gangguan ovulasi. Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi.
f)       Kegagalan implantasi Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus
g)      Faktor immunologis Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
h)      Lingkungan Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.

2)      Pada Pria

Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu :

a)      Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
b)      Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
c)      Abnormalitas ereksi
d)     Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
e)      Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
f)       Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti kanker
g)      Abrasi genetik
b.      Infertilitas Disengaja
Infertilitas yang disengaja disebabkan pasangan suami istri menggunakan alat kontrasepsi baik alami, dengan alat maupun kontrasepsi mantap.
c.       Infertilitas Tidak Disengaja
1)      Pihak Suami, disebabkan oleh: 
a)      Gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-sel testis), misal: aspermia, hypospermia, necrospermia.
b)      Kelainan mekanis, misal: impotensi, ejakulatio precox, penutupan ductus deferens, hypospadia, phymosis. Infertilitas yang disebabkan oleh pria sekitar 35-40 %.
2)      Pihak Istri, penyebab infertilitas pada istri sebaiknya ditelusuri dari organ luar sampai dengan indung telur.
a)      Gangguan ovulasi, misal: gangguan ovarium, gangguan hormonal.
b)      Gangguan ovarium dapat disebabkan oleh faktor usia, adanya tumor pada indung telur dan gangguan lain yang menyebabkan sel telur tidak dapat masak. Sedangkan gangguan hormonal disebabkan oleh bagian dari otak (hipotalamus dan hipofisis) tidak memproduksi hormon-hormon reproduksi seperti FSH dan LH. 
c)      Kelainan mekanis yang menghambat pembuahan, meliputi kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis cervicalis atau hymen, fluor albus, kelainan rahim.
d)     Kelainan tuba disebabkan adanya penyempitan, perlekatan maupun penyumbatan pada saluran tuba.
e)      Kelainan rahim diakibatkan kelainan bawaan rahim, bentuknya yang tidak normal maupun ada penyekat. Sekitar 30-40 % pasien dengan endometriosis adalah infertil. Endometriosis yang berat dapat menyebabkan gangguan pada tuba, ovarium dan peritoneumInfertilitas yang disebabkan oleh pihak istri sekitar 40-50 %, sedangkan penyebab yang tidak jelas kurang lebih 10-20 %. 

