A.
ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Angka kematian ibu di Indonesia
cukup tinggi yaitu 379/100.000 kelahiran hidup. Anemia pada kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung AKI. Anemia merupakan gangguan medis yang paling umum
ditemui pada masa hamil, mempengaruhi sekurang-kurangnya 20 % wanita hamil. Kekurangan
gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia
defisiensi ibu hamil di Indonesia. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan
oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling
berinteraksi.
Anemia ringan mungkin tidak
secara langsung merupakan penyebab kematian akan tetapi dapat mengakibatkan
resiko perdarahan. Dibanding wanita sehat, wanita anemia akan mengalami keadaan
fatal apabila terjadi perdarahan.
1.
Pengertian Anemia
Yang dimaksud dengan anemia kehamilan adalah jika
kadar hemoglon < 11 gr/dL pada trimester 1 dan 2, atau jika kadar
hemoglobin < 10,5 gr/dL pada trimester 3.
Anemia adalah suatu keadaan
dimana jumlah eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun,
sehingga terjadi penurunan transportasi oksigen dari paru ke janin.
Anemia adalah penurunan kadar
hemoglobin yang di jumpai selama kehamilan pada wanita sehat yang tidak
mengalami defisiensi besi atau folat yang di sebabkan oleh penambahan volume
plasma yang relative lebih besar dari pada penambahan massa hemoglobin dan
volume sel darah. (Cunningham G, 2005)
2.
Tingkatan Anemia
a.
Anemia ringan : 9-10 gr/dL
b.
Anemia sedang : 7-8 gr/dL
c.
Anemia berat : < 7 gr/dL
3. Etiologi Anemia
Penyebab anemia diantaranya adalah :
a.
Kekurangan gizi (malnutrisi)
b.
Defisiensi zat besi
c.
Mal absorpsi
d.
Kehilangan darah banyak dalam
persalinan yang lalu atau riwayat perdarahan
e.
Penyakit kronik, seperti : TBC,
paru, malaria, dll
4. Patofisiologi Anemia
Kebutuhan darah bertambah
banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia, akan tetapi bertambahnya
sel-sel darah kurang dibanding dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi
pengenceran darah. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pengenceran meringankan
kerja jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, sebagai akibat
hidremia cardiac output meningkat. Akibat defisiensi Fe sehingga unsur-unsur
dalam sirkulasi darah berkurang, jumlah Hb dalam tubuh berkurang dan kekurangan
ini terutama terjadi di hati, limfa, dan sumsum tulang sehingga menyebabkan
anemia.
5. Gejala Anemia
a.
Pucat pada kulit dan konjungtiva
b.
Mudah pingsan
c.
Cepat lelah, keletihan dan
mengantuk
d.
Sering pusing
e.
Mata berkunang-kunang
f.
Nafsu makan berkurang
g.
Hepatomegali (pembesaran hati)
h.
Splenomegali (pembesaran lien)
i.
TD normal
j.
Gejala klinik dapat terlihat pada
tubuh yang malnutrisi
k.
Jika hasil pemeriksaan kadar
hemoglobin tidak akurat, hal ini mungkin akibat dari kadar LED darah yang cepat
ataupun spesimen yang tidak tercampur dengan baik.
6. Tanda Anemia
Tanda yang berkaitan dengan anemia (Varney, 2006) :
a.
Pucat
b.
Ikterik
c.
Hipotensi
d.
Edema perifer
e.
Membran mukosa dan bantalan kuku
pucat
f.
Lidah halus (papil tak menonjol),
lecet
g.
Takikardia
h.
Takipnea, dispnea saat
beraktivitas
7. Pengaruh Anemia
a.
Pengaruh anemia terhadap
kehamilan, persalinan & nifas
1)
Keguguran atau abortus
2)
Partus prematuritas
3)
Inersia dan partus lama, keadaan
ibu lemah
4)
Atonia uteri dan menyebabkan
perdarahan
5)
Syok
6)
Infeksi intrapartum dan
postpartum
b.
Pengaruh anemia terhadap hasil
konsepsi
1)
IUFD
2)
Kematian mudigah
3)
Kematian janin waktu lahir
4)
Prematuritas
5)
Kelainan kongenital
6)
Cadangan besi kurang
8. Penatalaksanaan Medis
a.
Mendiagnosis
Evaluasi awal pada wanita hamil
dengan anemia adalah melakukan pengukuran hemoglobin, hematokrit, dan
indeks-indeks sel-sel darah merah; pemeriksaan cermat terhadap sediaan
apus darah tepi.
b.
Penanganan
1)
Anemia Ringan
Pada kehamilan dengan kadar Hb
9 – 10,9 gr% masih dianggap ringan sehingga hanya perlu diberikan kombinasi 60
mg/ hari besi dan 400 mg asam folat peroral sekali sehari. Hb dapat dinaikkan
sebanyak 1 gr%/ bulan.
2)
Anemia Sedang
a)
Pengobatan dapat dimulai dengan
pemberian preparat besi feros 600 – 1000 mg/ hari seperti sulfat ferossus atau
glukonas ferossus. Hb dapat dinaikkan sampai 10 gr/ 100 ml atau lebih asal
masih ada cukup waktu sampai janin lahir. (Saifuddin, 2000)
b)
Pemberian tablet Fe 3×1 (Varney,
2007)
3)
Anemia Berat
Pemberian preparat parenteral
yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg ( 20 ml ) intravena 2×10 ml
intramuskuler pada gluteus. Transfusi darah kehamilan lanjut dapat diberikan
walaupun sangat jarang diberikan mengingat resiko transfusi bagi ibu dan janin.
(Saifuddin, 2000)
9. Klasifikasi Anemia
a.
Anemia
defisiensi besi
1)
Pengertian
Adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat dari
kekurangan zat besi
2)
Patofisiologi
Darah meningkat 50% dalam kehamilan (hipervolemia),
penambahan sel darah tidak sebanding dengan plasma darah (plasma 30%, sel darah
18%, Hb 19%). Terjadi pengenceran darah. Pembentukan sel darah merah terlalu
lambat. Volume darah bertambah sejak usia kehamilan 10 minggu. Puncaknya
penambahan darah pada usia kehamilan 32-36 minggu.
3)
Etiologi
a)
Makanan tidak cukup mengandung
zat besi (Fe)
b)
Komposisi makanan tidak baik
untuk penyerapan
c)
Adanya gangguan penyerapan
(penyakit usus)
d)
Kebutuhan Fe meningkat
4)
Gejala
klinis
a)
Data subjektif : ibu mengatakan
sering pusing, cepat lelah, lemas, susah bernafas
b)
Data objektif : konjungtiva
pucat, muka pucat, ujung-ujung kuku pucat
5)
Faktor penyebab anemia defisiensi
besi
a)
Perdarahan
Perdarahan dari uterus (menstruasi, persalinan dan
kelainan ginekologis)
b)
Kebutuhan meningkat
Terjadi karena kehamilan, untuk pertumbuhan dan
prematuritas
c)
Mal absorpsi
Apabila terjadi mal absorpsi di dalam tubuh, maka
akan mengakibatkan kandungan zat besi yang terkandung dalam makanan tidak dapat
dicerna atau diserap oleh tubuh dengan baik sehingga zat besi yang diproduksi
oleh tubuh berkurang.
6)
Komplikasi
a)
Trimester 1 : missed abortus,
kelainan kongenital, abortus
b)
Trimester 2 : partus prematurus,
perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (PJT), asfiksia,
gestosis/manifestasi keracunan karena kehamilan, IQ bayi rendah, dekompensasi
kordis)
c)
Trimester 3 : gangguan his primer
dan sekunder, janin lahir anemia, persalinan dengan tindakan tinggi, ibu cepat
lelah
7)
Pemantauan
a)
Periksa kadar Hb setiap 2 minggu
b)
Bidan memberikan suplemen zat
besi kepada kliennya yang memeriksakan diri
c)
Efek samping berupa gejala
gangguan gastrointestinal : konstipasi, diare, rasa terbakar di ulu hati, nyeri
abdomen dan mual
8)
Pencegahan
a)
Sulfas ferrosus 1 tablet/hari
b)
Anjurkan makan lebih banyak
protein dan sayur-sayuran yang banyak mengandung vitamin dan mineral
c)
Pemberian preparat besi
d)
Pemeriksaan kadar Hb pada
trimester 1 dan 2
e)
Pemberian vitamin C untuk
membantu penyerapan zat besi. Penyerapan zat besi yang terbaik adalah pada waktu
perut kosong
f)
Susu dan antasida dapat
mengurangi penyerapan zat besi
g)
Hindari kafein, misalnya kopi dan
teh
h)
Sebelum dan selama kehamilan
mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi, asam folat dan vitamin B
9)
Penatalaksanaan
a)
Penatlaksanaan Bidan
-
Memeriksakan kadar
Hb semua ibu hamil pada kunjungan
pertama dan pada trimester III untuk mengetahui apakah kadar
Hb ibu dibawah 11 g'%.
pertama dan pada trimester III untuk mengetahui apakah kadar
Hb ibu dibawah 11 g'%.
-
Pemenuhan kalori
300 kalor/hari dan suplemen zat besi 60
mg/hari.
mg/hari.
-
Pada anemia
defisiensi besi yaitu dengan preparat besi : fero
sulfat, fero gluconat atau Na-feri bisitrat. Pemberian prefarat
60 mg/hari.
sulfat, fero gluconat atau Na-feri bisitrat. Pemberian prefarat
60 mg/hari.
-
Beri penyuluhan
gizi pada setiap kunjungan antenatal, tentang
perlunya mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi
dan perlunya minum tablet zat besi.
perlunya mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi
dan perlunya minum tablet zat besi.
-
Sarankan ibu hamil
untuk tetap minum tablet zat besi l x l per
hari.
hari.
b)
Penatalaksanaan Dokter
-
Oral : pemberian fero sulfat,/fero
gluconat/Na-fero bisitrat 60 mg/hari, 800 mg selama kehamilan, 150-100 mg/hari
-
Parenteral : pemberian ferum
dextran 1000 mg (20 ml) IV atau 2×10 ml/IM
b.
Anemia megaloblastik
1)
Pengertian
Adalah anemia yang terjadi karena kekurangan asam
folat
2)
Peran
asam folat :
a)
Untuk pertumbuhan dan replikasi
sel
b)
Mencegah terjadinya perubahan
pada DNA yang dapat menyebabkan kanker
c)
Penting dalam pembentukan sel
d)
Darah merah membutuhkan asam
folat
e)
Membantu perkembangan janin
3)
Gejala
a)
Tangan atau kaki kesemutan dan
kaku
b)
Kehilangan sensasi sentuh
c)
Kehilangan kemampuan indera
penciuman
d)
Sulit berjalan dan terlihat goyah
e)
Demensia (kehilangan kemampuan
psikis atau mental)
f)
Kejiwaan terganggu (halusinasi,
paranoia, psikosis/gangguan jiwa yang disertai dengan disintegrasi kepribadian)
c.
Anemia
hipoplastik
Adalah anemia yang terajdi akibat sumsum tulang
kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Jarang dijumpai dalam kehamilan
1)
Gejala Anemia Hipoplastik
a.
Disertai dengan trombositopenia,
dan leucopenia
b.
Disertai kelainan kongenital
sering terjadi akibat obat-obatan, zat kimia, infeksi, irradiasi, leukemia dan
kelainan immunologik
c.
Bisa juga trejadi akibat
transplantasi sumsum tulang atau transfusi darah berulang kali
d.
Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang terjadi akibat sel darah merah
lebih cepat hancur dari pembentukannya
Etiologi tidak jelas & kejadian langka
1) Patofisiologis
Hemolisis berat timbul secara dini dalam kehamilan
dan hilang beberapa bulan setelah bersalin
2) Penanganan
Penambahan darah tidak memberikan hasil, tetapi
hanya untuk meringankan penderitaan ibu dan mengurangi bahaya hipoksia pada
janin
10. Asuhan
Kebidanan dengan 7 Langkah Pemecahan Masalah
a.
Mengetahui masalah dengan
mengdefinisikan masalah yang dihadapi
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit
yang beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun, sehingga terjadi penurunan
transportasi oksigen dari paru ke janin, dimana keadaan kadar haemoglobin dibawah
11 g % anemia ringan.
b.
Mengumpulkan fakta-fakta dan
data-data yang relevan
Ibu hamil dengan anemia akan didapatkan keluhan
cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah
lebih hebat pada ibu hamil muda serta kadar Hb untuk anemia ringan adalah 9 –
10 g%. pada kasus anemia ini ditemukan keluhan-keluhan yang terjadi pada ibu
hamil dengan anemia seperti pusing, dan cepat lelah dan kadar Hb dalam darah
ibu yaitu 9,5 g% dan sering mengeluh pusing dan lemah konjungtiva pucat dan
tekanan darah 110/70 mmHg.
c.
Mengolah Fakta dan data
Ibu hamil dengan anemia ringan dapat terjadi
potensial terjadinya anemia sedang, terjadinya perdarahan pada kehamilan,
terjadinya asfiksia dan BBLR. Pada kasusu ini hamil dengan anemia ringan
potensial terjadinya anemia sedang, terjadinya perdarahan pada kehamilan,
terjadinya asfiksia dan BBLR.
d.
Menentukan beberapa alternatif
pemecahan masalah
Pada kasus anemia ini alternatif pemecahan masalah
yang diberikan : pemberian tablet Fe, pemeriksaan kadar Hb, memberikan
infromasi tentang pengaruh anemia terhadap janin dan ibu, konseling peningkatan
asupan gizi tinggi, protein dan zat besi. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang
cukup.
e.
Memilih pemecahan masalah dari
beberapa alternatif yang dipilih
Memberikan tablet Fe 30 butir 1 x 1 dan diberitahu
cara meminumnya serta efek sampingnya, melakukan pemeriksaan kadar Hb
memberitahu ibu pengaruh anemia terhadap janin dan ibunya sendiri. Konseling
tentang cakupan nutrisi dan istirahat
f.
Menentukan tindakan yang akan
diambil
Ibu diberi tablet Fe 30 butir 1 x 1 dan diberitahu
cara meminumnya serta efek sampingnya, melakukan pemeriksaan kadar Hb oleh
petugas kesehatan, memberitahu ibu pengaruh anemia terhadap janin dan ibunya
sendiri. Konseling tentang cakupan nutrisi dan istirahat
g.
Evaluasi
Ibu mau datang ke puskesmas untuk melakukan
pemeriksaan Hb, mau minum tablet darah yang diberikan petugas kesehatan dan ibu
paham mengenai penaruh anemia terhadap ibu dan janin. Ibu pun dapat
mengevaluasi perkembangan kehamilan dengan hasil yang sesuai harapan.
B.
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
1.
Pengertian Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah gejala mual dan muntah yang berlebihan pada ibu hamil yang dapat berlangsung
sampai usia kehamilan 4 bulan menyebabkan keadaan umum menjadi buruk.
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah berlebihan
selama masa hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal dan berlangsung
selama kehamilan trimester pertama (Varney, 2006).
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah
berlebihan pada wanita hamil hingga mengganggu aktivitas. Batasan mual
dikatakan lebih dari 10 kali muntah dengan penurunan keadaan umum ibu.
Hiperemesis gravidarum adalah gejala mual muntah
pada ibu hamil trimester pertama yang terjadi setiap saat (Wiknjosastro, 2007).
2.
Etilogi Hiperemesis Gravidarum
Penyebab hiperemesis gravidarum
belum pasti, diduga karena faktor hormonal, neurologis, metabolik, psikologis,
keracunan, faktor endokrin, paritas, riwayat kehamilan mola dan kembar.
3.
Patofisiologis Hiperemesis Gravidarum
Peningkatan kadar esterogen dapat menyebabkan mual
pada trimester pertama. Apabila mual muntah terjadi terus menerus dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat, dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi. Sehingga oksidasi lemak tidak sempurna, dan terjadi ketosis dengan
tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida dan aseton darah.
Mual dapat menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan
ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Dehidrasi
juga menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang.
Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang.
Selain terjadi dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit, terjadi pula robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung
(sindroma molarry-weiss) yang berakibat perdarahan gastrointestinal
(Mansjoer, 2000).
4.
Klasifikasi Hiperemesis Gravidarum
a.
Hiperemesis gravidarum tingkat I
1)
Muntah terus menerus
2)
Ibu merasa lemah
3)
Nafsu makan tidak ada
4)
Berat badan turun
5)
Nyeri epigastrium
6)
Nadi meningkat sekitar 100x/menit
7)
Tekanan darah turun
8)
Turgor kulit mengurang
9)
Lidah mengering
10)
Mata cekung
b.
Hiperemesis gravidarum tingkat II
1)
Ibu lebih lemah dan apatis
2)
Turgor kulit lebih mengurang
3)
Lidah mengering dan nampak kotor
4)
Nadi rendah dan cepat
5)
Suhu tubuh kadang-kadang naik
6)
Mata cekung dan sedikit ikterus
7)
BB dan TD turun
8)
Hemokonsenterasi, oliguria dan
konstipasi
9)
Ditemukan aseton pada air kencing
c.
Hiperemesis gravidaum tingkat III
1)
Keadaan umum lebih parah
2)
Muntah berhenti
3)
Kesadaran menurun dari somnolen
sampai koma
4)
Nadi kecil dan cepat
5)
Suhu meningkat
6)
TD dan BB turun
7)
Ensepal
5.
Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum
a.
Penataksanaan Bidan
1)
Komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) tentang kehamilan muda yang disertai dengan emesis
gravidarum;
2)
Anjurkan ibu hamil
tidak segera bangun dari tempat tidur agar terjadi adaptasi aliran darah menuju
susunan saraf pusat;
3)
Nasehatkan tentang
diit ibu hamil: makan porsi sedikit tapi sering, menghindari makanan yang
merangsang muntah;
4)
Pemberian
obat-obatan ringan seperti: sedatif, vitamin, anti emetik, anti histamin;
5)
Dukungan psikologis
berupa: menghilangkan rasa takut, mengurangi pekerjaan, menghilangkan masalah
dan konflik;
6)
Perawatan di rumah
sakit meliputi: isolasi sampai mual muntah berkurang; penambahan cairan
(glukosa 5% 2-3 liter dalam 24 jam, pemberian kalium dan vitamin apabila
diperlukan); terminasi kehamilan apabila kondisi memburuk.
7)
Pemeriksaan
laboratorium berupa: analisis urun, kultur urin; darah rutin; fungsi hati
(SGOT, SGPT, alkaline fostase); pemeriksaan tiroid (tiroksin dan TSH);
Na, Cl, K, glukosa, kreatinin, asam urat; serta USG untuk menghindari kehamilan
mola.
b.
Penatalaksanaan Rumah Sakit
1)
Rawat inap
2)
Stop makan dan minum dalam 24 jam
pertama
3)
Obat-obatan diberikan secara
parenteral
4)
Infus D10% (2000 ml) dan RL 5%
(2000 ml) per hari
5)
Pemberian antiemetik
(metokopramid hidrochlorid)
6)
Roborantia/obat penyegar
7)
Diazepam 10 mg IM (jika perlu)
8)
Psikoterapi
9)
Lakukan evaluasi dalam 24 jam
pertama
10) Bila keadaan membaik, boleh diberikan makan dan minum secara bertahap
11) Bila keadaan tidak berubah : stop makan/minum, ulangi penatalaksanaan
seperti sebelumnya untuk 24 jam kedua
12) Bila dalam 24 jam tidak membaik pertimbangkan untuk rujukan
13) Infus dilepas setelah 24 jam bebas mual dan muntah
14) Jika dehidrasi berhasil diatasi, anjurkan makan makanan lunak porsi kecil
tapi sering, hindari makanan yang berminyak dan berlemak, kurangi karbohidrat,
banyak makan makanan yang mengandung gula
6.
Komplikasi Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum dapat
menyebabkan komplikasi selama kehamilan pada organ tubuh, diantaranya kelainan
organ hepar, jantung, otak dan ginjal. Adapun kelainan organ pada hepar
menyebabkan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis; pada jantung
menyebabkan jantung atrofi, kecil dan biasa; pada otak menyebabkan perdarahan
bercak dan pada ginjal menyebabkan pucat, degenerasi lemak pada tubuli
kontroli.
C.
ABORTUS
1.
Pengertian Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan, berat janin kurang dari 500 gram dan umur
kehamilan kurang dari 20 minggu.
2.
Etiologi Abortus
Penyebab terjadinya abortus antara lain :
a.
Faktor kelainan ovum :
degenerasi hidatid villi
b.
Faktor ibu : penderita anomali
kongenital, kelainan letak uterus, kurangnya persiapan uterus, distorsio
uterus, peregangan uterus terlalu cepat (kehamlan mola, gemeli)
c.
Gangguan sirkulasi plasenta :
penderita nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomali plasenta
d.
Penyakit ibu : penyakit
infeksi, keracunan, malnutrisi, gangguan metabolisme, penyakit kardiovaskuler
e.
Faktor embrionik
f.
Kelainan kromosm
g.
Antagonis rhesus
h.
Korpus luteum terlalu cepat
atrofi atau faktor serviks
i.
Rangsangan kontraksi uterus :
laparotomi, terkejut, uterotonika
3.
Klasifikasi Abortus
Abortus dapat diklasifikasi menjadi :
a.
Abortus spontan
Abortus spontan adalah abortus tidak disengaja
atau alami. Abortus spontan dapat dibagi menjadi :
1)
Abortus Inkompletus (kegugran
tidak lengkap)
Adalah abortus yang sebagian hasil konsepsinya
telah keluar, tetapi desidua atau plasenta masih tertinggal.
Tanda klinis : amenorea, nyeri perut, perut
mules, perdarahan sedikit / banyak, keluar jaringan / fetus, serviks terbuka.
Terapi : pemberian cairan, digital dan kuretase,
uterotonika dan antibiotik.
2)
Abortus kompletus (abortus
lengkap) adalah aortus yang hasil konsepsi (desidua dan fetus) keluar
seluruhnya.
Tanda klinis : terdapat rasa nyeri dan perdarahan
telah berhenti, ostium uteri tertutup, uterus mengecil, rongga rahim kosong.
Terapi : pemberian uterotonika
3)
Abortus insipiens (abortus
berlangsung)
Adalah abortus yang sedang berlangsung dan tidak
dapat dipertahankan.
Tanda : perdarahan banyak, ostum terbuka, ketuban
teraba, berlangsung beberapa jam dan nyeri perut.
Komplikasi : kematian ibu, infeksi
Terapi : terminasi kehamilan, pemberian cairan,
digital dan kuretase, uterotonika dan antibiotik.
4)
Abortus iminens (abortus
mengancam)
Adalah abortus yang mengancam dan dapat
dipertahankan
Tanda : ostium tertutup, tinggi fundus uteri
sesuai umur kehmailan, perdarahan bercak dan nyeri perut bagian bawah.
Terapi : bed
rest total, obat hormonal dan antispasmodika
Apabila perdarahan berlanjut, evaluasi kondisi
kehamilan dan jika reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif maka
dilakukan kuretase.
b.
Abortus provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja.
Abortus provokatus dapat dibagi menjadi :
1)
Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus yang
dilakukan karena indikasi medis, misalnya penyakit jantung, hipertensi, Ca.
Serviks
2)
Abortus kriminalis yaitu
abortus yang dilakukan karena tindakan legal tanpa indikasi medis
c.
Abortus tertunda (missed abortion)
Adalah janin sudah mati, masih di dalam uterus
dan tidak keluar sendiri atau diresorbsi, mengering dan menipis atau menjadi
mola karnosa.
Tanda : amenorea, perdarahan sedikit berulang
berwarna cokelat gelap, fundus tidak bertambah tinggi, reaksi kehamilan
negatif, serviks tertutup dan ada sedikit darah, perut terasa dinggin / kosong.
Terapi : pemberian uterotonika, dilatasi dan
kuretase serta pemberian antibiotik
Komplikasi : hipo atau afibrinogenemia
d.
Abortus habitual
Adalah abortus yang terjadi berturut-turut 3 kali
atau lebih
Etiologi : kelainan ovum / sperma, faktor ibu
(disfungsi tiroid, kelainan korpus luteum, plasenta, malnutrisi, kelainan
anatomi, penyakit penyerta kehamilan)
Pemeriksaan : histerosalpingografi, BMR dan kadar
iodium darah serta psiko analisis
Terapi : pengobatan kelainan endometrium, kurangi
/ hentikan kebiasaan buruk. Pada serviks inkometen dilakukan tindakan operatif
e.
Abortus infeksius dan abortus
septik
Abortus infeksius adalah abortus yang disertai
dengan infeksi genital, sedangkan abortus septik adalah abortus yang
disertaidengan infeksi berat, penyebaran kuman sampai peredaran darah /
peritoneum.
Tanda abortus infeksius : amenorea, perdarahan,
keluar jaringan
Tanda abortus septik : sakit berat, panas tinggi,
nadi kecil dan cepat, TD turun, syok
Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba
jaringan, perdarahan, tanda infeksi genital
Terapi : pemberian cairan, antibiotik dan
tindakan operatif.
4.
Diagnosis Abortus
a.
Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada
tidaknya gejala/keluhan lain, cari faktor resiko/predisposisi, riwayat penyakit
umum dan obstetri
b.
Prinsip : wanita usia
reproduktif dengan perdarahan pervaginam abnormal HARUS selalu dipertimbangkan
kemungkinan adanya kehamilan
c.
Pemeriksaan fisik umum : KU,
TTV, jika KU buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera
d.
Pemeriksaan ginekologik : ada
tidaknya tanda akut abdomen, jika memungkinkan cari sumber perdarahan apakah
dari dinding vagina atau jaringan serviks atau keluar ostium. Jika perlu ambil
darah/cairan/jaringan untuk pemeriksaan penunjang (ambil sediaan sebelum PD),
lakukan PD dengan hati-hati
e.
Bimanual : tentukan besar dan
letak uterus, tentukan apakah 1 jari pemeriksa dapat masuk kedalam ostium
dengan mudah/lunak atau tidak (lihat ada/tidaknya dilatasi serviks), jangan dipaksakan.
Adneksa dan parametrium diperiksa, ada/tidaknya massa atau tanda akut lainnya.
5.
Komplikasi Abortus
Komplikasi abortus antara lain :
a.
Perdarahan (hemorraghe)
b.
Perforasi
c.
Infeksi dan tetanus
d.
Ginjal akut
e.
Syok
D.
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
1.
Pengertian KET
Kehamilan
ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga rahim, janin
tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali. Kehamilan
ektopik disebut juga ectopic pregnancy, ectopic gestation, eccecyesis.
Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian ibu pada umur kehamilan trimester
pertama. Frekuensi kejadian kehamilan ektopik berkisar 1: 14,6 % dari seluruh
kehamilan.
2.
Etiologi KET
Penyebab kehamilan ektopik belum diketahui secara
pasti. Namun demikian, penyebab kehamilan ektopik yang paling sering adalah
faktor tuba (95%). Di bawah ini merupakan penyebab kehamilan ektopik:
a. Faktor tuba, meliputi: penyempitan lumen tuba, gangguan
silia tuba, operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna, endometriosis
tuba, tumor;
b. Faktor ovum, meliputi: rapid cell devision,
migrasi eksternal dan internal ovum, perlekatan membran granulosa;
c. Penyakit radang panggul;
d. Kegagalan kontrasepsi;
e. Efek hormonal, meliputi: penggunaan kontrasepsi mini pil,
dan
f. Riwayat terminasi kehamilan sebelumnya.
3.
Klasifikasi KET
Beberapa
klasifikasi kehamilan ektopik adalah :
a.
Kehamilan interstisial
(kornual)
Kehamilan interstisial
merupakan kehamilan yang implantasi embrionya di tuba falopi. Pasien
menunjukkan gejala yang cukup lama, sulit didiagnosis dan lesi menyebabkan
perdarahan masif ketika terjadi ruptur. Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan
terganggu. Hasil konsepsi dapat mati dan diresorbsi, keguguran, ruptur tuba.
Angka kematian ibu akibat kehamilan interstisial adalah 2 %. Penanganan pada
kasus ini dengan laparatomi.
b.
Kehamilan ovarium
Kehamilan di ovarium lebih
sering dikaitkan dengan perdarahan dalam jumlah banyak dan pasien sering
mengalami ruptur kista korpus luteum secara klinis, pecahnya kehamilan ovarium,
torsi, endometriosis.
c.
Kehamilan servik
Kehamilan servik merupakan
kehamilan dengan nidasi di kanalis servikalis, dinding servik menjadi tipis dan
membesar. Kehamilan di servikalis ini jarang dijumpai. Tanda dari kehamilan ini
adalah: kehamilan terganggu, perdarahan, tanpa nyeri, abortus spontan.
Terapinya adalah histerektomi.
d.
Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal terbagi
menjadi: primer (implantasi sesudah dibuahi, langsung pada peritonium/ kavum
abdominal) dan sekunder (embrio masih hidup dari tempat primer). Kehamilan
dapat aterm dan anak hidup, namun didapatkan cacat. Fetus mati, degenerasi dan
maserasi, infiltrasi lemak jadi lithopedion/ fetus papyraceus.
Terapi kehamilan abdominal adalah: laparotomi, plasenta dibiarkan (teresorbsi).
4. Faktor resiko kehamilan ektopik
Kondisi
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik diantaranya adalah:
endometriosis; riwayat radang panggul; riwayat kehamilan ektopik sebelumnya;
riwayat pembedahan tuba; riwayat infertilitas; riwayat pemakaian IUD belum lama
berselang; riwayat Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti: gonore dan klamidia;
faktor usia hamil di atas 35 tahun; riwayat kebiasaan buruk (merokok) dan
pasien dalam proses fertilisasi in vitro.
5. Gejala dan tanda kehamilan ektopik
Ibu
hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan gejala pada usia
kehamilan 6-10 minggu. Adapun gejala dan tanda yang dirasakan antara lain:
amenorea/ tidak haid; Nyeri perut bagian bawah; perdarahan per vaginam iregular
(biasanya dalam bentuk bercak-bercak darah); rasa sakit pada salah satu sisi
panggul; tampak pucat; tekanan darah rendah, denyut nadi meningkat, ibu hamil
mengalami pingsan dan terkadang disertai nyeri bahu akibat iritasi diafragma
dari hemoperitoneum.
6.
Diagnosis
kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik biasanya sulit didiagnosa dengan
cepat, dikarenakan tanda dan gejala sama dengan kehamilan normal. Untuk
menegakkan diagnosa, maka dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Anamnesis, untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu;
b. Pemeriksaan fisik;
c. Tes kehamilan;
d. Pengukuran kadar beta-HCG;
e. Sonografi transvaginal, untuk mendeteksi kantung
kehamilan intrauterin;
f. Kuldosintesis, untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah;
g. Pemeriksaan hematokrit;
h. Dilatasi dan kuretase, dan
i.
Laparoskopi,
digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik,
apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lainnya meragukan.
7. Patofisiologi
KET
Ovum yang telah dibuahi berimplantasi di tempat lain selain di endometrium
kavum uteri. Gangguan interferensi mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi
dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Kemungkinan implantasi : paling sering
di tuba falopii (90-95 %, dengan 70-80% di ampula), serviks, ovarium, abdomen
dan sebagainya.
8. Penatalaksanaan
KET
Adapun pelaksanaan KET antara lain :
a.
Terapi medikamentoa
Terapi
medikamentosa dapat dilakukan dengan pemberian Metotreksat (MTX), injeksi
intramuskular 50 mg/m2 merupakan pengobatan yang efektif untuk
pasien-pasien yang memenuhi kriteria. Dosis diberikan pada hari ke 1, tetapi
kadar beta-HCG akan mengalami peningkatan selama beberpa hari. Kriteria untuk
mendapatkan metotreksat adalah: stabil secara hemodinamik tanpa perdarahan
aktif, pasien ingin mempertahankan kesuburannya, tidak ditemukan gerakan janin
dan kadar beta-HCG tidak lebih 6000 mIU/ml.
Adapun
kontraindikasinya adalah: imunodefisiensi, ibumenyusui, alkoholisme,
leukopenia, penyakit paru aktif, disfungsi aktif, disfungsi ginjal, gerakan
jantung embrio dan kantung kehamilan lebih dari 3,5 cm.
b.
Terapi pembedahan
Terpai pembedahan definitif
berupa salpingektomi merupakan terapi pilihan untuk wanita yang secara hemodinamik tidak
stabil. Adapun terapi pembedahan konservatif yang sepenuhnya sesuai untuk pasien dengan hmodinamik stabil adalah:
1) Salpingostomi linear laparoskopik adalah prosedur yang paling sering digunakan.
2) Salpingektomi parsial meripakan pengangkatan bagian tuba
falopi yang rusak dan diindikasikan ketika terdapat kerusakan yang luas atau
perdarahan lanjutan setelah salpingostomi.
9. Prognosis KET
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami KET, untuk selanjutnya dapat
hamil kembali. KET bisa terjadi kembali pada sepertiga wanita dan beberapa
wanita tidak hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat berhasil hamil, tergantung
dari : faktor usia, apakah sudah memiliki anak dan mengapa KET pertama terjadi.
Sedangkan tingkat kematian akibat KET telah terjadi penurunan dalam 30 tahun
terakhir menjadi kurang dari 0,1%.
10. Komplikasi KET
Komplikasi yang dapat timbul
akibat KET yaitu : Ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan
hal ini dapatmenyebabkan perdarahan masif, syok, DIC dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat
pembedahan antara lain : perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus,
kandung kemih, ureter dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi
terkait tindakan anestesi.
E.
MOLA HIDATIDOSA
1.
Pengertian Mola Hidatidosa
Mola
hidatidosa adalah hasil konsepsi yang tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili korialis
disertai dengan degenerasi hidropik. Ditandai dengan uterus yang melunak dan
berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya
janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan sperti rangkaian buah anggur.
Resiko terjadi keganasan (koriokarsinoma).
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi
tidak normal dari plasenta akibat kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu
fertilisasi (Prawirohardjo, 2003).
Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang
jinak berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan
disertai dengan degenerasi kristik villi dan perubahan hidropik sehingga
tampak membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).
2.
Kejadian Mola Hidatidosa
Kehamilan
mola hidatidosa ditemukan pada wanita dalam masa reproduksi dan multiparitas.
Kejadian kehamilan mola hidatidosa di rumah sakit besar Indonesia berkisar 1
dari 80 kehamilan. Sedangkan di negara barat prevalensinya adalah 1 : 200 atau
2000 kehamilan.
3. Patofisiologi
Mola Hidatidosa
Penyakit
trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal dalam
blastokis berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas
mengakibatkan peningkatan kadar hCG. Mola hidatidosa komplit terjadi ketika
ovum tidak mengandung kromosom dan sperma mereplikasi kromosomnya sendiri ke
dalam zigot abnormal. Gambaran mikroskopik kehamilan mola hidatidosa antara
lain proliferasi trofoblas, degenerasi hidopik dari stroma villi, serta
terlambatnya pembuluh darah dan stroma.
4. Klasifikasi Mola Hidatidosa
a.
Mola hidatidosa klasik/komplet
1)
Janin atau bagian tubuh janin
tidak ada
2)
Sering disertai pembentukan kista
lutein (25-30%)
b.
Mola hidatidosa parsial/inkomplet
1)
Janin atau bagian tubuh janin ada
2)
Perkembangan janin terhambat
akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama
c.
Mola hidatidosa invasif
Mola hidatidosa invasif apabila
korioadenoma destruen, menginvasi miometrium, terdiagnosis 6 bulan pasca
evakuasi mola.
5. Etiologi Mola Hidatidosa
Penyebab
kehamilan mola hidatidosa antara lain faktor ovum, imunoselektif trofoblas,
sosio ekonomi rendah, paritas tinggi, umur hamil ibu di atas 45 tahun,
kekurangan protein, infeksi virus dan faktor kromosom.
6. Tanda dan Gejala Mola Hidatidosa
a.
Amenore & dugaan hamil
b.
Hiperemesis
c.
Hipertiroid
d.
Preeklampsia
e.
Anemia
f.
Inspeksi pada muka
dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau disebut muka mola (mola
face).
g.
Uterus lebih besar dari umur
kehamilan
h.
Tanda pasti kehamilan tidak
ditemukan
i.
Perdarahan berupa bercak coklat
gelap
j.
Bisa juga disertai preeklampsia/
eklampsia
7. Diagnosa Mola Hidatidosa
a.
Ditegakkan dengan USG
b.
Pengosongan jaringan mola dengan
vakum kuret
c.
Pemeriksaan tindak lanjut
dilakukan untuk mengetahui kemungkinan keganasan
d.
Kadar hCG dipantau hingga minimal
1 tahun pasca kuretase
e.
Bila >8 minggu pasca kuretase
hCG tinggi berarti trofoblast masih aktif
f.
Anamnesis : hamil disertai gejala
dan tanda hamil muda yang berlebihan, perdarahan pervaginam berulang berwarna
coklat, gelembung seperti busa
g.
Pemeriksaan fisik : pada mola
klasik ukuran uterus > besar dari usia kehamilan yang sesuai, tidak teraba
bagian janin, DJJ tidak ada. Uji batang sonde tidak ada tahanan massa konsepsi.
Pada mola parsial, gejala seperti missed abortion, uterus < gestasi
h.
Pemeriksaan penunjang : periksa
kadar B-hCG kuantitatif dan USG. Pada USG gambaran seperti badai salju (snowflake/snowstorm-like appearance)
8. Komplikasi Mola Hidatidosa
Komplikasi
yang dapat timbul akibat kehamilan mola hidatidosa adalah:
a.
Perdarahan hebat
sampai syok;
b.
Perdarahan
berulang;
c.
Anemia;
d.
Infeksi sekunder;
e.
Perforasi karena tindakan
dan keganasan, dan
f.
Keganasan apabila
terjadi mola destruens/ koriokarsinoma
9. Penatalaksanaan Mola Hidatidosa
Prinsip
penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.
a. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka
atasi syok dan perbaiki keadaan umum terlebih dahulu;
b. Kuretase dilakukan setelah diagnosis dapat ditegakkan
secara pasti;
c. Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu
dilakukan mengingat kemungkinan terjadi keganasan;
d. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar HCG
normal, dan
e. Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko
tinggi.
f.
Perhatikan sindroma yang
mengancam fungsi vital (depresi nafas, hipertiroid/tirotoksikosis dan
sebagainya). Resusitasi bila KU buruk
g.
Evakuasi jaringan mola : dengan
AVM dan kuret tajam. Suction dapat
mengeluarkan sebagian besar massa mola, sisanya bersihkan dengan kuret. Dapat
juga dilakukan induksi, pada waktu evakuasi berikan oksitosin untuk merangsang
kontraksi uterus dan mencegah refluks cairan mola ke arah tuba
h.
Pada wanita yang tidak
mengharapkan anak lagi dapat dianjurkan histerektomi
10. Follow Up Mola Hidatidosa
a.
Profilaksis terhadap keganasan
dengan sitostatika terutama pada kelompok resiko keganasan tinggi
b.
Pemeriksaan ginekologik dan B-hCG
kuantitatif rutin tiap 2 minggu teratur tiap 3 bulan-1 tahun
c.
Foto toraks pada awal terapi,
ulang bila kadar B-hCG menetap atau meningkat
d.
Kontrasepsi hormonal 1 tahun
pasca kuretase, sebaiknya preparat progesteron oral selama 2 tahun
e.
Penyuluhan pada pasien akan
kemungkinan keganasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar