LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan merupakan masalah yang
sangat penting yang di hadapi oleh masyarakat kita saat ini .Semakin maju
teknologi di bidang kedokteran, semakin banyak pula macam penyakit yang mendera
masyarakat. Hal ini tentu saja di pengaruhi oleh faktor tingkah laku manusia
itu sendiri.
Semenjak umat manusia menghuni planet
bumi ini sebenarnya mereka sudah seringkali menghadapi masalah kesehatan serta
bahaya kematian yang disebabkan oleh faktor lingkungan hidup yang ada disekitar
mereka.
Kesehatan merupakan kebutuhan dengan hak
setiap insan agar dapat kemampuan yang melekat dalam diri setiap insan. Hal ini
hanya dapat dicapai bila masyarakat, baik secara individu maupun kelompok,
berperan serta untuk meningkatkan kemampuan hidup sehatnya.
Kemandirian
masyarakat diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatannya dan menjalankan
upaya peecahannya sendiri adalah kelangsungan pembangunan. GBHN mengamanatkan
agar dapat dikembangkan suatu sistem kesehatan nasional yang semakin mendorong
peningkatan peran serta masyarakat.
Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah
upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.
Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA merupakan upaya memfasilitasi masyarakat
untuk membangun sistem kesiagaan masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat
darurat dari aspek non klinis terkait kehamilan dan persalinan. Sistem
kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk
masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi/komunikasi (telepon genggam,
telpon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan-pemantaun dan informasi
KB. Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat,
pemuka masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun
bayi serta pembinaan kesehatan akan di taman kanak-kanak.
KONSEP PENCEGAHAN PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Secara umum pencegahan atau prevention dapat
diartikan sebagai tindakan yang dilakukan sebelum peristiwa yang diharapkan
akan terjadi, sehingga peristiwa tadi tidak terjadi atau dapat dihindari.
Pencegahan atau prevention
dapat diartikan sebagai bertindak mendahului (to come before or procede) atau mengantisipasi (to anticipate) yang menyebabkan sesuatu
proses tidak mungkin berkembang lebih lanjut.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa pencegahan memerlukan
tindakan antipatif (anticipatory action)
berdasarkan pada penguasaan tentang model Riwayat Alamiah Penyakitnya, yang
berkaitan inisiasi (awal mulai) atau kemajuan dari proses suatu penyakit atau
masalah kesehatan apapun tidak mempunyai peluang untuk berlanjut.
Mencegah penyakit berarti menggunakan pengetahuan
mutakhir dengan sebaik-baiknya untuk membina (promote), mencegah penyakit dan ketidakmampuan, dan memperpanjang
umur (mengikuti asal mulanya sebagaimana dimaksud dalam definisi Public
Health menurut Winslow, 1920). Semua upaya tersebut dapat dicapai dengan
mengorganisir dan menyediakan pelayanan kedokteran dan kesehatan masyarakat
kepada perorangan maupun keluarga atau masyarakat yang membutuhkan.
B. TAHAPAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Tindakan pencegahan dapat dilakukan baik pada fase
prepatogenesis yaitu sebelum mulainya proses penyakit, maupun fase pathogenesis
yaitu sesudah memasuki proses penyakit mengikuti konsep proses Riwayat Alamiah
Penyakit. Tindakan pencegahan dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu:
1. Tahap Primary Prevention
Yang pertama
adalah pencegahan primer yang dilakukan dalam fase pre-patogenesis
sebelum proses penyakit terjadi. Tahap pencegahan primer diterapkan dalam fase
pre pathogenesis yaitu pada keadaan dimana proses penyakit belum terjadi atau
belum mulai. Dalam fase ini meskipun proses penyakit belum mulai tapi ke 3
faktor utama untuk terjadinya penyakit, yaitu agent, host, dan environment
yang membentuk konsep segitiga epidemiologi selalu akan berinteraksi
yang satu dengan lainya dan selalu merupakan ancaman potensial untuk
sewaktu-waktu mencetuskan terjadinya stimulus yang memicu untuk mulainya
terjadinya proses penyakit dan masuk kedalam fase pathogenesis.
Tahap
pencegahan primer terbagi menjadi dua sub-tahap yaitu Health Promotion (pembinaan
kesehatan) dan Specific Protection (perlindungan khusus).
a.
Tahap Health Promotion
Upaya-upaya pencegahan dalam tahap ini masih bersifat
umum dan belum tertuju pada jenis atau kelompok penyakit tertentu. Tujuan
utamanya adalah untuk pembinaan atau memajukan (to promote) kesehatan secara umum dan kesejahteraan hidup individu
atau kelompok masyarakat dengan upaya-upaya ini diharapkan daya tahan secara
fisik mental dan sosial ditingkatkan dan kita dijauhkan dari segala ancaman
stimulus yang dapat memicu terjadinya atau mulainya suatu proses penyakit
secara umum.
Termasuk dalam kategori tahap ini adalah segala
bentuk upaya untuk meningkatkan kebugaran jasmani (physical fitness), kecantikan dan keindahan bentuk tubuh
(bina-raga), relaksasi yang memadai dan kondisi lingkungan hidup yang santai
dan menyenangkan, tapi dalam batas-batas yang tidak mengancam atau mengganggu
kesehatan yang optimal tadi. Secara alamiah setiap individu yang dalam kondisi
sehat akan merasa memerlukan kegiatan-kegiatan yang mendukung Health
Promotion ini tanpa memerlukan latihan atau keterampilan khusus.
Sebagian besar upaya-upaya tersebut mungkin dapat
dicapai melalui pendidikan atau penyuluhan (komunikasi, informasi dan edukasi),
sebagian melalui kegiatan-kegiatan bersama dilapangan, melalui organisasi atau
perkumpulan yang teratur dan terencana (Organized
dan Structured) dan sebagai melalui
kegiatan yang berkategori santai dan bebas.
Leavell dan Clark menyebutkan beberapa bentuk
kegiatan yang termasuk Health Promotion dan yang sudah banyak
dikembangkan dan sudah tercakup atau terintegrasi dalam berbagai bentuk program
pelayanan kesehatan yang umunya termasuk kategori Anak Primary Health Care maupun
Basic Health Services seperti:
1) Pendidikan/penyuluhan
kesehatan
2) Kondisi
kerja yang baik
3) Makanan
bergizi
4) Keturunan
dan KB
5) Perkembangan
kepribadian
6) Nasehat
perkawinan
7) Perumahan
sehat
8) Pemeriksaan
berkala
9) Rekreasi dan
olahraga
b.
Tahap Spesifik Protection
Tahap inilah yang biasanya dimaksud sebagai arti
pencegahan sebagaimana umumnya orang mengartikannya. Upaya pencegahan disini
sudah tertuju kepada jenis penyakit penyakit atau masalah kesehatan tertentu.
Biasanya sasarannya adalah individu atau kelompok masyarakat yang beresiko
tinggi (High Risk Group) terhadap
suatu penyakit tertentu tadi. Tindakan pencegahan disini dapat diartikan
sebagai member perlindungan khusus terhadap kelompok beresiko tinggi tadi.
Banyak kemajuan yang telah dicapai dalam iptek yang
berkaitan dengan upaya-upaya pencegahan pada tahap ini. Terutama ketika orang
memasuki era bakteriologi banyak dicapai kemajuan dibidang imunologi yang
tertuju untuk melindungi kelompok resiko tinggi terhadap ancaman penyakit menular.
Menyusul kemajuan dalam iptek bio-medik dengan
diketemukan dan dikembangkanya berbagai penyakit menular, kemudian diketemukan
dan dikembangkannya berbagai jenis vaksin terhadap berbagai penyakit menular,
kemudian diketemukan dan dikembangkan juga upaya-upaya perlindungan khusus
dibidang gizi, pengobatan kimiawi (chemo-therapy),
pestisida, anti-biotika dan lain-lainnya. Berbagai bentuk kegiatan yang
termasuk Spesifik Protection antara
lain adalah sebagai berikut:
1) Imunisasi
khusus
2) Perlindungan
terhadap kecelakaan
3) Higine/kebersihan
perorangan
4) Pemberian
makanan khusus
5) Perlindungan
tumbuh kembang anak
6) Perlindungan
terhadap karsinogen
7) Sanitasi/kesehatan
lingkungan
8) Perlindungan
terhadap allergen
9) Perlindungan
terhadap terhadap penyakit akibat kerja
- Tahap Secondary Prevention
Yang kedua
adalah pencegahan sekunder dimana proses penyakit sudah mulai memasuki fase patogenesis
tapi masih dalam tahap ringan dan belum nyata.
Upaya
pencegahan pada tahap ini terbentuk diagnosa dini dan pengobatan
langsung (Early Dignosis dan Prompt Treatment). Tahap ini sudah dalam
fase patogenesis tapi masih pada awal dari proses penyakit yang bersangkutan
(dalam masa inkubasi dan mulai terjadi perubahan anatomis dan fungsi faaliah,
tapi belum menimbulkan keluhan-keluhan, gejala-gejala atau tanda yang secara
klinis dapat diamati oleh dokter atau penderita sendiri, fase sub-klinis yang
masih berada di bawah clinical horizon).
Meskipun
demikian dengan berbagai kemajuan dalam iptek kedokteran dan kesehatan, dewasa
ini sudah dapat dikembangkan berbagai cara untuk bisa mendeteksi dan
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bersangkutan pada fase sub klinis tersebut,
misalnya berbagai cara laboratorium baik bio-medis, bio-kimiawi, faaliah dll.
Berbagai
metoda atau cara-cara pemeriksaan yang tergolong screening atau case
funding (active atau passive)
dikembangkan untuk bisa menemukan kasus-kasus sub-klinis berbagai penyakit
endemis di masyarakat. Berbagai pemeriksaan serelogis dipakai untuk
mendeteksi berbagai penyakit menular seperti Wasserman/VDRL terhadap sifilis, Mantoux test terhadap TBC, Shick’s test terhadap difteria, HIV
terhadap AIDS, pemeriksaan bio-kimiawi darah (misalnya kadar gula darah
terhadap Diabetes Melitus), pemeriksaan darah mikrokopis terhadap parasit,
pemeriksaan sitologis (patologi-anatomi) terhadap keganasan (misalnya PAP smear terhadap kanker leher rahim).
Tujuan utama
pencegahan pada tahap ini antara lain adalah:
a. Mencegah
tersebarnya penyakit ke orang lain dalam masyarakat, terutama pada penyakit
menular
b. Untuk bisa
mengobati dan menghentikan berkembangannya penyakit menjadi lebih berat, atau
membatasi disability dan agar tidak
timbul komplikasi, cacat atau berubah jadi menahun
c. Membatasi
atau menghentikan perjalanan/proses penyakit dalam fase dini
Dalam
epidemologi dari program-program pemberantas penyakit menular di masyarakat
dikenal upaya-upaya yang antara lain sebagai berikut:
a. Upaya
penemuan kasus (case finding), baik
secara aktif maupun pasif
b. Skrining
baik masal maupun selektif dan kadang terhadap
c. Pemeriksaan
khusus dan berkala (periodic selective
examination)
- Tahap Tertiary Prevention (Pencegahan Tersier)
Yang ketiga
adalah dimana dalam fase patogenesis tersebut yang secara klinis proses
penyakit sudah nyata dan berlanjut dan mungkin dalam taraf lanjut (advanced diseases) dan akan berakhir. Atau
sebaliknya proses penyakit dari Host justru berbalik ke fase penyembuhan (reconvalescence) dan memasuki tahap
pemulihan (rehabilitation). Yang
termasuk tahap pencegahan tersier adalah disability
limitation (membatasi ketidakmampuan) dan rehabilitation (pemulihan).
a.
Tahap Disability Limitation
Biasanya orang tidak akan mengkategorikan diasbility limitation sebagai tindakan
pencegahan lagi karena penyakitnya sudah nyata dan bahkan mungkin sudah lanjut.
Istilah pencegahan disini mungkin dapat diartikan sebagai tindakan agar
penyakit tidak berlanjut dan berkembang menjadi lebih parah, dan apabila
penyakit tersebut sudah dalam stadium lanjut dan parah, maka tindakan
pencegahan dapat diartikan agar tidak menjadi menahun atau berakibat cacat yang
menetap dan akhirnya dapat juga diartikan sebagai tindakan sebagai tindakan
untuk mencegah kematian. tindakan pencegahan pada tahap ini sebenarnya sudah
termasuk kategori medis kuratif yang merupakan lahan garapan utama.
b.
Tahap Rehabilitation
Tindakan pencegahan tahap akhir ini merupakan
tindak lanjut setelah penderita berhasil melalui masa disability atau ketidakmapuannya dan masuk dalam proses
penyembuhan.
Pengertian sembuh disini juga harus diartikan
secara fisik, mental dan sosial dan spiritual. Tahap pencegahan yang tercakup
dalam upaya-upaya rehabilitasi ini merupakan tindakan yang menyangkut bidang
yang multidisiplin. Rehabilitasi fisik mungkin masih memerlukan tindakan teknis
dibidang medis klinis (misalnya bedah rekontruksi untuk mantan penderita
kusta), platihan-pelatihan penggunaan alat-alat bantu atau protese, fisioterapi
dan perawatan neurologis untuk penderita polio, penderita CVA (Pasca Cerebro Vascular Accident atau Stroke).
Rehabilitasi mental dan sosial disamping memerlukan
tindakan medis klinis juga mungkin memerlukan tenaga psikolog maupun ahli-ahli
atau pekerja sosial. Rehabilitasi sosial biasanya ditunjukkan agar penderita
dengan kondisi pasca penyakitnya (mingkin dengan cacat yang menetap) dapat
diterima kembali dalam kehidupan yang normal oleh masyarakat sekelilingnya
(rehabilitasi psiko-sosial).
Penggunaan sheltered
colony seperti leproseri untuk rehabilitasi pelatihan dan penempatan kerja
penderita pasca penyakitnya. Terutama bila pada penyembuhan ada cacat yang
menetap yang akan menghalangi penderita untuk kembali kekapasitas kerja
sebelumnya, mungkin akan diperlukan pelatihan atau pendidik keterampilan yang
sesuai dengan kesanggupan penderita dengan kondisi fisik, mental dan sosialnya
yang baru (vocational training and
selelective placement).
Untuk lingkungan atau kelompok masyarakat yang
religious seperti di Indonesia, dukungan rehabilitasi spiritual mungkin dapat
lebih membantu keberhasilan upaya-upaya rehabilitasi tersebut.
C. SASARAN KESEHATAN MASYARAKAT
Sasaran pelayanan kesehatan masyarakat adalah
individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat agar tercapai derajat kesehatan
yang optimal, melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Lingkup tatanan kesehatan masyarakat, meliputi tatanan keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Sesuai kompetensi klinis kebidanan, bahwa sasaran
pelayanan kebidanan dimasyarakat adalah remaja, wanita pra hamil, ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, akseptor KB, masa klimakterium,
menopause, periode maternal, dan wanita dengan gangguan sistem reproduksi
ringan. Sehungga pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh bidan
adalah sesuai kompetensi klinis, dan kewenangan yang diberikan kepada
bidan dalam menjalankan praktiknya di masyarakat.
1. Tingkat-Tingkat Pencegahan
Penyakit
Lima tingkat pencegahan penyakit menurut Leavel dan
Clark
a. Peningkatan
kesehatan (Health Promotion)
b. Perlindungan
umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tetentu (General and Spesifik Protection)
c. Menegakkan
diagnose secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis And Prompt Treatment)
d. Pembatasan
ke cacatan (Disability Limitation)
e. Penyembuhan
kesehatan (Rehabilitation)
Dijabarkan
dalam upaya-upaya pencegahan sebagai berikut:
a.
Upaya Pencegahan Primer
1)
Upaya Peningkatan Kesehatan
Yaitu upaya pencegahan yang umumnya bertujuan
meningkatkan taraf kesehatan individu/keluarga/masyarakat, misalnya:
a)
Penyuluhan kesehatan, perbaikan
gizi, penyusunan pola gizi memadai, pengawasan pertumbuhan anak balita dan usia
remaja.
b)
Perbaikan perumahan yang memenuhi
syarat kesehatan.
c)
Kesempatan memperoleh hiburan
sehat yang memungkinkan pengembangan kesehatan mental dan sosial.
d)
Pendidikan kependudukan, nasehat
perkawinan, pendidikan seks.
e)
Pengendalian faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi kesehatan.
2)
Perlindungan Umum dan Khusus
Perlindungan
khusus terhadap kesehatan. Golongan masyarakat tertentu serta keadaan tertentu
yang secara lansung atau tidak langsung dapat memepengaruhi tingkat kesehatan.
Upaya-upaya yang termasuk perlindungan umum dan khusus antara lain:
a)
Peningkatan hygiene
perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan.
b)
Perlindungan tenaga kerja
terhadap setiap kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja.
c)
Perlindungan terhadap bahan-bahan
beracun, korosif, alergen.
d)
Perlindungan terhadap
sumber-sumber pencernaan.
b.
Upaya Pencegahan Sekunder
Pada
pencegahan sekunder termasuk upaya yang bersifat diagnosis dini dan pengobatan
segera (early diagnosis and prompt
treatment) meliputi:
Mencari
kasus sedini mungkin:
1)
Melakukan general chek up rutin
pada tiap individu.
2)
Melakukan berbagai survei (survei
sekolah, rumah tangga) dalam rangka pemberantasan penyakit menular.
3)
Pengawasan obat-obatan, termasuk
obat terlarang yang diperdagangkan bebas, golongan narkotika, psikofarmaka, dan
obat-obat bius lainnya.
c.
Upaya Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya
komplikasi penyakit yang lebih parah. Bertujuan menurunkan angka kejadian cacat
fisik ataupun mental, meliputi upaya:
1)
Penyempurnaan cara pengobatan
serta perawatan lanjut.
2)
Rehabilitas sempurna setelah
penyembuhan penyakit (rehabilitasi fisik dan mental).
3)
Mengusahakan pengurangan beban
sosial penderita, sehingga mencegah kemungkinan terputusnya kelanjutan
pengobatan serta kelanjutan rehabilitasi.
PROGRAM KESEHATAN YANG TERKAIT DALAM MENINGKATKAN
STATUS KESEHATAN IBU DAN ANAK
A. PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK
(KIA)
1. Pengertian
Kesehatan ibu dan anak adalah program yang meliputi
pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu dengan komplikasi
kebidanan, Keluarga Berencana (KB), Bayi Baru Lahir (BBL), BBL dengan komplikasi,
bayi dan balita, remaja dan lansia.
2. Tujuan Program Kesehatan Ibu dan
Anak
Tujuan dari program pencegahan
penyakit dalam peningkatan status kesehatan ibu dan anak ini :
a. Menurunkan
kematian (mortality) dan kejadian
sakit (morbidity) di kalangan ibu, kegiatan
program ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan bersalin dan
menyusui
b. Meningkatkan
kesehatan anak melalui pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin
berbagai penyakit yang bisa di cegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat
tumbuh dan berkembang secaraoptimal.
3. Target Program Kesehatan Ibu dan
Anak
Target program adalah
meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu
bagi seluruh masyarakat pada tahun 2014 dalam program gizi serta kesehatan ibu
dan anak yaitu :
a. Ibu
hamil mendapat pelayanan Ante Natal Care
(K1) sebesar 100%.
b. Persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih sebesar 90%
c. Cakupan
peserta KB aktif sebesar 65%.
d. Pelayanan
kesehatan bayi sehingga kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar 90% dan KN
Lengkap (KN1, KN2, dan KN3) sebesar 88%.
e. Pelayanan
kesehatan anak Balita sebesar 85%.
f. Balita
ditimbang berat badannya (jumlah balita ditimbang/balita seluruhnya (D/S)
sebesar 85%).
g. ASI
Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan sebesar 80%.
h. Rumah
Tangga yang mengonsumsi Garam Beryodium sebesar 90%.
i.
Ibu hamil mendapat 90 Tablet Tambah
Darah sebesar 85% dan Balita usia 6-59 bulan mendapatkan Kapsul Vitamin A
sebanyak 85%.
j.
Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap kepada
bayi 0-11 bulan sebesar 90 %.
k. Penguatan
Imunisasi Rutin melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN) UCI,
sehingga desa dan kelurahan dapat mencapai Universal
Child Immunization (UCI) sebanyak 100%.
l.
Pelaksanaan promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat dalam mendukung terwujudnya Desa dan Kelurahan Siaga
aktif sebesar 80%
4. Strategi Program Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA)
Strategi Promosi Peningkatan
KIA serta percepatan penurunan AKI dan AKB adalah melalui Advokasi, Bina
Suasana dan Pemberdayaan Masyarakat yang didukung oleh Kemitraan.
a. Advokasi
Advokasi
merupakan upaya strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan
dari para pengambil keputusan dan pihak terkait (stakeholders) dalam pelayanan KIA.
b. Bina
Suasana
Bina
Suasana merupakan upaya menciptakan opini publik atau lingkungan sosial, baik
fisik maupun non fisik, yang mendorong individu, keluarga dan kelompok untuk
mau melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terkait dengan upaya
peningkatan KIA serta mempercepat penurunan AKI dan AKB. Bina suasana salah
satunya dapat dilakukan melalui sosialisasi kepada kelompok-kelompok potensial,
seperti organisasi kemasyarakatan, kelompok opini dan media massa. Bina suasana
perlu dilakukan untuk mendukung pencapaian target program KIA.
c. Pemberdayaan
Masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya menumbuhkan kesadaran, kemauan, kemampuan masyarakat
dalam mencegah dan mengatasi masalah KIA. Melalui kegiatan ini, masyarakat
diharapkan mampu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan berperan serta
dalam pemberdayaan masyarakat di bidang KIA.
d. Kemitraan
Kemitraan
dalam penanganan masalah KIA adalah kerjasama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok peduli KIA atau organisasi-organisasi kemasyarakatan, media
massa dan swasta/dunia usaha untuk berperan aktif dalam upaya peningkatan KIA
di masyarakat.
5. Ruang Lingkup Program KIA
Ruang lingkup kegiatan KIA
terdiri dari kegiatan pokok dan integratif. Integratif adalah kegiatan program
lain (Misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan pokok P2M) yang
dilaksanakan pada program KIA karena sasaran penduduk program P2M juga menjadi
sasaran program KIA.
a. Memeriksa
kesehatan ibu hamil (ANC)
b. Mengamati
perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita (integrasi program gizi)
c. Memberikan
konseling tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena kekurangan
protein kalori dan memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam
yodium) integrasi program PKM dan gizi.
d. Memberikan
pelayanan kepadan pasangan usia subur.
e. Ibu
dan anak yang memerlukan pengobatan
f. Memberikan
pertolongan persalinan dan bimbingan selama masa nifas
g. Mengadakan
latihan untuk dukun bersalin.
6. Komponen Program Kesehatan yang
Terkait dalam Peningkatan Status Kesehatan Ibu dan Anak
Komponen yang terkait antara
lain :
a. Upaya
KB
b. Upaya
perbaikan gizi
Melaksanakan
program :
1) Program
perbaikan gizi keluarga (suatu program menyeluruh yang mencakup pembangunan masyarakat)
melalui kelompok-kelompok penimbangan pos pelayanan terpadu
2) Memberikan
makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori yang cukup kepada anak-anak
dibawah umur lima tahun dan pada ibu yang menyusui
3) Memberikan
vitamin A kepada anak-anak di bawah umur lima tahun.
Pada tahun 1952
pengembangan upaya usaha kesehatan ibu dan anak mulai di rintis dengan
didirikannya diktorat KIA di lingkungan kementrian kesehatan. Jumlah anak di
Indonesia 77,8 juta jiwa (UNICEP,2000) terdiri dari :
a. Bayi
sekitar 4,5 juta
b. Balita
sekitar 22 juta
c. Usia
sekolah sekitar 29 juta
d. Remaja
sekitar 22 juta
Dimana setiap kelompok
usia masalahnya berbeda.
B. PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA IBU
1. Pemeliharaan Kesehatan Pada
Remaja Calon Ibu
Masa remaja merupakan salah satu fase dari
perkembangan individu yang mempunyai cirri berbeda dengan masa sebelumnya atau
sesudahnya. Kata remaja diterjemahkan dari kata adolonsence (dalam bahasa inggris) atau adoloescere (dalam bahasa Latin yang berarti tumbuh atau masak,
menjadi dewasa). Adolescence
menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik secara fisik, psikis, dan
sosial. Istilah ini untuk menunjuk pengertian remaja adalah pubertas.
Masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan
individu merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut
Adams dan Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11-20
tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal
(13-16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17-18 tahun). Masa remaja
awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu
telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Klasifikasi remaja dimulai pada fase awal remaja, yaitu 10-16 tahun, 16-19
tahun remaja menengah, >19-25 tahun remaja akhir.
Remaja adalah tahap umur yang setelah masa
kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan
yang cepat pada tubuh remaja, luar dan dalam itu, membawa akibat yang tidak
sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja.
Masa remaja pada usia 18 tahun merupakan masa yang
matang sebagai peralihan masa kana-kanak ke masa dewasa. Masa remaja mempunyai
ciri sebagai berikut.
a. Sebagai
periode penting perubahan sikap perilaku.
b. Periode
peralihan.
c. Periode
perubahan.
d. Masa mencari
identitas.
e. Usia
bermasalah.
f. Usia yang
menimbulkan kesulitan.
g. Masa tidak
realistik.
h. Ambang masa
dewasa
Ada beberapa
perubahan yang terjadi selama masa remaja, meliputi:
a.
Peningkatan emosional yang
terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm dan stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan
fisik, terutama hormon yang terjadi remaja.
b. Perubahan
yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang
perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka
sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal
seperti sistem sirkulasi pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan
eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat
berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
c. Perubahan
dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa
remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak
digantikan dengan hal yang menarik yang baru dan lebih matang.
d. Perubahan
nilai, dimana apa yang mereka anggap penting karena sudah mendekati dewasa.
Kebanyakan
remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi
lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebesan, tetapi di sisi
lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta
meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab.
International Conference on Population and Development (ICPD) pada
tahun 1994, melakukan upaya untuk pengembangan program yang cocok untuk
kebutuhan kesehatan reproduksi remaja. Strategi kunci untuk menjangkau dan
melayani generasi muda:
a. Melakukan
pengembangan layanan-layanan yang ramah bagi generasi muda.
b. Melibatkan
generasi muda dalam perancangan, pelaksanaan dan evaluasi program.
c. Membentuk
pelatihan bagi penyedia layanan untuk dapat melayani kebutuhan dan
memperhatikan kekhawatiran khusus bagi para remaja.
d. Mendorong
munculnya upaya-upaya advokasi masyarakat untuk mendukung perkembangan remaja
dan mendorong perilaku kesehatan yang positif.
e. Memadukan
latihan-latihan membangun keterampilan ke dalam program-program yang ditujukan
untuk remaja.
Program-program
yamg dikembangkan bagi remaja dapat mendorong untuk pemberian kesempatan bagi
remaja untuk produktif secara sosial ekonomi. Jika hal ini dipadukan dengan
adanya informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi akan memacu mereka untuk
menunda aktivitas seksual remaja sehingga member dampak keputusan jangka
panjang dalam merencanakan masa depan remaja. Remaja memerlukan pendidikan
mengenai kesehatan reproduksi tentang seksualitas, kontrasepsi, aktivitas
seksual, aborsi, penyakit menular seksual dan gender.
Beberapa
masalah pokok dalam pengembangan kesehatan reproduksi remaja adalah:
a. Melakukan
advokasi untuk memperoleh dukungan masyarakat dalam kesehatan reproduksi.
b. Melibatkan
remaja pada aktivitas yang positif.
c. Pelayanan
klinik yang ramah bagi remaja.
d. Memberikan informasi
yang ramah bagi para remaja.
e. Kontrasepsi
untuk remaja.
f. HIV dan PMS
bagi remaja.
g. Memenuhi
kebutuhan remaja sesuai tingkatan usia.
h. Kehamilan
dini dan kehamilan tidak diinginkan.
i.
Pendidikan seksualitas berbasis sekolah.
j.
Mengembangkan keterampilan untuk mengahadapi
kehidupan.
Pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi bagi semua orang akan memeberikan kontribusi besar
terhadap pencapaian status kesehatan reproduksi masyarakat yang lebih baik. Di
lain pihak, pelayanan kesehatan reproduksi belum menyentuh sebagian besar
remaja sehingga status kesehatan reproduksi mereka relatif rendah. Pemerintah
sebagai pengambil kebijakan dan petugas kesehatan diharapkan memahami
permasalahan-permasalahan kesehatan reproduksi remaja sehingga mempunyai
kepedulian terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR).
Untuk
mengatasi masalah kesehatan remaja diperlukan pendekatan yang adolescent friendly, baik dalam
menyampaikan informasi Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), yang
diharapkan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan masalah dan memenuhi
kebutuhan remaja.
Penyebaran
informasi mengenai kesehatan remaja dapat diperlukan karena masalah kesehatan
remaja belum cukup dipahami oleh berbagai pihak, maupun oleh remaja sendiri.
Informasi ini sesungguhnya berguna untuk:
a. Meningkatkan
pemahaman berbagai pihak mengenai kesehatan remaja dan bagaimana berinteraksi
dengan remaja.
b. Menyiapkan
remaja untuk menghadapi masalah kesehatan remaja dan mendorongan remaja agar
bersedia membantu teman sebayanya.
c. Membuka
akses informasi dan pelayanan kesehatan remaja melalui sekolah maupun luar
sekolah.
2. Perkawinan yang Sehat
Perkawinan adalah merupakan ikatan yang suci, yang
dibangun dengan bertujuan untuk :
a. Meneruskan
keturunan atau melangsungkan reproduksi.
b. Membentuk
generasi yang berkualitas.
c. Mencapai
kebahagian.
d. Merupakan
bagian dari ajaran agama.
e. Menjadi
dasar untuk membentuk keluarga yang sehat.
Perkawinan
yang sehat memenuhi kriteria umur calon pasangan suami isteri ketika
melangsungkan perkawinan adalah memenuhi umur kurun waktu reproduksi sehat,
yaitu umur 20-35 tahun, terutama untuk calon isteri atau calon ibu,
karena hal ini berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita. Secara biologis
organ reproduksi sudah cukup matang apabila terjadi proses reproduksi
obstetrik, yaitu kehamilan, persalinan, nifas, menyusui. Secara psikososial
pada kisaran umur tersebut wanita mempunyai kematangan mental yang cukup
memadai untuk menjadi ibu dan membina perkawinan yang sehat, mampu menjalin
interaksi dengan keluarga dan masyarakat. Secara sosial demografi pada kelompok
umur tersebut, wanita sudah menyelesaikan proses pendidikan menegah ke atas dan
mulai meniti karir, sehingga dapat menjadi salah satu modalitas membina
perkawinan dalam aspek sosial, ekonomi. Perkawinan yang sehat memenuhi kaidah
kesiapan pasangan suami isteri dalam aspek biopsikososial, ekonomi dan
spiritual. Perkawinan yang sehat juga didasari landasan agama sebagai dasar
spiritual rumah tangga. Secara komprehensif perkawinan yang sehat akan
membentuk kebahagiaan lahir dan batin.
3. Keluarga Sehat
Keluarga terdiri dari pasangan suami isteri yang
sah dan anak. Hal ini merupakan pengertian dari keluarga inti (nucklear family). Adapun cakupan
pengertian keluarga secara luas adalah keluarga terdiri dari pasangan suami
isteri yang sah, anak serta anggota keluarga yang lain yang tinggal didalam
keluarga tersebut. Hal ini disebut juga keluarga dalam arti lebih luas atau extended family. Keluarga yang sehat
tentunya harus dibentuk oleh individu-individu yang sehat dalam keluarga
tersebut. Dilihat aspek kesehatan reproduksi ada fase dalam keluarga. Hal ini
dapat dilihat dari skema pola perencanaan keluarga dibawah ini.
a. Fase menunda
atau mencegah kehamilan bagi pasangan suami isteri dengan kurang dari 20 tahun
dianjurkan untuk menunda kehamilannya. Alas an menunda atau mencegah kehamilan
adalah umur kurang dari 20 tahu adalah usia yang sebaikanya tidak mempunyai
anak dahulu, karena organ reproduksi belum matang, sehingga resiko penyulit
atau komplikasi terkait dengan kehamilan, persalinan dan nifas sangat tinggi.
b. Fase
menjarangkan kehamilan pada periode usia isteri antara 20-30/35 tahun merupakan
periode usia paling baik untuk hamil, melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang
dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun.
c. Fase
menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan
Adalah
periode usia isteri diatas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah
mempunyai 2 orang anak, karena jika terjadi kehamilan, persalinan pada periode
ini ibu mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya komplikasi obstetric, misalnya
perdarahan, pre-eklamsi, eklamsi, persalinan lama, atonia uteri. Pada usia yang
lebih tua juga mempunyai resiko untuk terjadinya penyakit yang lain, misalnya
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, keganasan dan kelainan metabolic biasanya
meningkat.
Keluarga
yang sehat membentuk masyarakat dan bangsa yang sehat dan generasi penerus
bangsa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
4. Sikap dan Perilaku pada Masa
Kehamilan dan Persalinan
Secara umum
sikap adalah sebagai kecendurungan untuk berespon secara positif dan negtif
terhadap objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung penilaian emosional
(komponen afektif), pengetahuan tentang suatu objek (komponen kognitif) dan
kecenderungan untuk bertindak (komponen konatif). Sikap dapat berubaha dengan
diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu. Sikap adalah suatu
tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya
dengan objek-objek psikologis.
Afeksi yang
positif yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak
menyenangkan. Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai
objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu
dan memeberiakan dasar kepada orang untuk berespon atau berprilaku dalam cara
yang dipilih.
Sikap adalah
perbuatan, perilaku, gerak-gerik yang berdasarkan pada penderian, pendapat atau
keyakinan. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan respon
terhadap suatu objek. Sikap merupakan suatu pola perilaku, tendesi atau
kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi
sosial atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang
telah terkondisikan. Sikap juga merupakan evaluasi umum yang dibuat manuasia
terhadap diri sendiri, orang lain, objek atu isu-isu. Sikap sebagai keteraturan
tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya.
Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu.
Sikap adalah
kesediaan diri seseorang individu diri seseorang individu melaksanakan suatu
tindakan tertentu. Sikap itu dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif
tidak membahayakan dalam kehidupan masyarakat, sifat negatif menghambat,
menciptakan garis pemisah antara individu. Sikap negatif menghambat,
menciptakan garis pemisah antara individu. Sikap negatif merupakan penghalang
dalam mengadakan interaksi. Sikap adalah proses mental yang berlaku individual,
yang memerlukan respon, baik nyata maupun potensial, sehingga sikap merupakan
keadaan jiwa seseorang terhadap suatu nilai. Sikap dapat berupa sikap pandangan
atau sikap perasaan. Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah bentuk pernyataan suka atau tidak suka dari individu.
Sikap masih
merupakan reaksi tetutup reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkat
laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap stimulus.
Sikap merupakan rancangan awal perilaku. Hal ini bisa digambarkan pada skema
proses pembentukan sikap.
Sikap ibu
hamil merupakan faktor predisposisi terbentuknya perilaku didalam kehamilan dan
persalinan. Sikap yang positif akan mendorong perilaku pemeliharaan kesehatan
ibu hamil dan persalinan yang positif. Sikap ibu hamil juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor aksternal, misalnya pengaruh budaya, lingkungan, orang terdekat
dan juga faktor internal pengetahuan dan sikap ibu hamil. Status emosional dan
psikologis ibu turut menentukan sikap ibu hamil dan mempengaruhi keadaan
keadaan yang timbul sebagai akibat atau diperburuk oleh kehamilan, sehingga
dapat terjadi pergeseran, yakni kehamilan sebagai proses fisiologis menjadi
kehamilan patologis.
Sikap ibu
hamil dan bersalin yang dipengaruhi oleh sosial budaya, kultur dan lingkungan
dikenal dengan mitos-mitos dalam kehamilan dan persalinan. Adakalanya mitos
yang muncul bertentangan dengan konsep asuhan pada ibu hamil dan bersalin, ini
merupakan mitos negative yang merugikan atau membahayakan asuhan pada ibu hamil
dan bersalin. Namun sebaliknya apabila mitos terkait dengan kehamilan dan
persalinan tersebut menguntungkan dalam asuhan kebidanan ibu hamil dan
bersalin, maka mitos tersebut dapat dilakukan oleh ibu. Mitos yang negatif atau
membahayakan harus dihindari. Bidan harus melakukan upaya konseling pada ibu
untuk memperbaiki sikap dan perilaku ibu. Beberapa mitos pada ibu hamil,
contohnya kenduri, mitoni, makan amis-amis, sawanen, tidak boleh makan udang.
Peristiwa
kehamilan adalah peristiwa fisiologis, namun prose salami tersebut dapat
mengalami penyimpangan sampai berubah menjadi patologis.
Ada dua
macam stressor, yaitu:
a. Stressor
internal, meliputi: kecemasan, ketegangan, ketakutan, penyakit, cacat, tidak
percaya diri, perubahan penampilan, peran sebagai orang tua, sikap ibu terhadap
kehamilan, takut terhadap kehamilan persalinan, kehilangan pekerjaan.
b. Stressor
eksternal dapat berupa: status perkawinan, maladaptasi, relationship, kasih
sayang, dukungan mental dan broken home.
Pada
peristiwa kehamilan merupakan suatu rentang waktu, yakni tidak hanya terjadi
perubahan fisiologis, tetapi juga terjadi perubahan psikologis yang memerlukan
penyesuaian emosi, pola berfikir dan perilaku yang berlanjut hingga bayi lahir.
Untuk alasan ini sehingga kehamilan harus dipandang sebagai proses panjang yang
mempunyai efek tidak hanya pada ibu tetapi juga pada keluarganya.
Pada asuhan
kehamilan tidak hanya mengasuh aspek fisik saja tetapi juga aspek psikologis
atau jiwa. Latar belakang munculnya gangguan psikologik atau kejiwaan adalah
berbagai ketidak matangan dalam perkembangan emosional dan psikoseksual dalam
rangka kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi tertentu termasuk
kehamilan. Kadang-kadang muncul penyakit jiwa (psikosis) dalam kehamilan.
Kelainan jiwa dapat menjadi berat dalam kehamilan. Kelainan jiwa dapat menjadi
besar dalam kehamilan. Ada beberapa keadaan spesifik dalam kehamilan yang
mungkin juga menimbulkan kelainan jiwa atau gangguan psikologis misalnya
hyperemesis gravidarum, abortus, pre-eklamsia/eklamsia. Pada kasus psikologis
atau kelainan jiwa yang berat perlu support atau dorongan dan dukungan dari significant others (orang terdekat) dalam
keluarga. Keadaan gangguan jiwa tertentu memerlukan rawat inap atau isolasi
dari sumber-sumber kecemasan bagi ibu. Pengaruh faktor psikologis atau kelainan
jiwa terhadap kehamilan adalan terhadap ketidak mapuan pengasuhan kehamilan dan
mempunyai potensi melakukan tindakan yang membahayakan terhadap kehamilan.
5. Pemeriksaan dan Pemeliharaan
Kesehatan bagi Ibu Hamil
Di
Negara-negara berkembang, kesakitan dan kematian ibu menjadi masalah sejak
lama. Kematian ibu terutama terjadi pada masa kehamilan dan persalinan. Bahkan
WHO memperhatikan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan diseluruh dunia. Dari
jumlah tersebut 20 juta perempuan mengalami kesakitan akibat kehamilan, di
antaranya 8 juta kasus mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, dan lebih
500.000 meninggal, dan hampir 50% kematian tersebut terjadi di Negara Asia
Selatan dan Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 1994 pada saat Internasional Coference on Population and
Development di Kairo, Mesir menyatakan bahwa kesehatan reproduksi merupakan
bagian penting dalam pembangunan sosial dan pengembangan sumber daya manusia
didunia.
Menurut SDKI
tahun 1994 angka kematian ibu adalah 390/100.000 kelahiran hidup, pada SDKI
tahun 2002/2003 angka kematian ibu adalah 307/100.000 kelahiran hidup,
selanjutnya SDKI tahun 2007 angka kematian ibu adalah 248/100.000 kelahiran
hidup. Nemun penurunan AKI ini sangat lambat. Pada tahun 1990 WHO sudah
meluncurkan strategi Making Pregnancy
Safer (MPS), salah satu program MPS adalah menempatkan safe motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembanguna
nasional maupun internasional. Sehingga salah satu upaya yang diselenggarakan
untuk menurunkan AKI adalah melalui 4 pilar upaya Safe Motherhood, dengan intevensi yang dilakukan adalah:
a. Mengurangi
kemungkinan seorang perempuan menjadi hamil dengan upaya keluarga berencana.
b. Mengurangi
kemungkinan seorang perempuan hamil komplikasi obstetri dalam kehamilan dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secra
memadai melalui pelayanan antenatal.
c. Persalinan
yang bersih dan aman adalah memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai penegtahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan
persalinan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas bagi ibu dan
bayi.
d. Mengurangi
kemungkinan komplikasi persalinan yang berakhir dengan kematian atau kesakitan
melalui Pelayanan Obstetri Esnsial Dasar (PONED) dan Pelayanan Obstetrik
Esensial Komprehensif (PONEK).
Kehamilan
merupakan peristiwa alamiah, peran bidan mendampingi, member asuhan, mendeteksi
agar kehamilan yang fsiologis tidak menjadi patologis. Kehamilan melibatkan
perubahan fisik, emosional maupun sosial. Kehamilan yang normal akan
menghasilkan bayi yang sehat, lahir cukup bulan, kesejahteraan ibu dan janin
baik, sehingga mampu melalui persalinan dan nifas dengan baik, tanpa komplikasi
dan ibu sesehat-sehatnya post partum.
Keluarga
yang mempunyai ibu hamil, akan mempunyai peran dan tugas yang baru dalam
keluarga, yaitu member dukungan bagi ibu hamil dan keluarga sendiri untuk menerima
tugas baru memantau pertumbuhan fisik yang normal yang dialami ibu serta
memantau tumbug kembang janin, juga ikut mengenali adanya tanda ketidak
normalan pada kehamilan.
Tujuan
asuhan kehamilan (antenatal care)
adalah:
a. Memantau
kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi.
b. Meningkatkan
dan mempertahankan kesehatan fisk, mental dan sosial ibu dan bayi.
c. Mengenali
secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selam
hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
d. Mempersiapkan
ibu agar masa nifas berjalan dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan
peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh secara
normal.
Kebijakan
program kunjungan pemeriksaan kehamilan dilakukan paling sedikit 4 kali selam
kehamilan, sesuai dengan anjuran WHO yaitu:
a. Satu kali
pada trimester pertama.
b. Satu kali
pada trimester kedua.
c. Dua kali
pada trimester ketiga.
Pelayanan
atau asuhan standar yang diberikan pada pemeriksaan kehamilan adalah 7T yaitu:
a. Timbang
berat badan.
b. Ukur tekanan
darah.
c. Ukur tinggi
fundus uteri.
d. Pemberian
imunisasi TT lengkap.
e. Pemberian
tablet besi selama kehamilan.
f. Tes terhadap
penyakit menular seksual.
g. Temu wicara
dalam rangka persiapan rujukan.
Setiap kehamilan
mempunyai kemungkinan untuk dapat berkembang menjadi masalah komplikasi,
sehingga memerlukan pemantauan selama kehamilan. Asuhan pada ibu hamil secara
keseluruhan meliputi aspek-aspek berikut ini, yaitu:
a. Mengupayakan
kehamilan yang sehat.
b. Melakukan
deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan jika
diperlukan.
c. Mempersiapkan
persalinan yang bersih dan aman
d. Persiapan
secara dini untuk melakukan rujukan bila terjadi komplikasi.
Pemberian
tablet besi adalah sebesar 60 mg dan asam folat 500 µg adalah kebijakan program
pelayanan antenatal dala upaya untuk mencegah anemi dan untuk pertumbuhan otak
bayi, sehingga mencegah kerusakan otak (neural tube). Sedangkan kebijakam
imunisasi TT adalah dalam upaya pencegahan terjadinya tetanus neonatorum.
Mengenai jadwal imunisasi adalah sebagai berikut:
Tabel 1.
Jadwal
Imunisasi
ANTIGEN
|
INTERVAL(Selang Waktu Minimal)
|
LAMA PERLINDUNGAN
|
TT 1
|
Kunjungan pertama trimester pertama
|
0 tahun
|
TT 2
|
4 minggu setelah TT 1
|
3 tahun
|
TT 3
|
6 bulan setelah TT 2
|
5 tahun
|
TT 4
|
1 tahun setelah TT3
|
10 tahun
|
TT 5
|
1 tahun setelah TT4
|
25 tahun atau seumur hidup
|
C.
PEMELIHARAAN KESEHATAN IBU HAMIL
1.
Memperhatikan Nutrisi Gizi Ibu
Hamil
Nutrisi yang sehat
dan bergizi bagi seorang ibu hamil adalah hal yang pertama menjadi perhatian
kita. Karena pasokan gizi yang baik dan sehat akan sangat berpengaruh kepada
ibu hamil sendiri dan juga kesehatan sang janin. Kita harus bisa mengupayakan
konsumsi ibu selalu bisa memenuhi kriteris empat sehat lima sempurna serta juga
gizi yang seimbang.
Karena hal ini juga
bisa menjadi cara yang efektif untuk mencegah kematian ibu hamil yang
disebabkan karena adanya anemia, atau pun perdarahan pasca melahirkan.
2.
Menjaga Kebersihan Lingkungan Ibu
Hamil
Lingkungan
akan sangat berpengaruh dalam hal kesehatan termasuk juga dalam masa kehamilan
ini. Lingkungan yang kurang sehat akan bisa menjadi sarang berbagai macam
bakteri serta virus yang bisa menjadi salah satu penyebab infeksi komplikasi.
Untuk itu memilih tempat pelayanan kesehatan pada saat melahirkan juga perlu
menjadi perhatian bagi sang ayah ketika akan menentukan tempat bersalin
istrinya nanti.
3.
Mengenali