4.      Masalah yang timbul pada infertilitas
Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu air mani, masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah ovarium, dan masalah peritoneum. Masalah air mani meliputi karakteristiknya yang terdiri dari koagulasinya dan likuefasi, viskositas, rupa dan bau, volume, pH dan adanya fruktosa dalam air mani. Pemeriksaan mikroskopis spermatozoa dan uji ketidakcocokan imunologi dimasukkan juga kedalam masalah air mani.
a.       Masalah vagina kemungkinan adanya sumbatan atau peradangan yang mengirangi kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks.
b.      Masalah serviks meliputi keadaan anatomi serviks, bentuk kanalis servikalis sendiri dan keadaan lendir serviks. Uji pascasenggama merupakan test yang erat berhubungan dengan faktor serviks dan imunologi.
c.       Masalah uterus meliputi kontraksi uterus, adanya distorsi kavum uteri karena sinekia,mioma atau polip, peradangan endometrium. Masalah uterus ini menggangu dalam hal implantasi, pertumbuhan intra uterin, dan nutrisi serta oksigenasi janin.
d.      Pemeriksaan untuk masalah uterus ini meliputi biopsi endometrium,histerosalpingografi dan histeroskopi. Masalah tuba merupakan yang paling sering ditemukan (25-50%). Penilaian patensi tuba merupakan salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolhan infertilitas.
e.       Masalah ovarium meliputi ada tidaknya ovulasi, dan fungsi korpus luteum. Fungsi hormonal berhubungan dengan masalah ovarium, ini yang dapat dinilai beberapa pemeriksaan antara lain perubahan lendir serviks, suhu basal badan, pemeriksaan hormonal dan biopsi endometrium.
f.       Masalah imunologi biasanya dibahas bersama-sama masalah lainnya yaitu masalah serviks dan masalah air mani karena memang kedua faktor ini erat hubungannya dengan mekanisme imunologi.
5.      Manajemen kebidanan pada infertilitas.
a.       Nasehat Untuk Pasangan Infertil
Bidan dapat memberikan nasehat kepada pasangan infertil, diantaranya:
1)      Meminta pasangan infertil mengubah teknik hubungan seksual dengan memperhatikan masa subur.
2)      Mengkonsumsi makanan yang meningkatkan kesuburan.
3)      Menghitung minggu masa subur.
4)      Membiasakan pola hidup sehat
b.      Pengobatan
1)      Terapi oklusi
Di sini suami menggunakan kondom selama 6-9 bulan bila isteri mempunyai bukti faktor imunologis sebagai penyebab infertilitasnya. Ada yang menganjurkan 6-12 bulan. Tujuannya adalah untuk mengurangi titer antibodi antispermatozoa dengan mencegah pengulangan stimulasi antigenik. Uji imunologi harus diulang setiap 3 bulan sehingga menjadi negatif atau titernya menjadi 1:4 atau kurang. Terapi ini tidak memberikan hasil yang memuaskan pada isteri yang mempunyai antibodi antisperma dalam serumnya. Terapi ini lebih rasional bila diberikan pada pasien dengan adanya faktor imunologik lokal (lendir serviks). Franklin dan Dukes melaporkan bahwa kondom efektif untuk beberapa pasien. Tetapi menurut Aiman tidak ada bukti yang menyakinkan untuk pemakaian kondom ini.
2)      Inseminasi intrauterin
Inseminasi intrauterin terutama diberikan bila terbukti adanya antibodi antisperma lokal pada lendir serviks yang menyebabkan kegagalan penetrasi lendir serviks oleh sperma. Memang indikasi inseminasi ini masih kontroversi karena beragamnya hasil yang dilaporkan. Angka keberhasilan dengan metode ini berkisar antara 20-30%. Francavilla dkk dalam penelitiannya tidak berhasil melakukan inseminasi intrauterin ini dimana spermatozoa yang digunakan semuanya berikatan dengan antibodi. Sedangkan Rojas dalam penelitiannya terhadap 41 orang yang dilakukan inseminasi dengan menggunakan sperma yang dicuci hanya mendapatkan insidens antibodi antisperma (+) pada 2 pasien (4,8%).
3)      Terapi imunosupresif/kortikosteroid
Terapi kortikosteroid dapat diharapkan menurunkan produksi ASA. Suami diberikan 20 mg prednisolon selama 10 hari pertama sesuai siklus isteri dan 5 mg/hari pada hari ke 11-12 selama 3 siklus. Ada juga peneliti yang menggunakan metilprednisolon.
Lahteenmaki membandingkan efektivitas pemberian prednisolon oral dengan inseminasi intrauteri pada 46 pasangan dengan antibodi antisperma (+) pada suami. Suami diberi prednisolon 20 mg/hari selama 10 hari ditambah 5 mg/hari pada hari ke 11-12 selama 3 siklus. Namun pada penelitian ini ia berkesimpulan bahwa inseminasi lebih baik dibandingkan terapi steroid pada suami.
Penelitian lain yaitu membandingkan 30 pasangan dengan antibodi antisperma suami positif yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama diberikan steroid oral selama 4 bulan dan dilakukan inseminasi, sedangkan kelompok kedua diberikansteroid selama 4 bulan dan diberikan jadwal hubungan suami isteri. Steroid yang diberikan yaitu prednisolon selama 4 bulan dan diberikan jadwal hubungan suami isteri. Steroid yang diberikan yaitu prednisolon selama 10 hari pertama siklus istri dan 10 mg pada hari ke11 dan 12. Didapatkan tingkat kehamilan pada kelompok pertama sebesar 39,4 % dan kelompok kedua 4,8%. Memang disini masih belum jelas apakah faktor steroid berperan dalam tingginya tingkat kehamilan karena masih ada faktor lain yaitu keadaan superovulasi, bypass terhadap lendir serviks atau perbaikan lingkungan uterus. Beberapa efek samping pemakaian imunosupresif ini antara lain nekrosis aseptik sendi paha, kambuhnya ulkus duodenal.
4)      Pencucian spermatozoa
Metode ini merupakan salah satu metode menghilangkan antibodi antisperma yang terikat pada sperma. Disini sperma dari suami dicuci beberapa kali dengan buffer fisiologik yang ditambah serum/albumin manusia 5-10%. Spermatozoa yang telah dicuci diinseminasi kekanalis servikalis atau kavum uteri isteri. Kualitas sperma yang baik penting sekali dalam metode ini.
5)      Penggunaan heparin dan aspirin
Pada keadaan infertilitas yang disebabkan adanya faktor autoimum dimana didapatkan antibodi antifosfolipid beberapa peneliti menggunakan heparin dan aspirin sebagai obat yang digunakan. tingkat kehamilan sebesar 49% pada kelompok terapi dan hanya 16% pada kelompok non terapi. penggunaan heparin dasn aspirin dosis rendah lebih bik dibandingkan hanya menggunakan aspirin saja. angka kehamilan 44% pada kelompok aspirin dan 80% pada kelompok aspirin ditambah heparin. menggunakan aspirin 100 mg perhari mulai 1 bulan sebelum konsepsi sampai selama kehamilan dapat meningkatkan angka keberhasilan kehamilan dari 6,1% sampai 90,5%.

1 komentar: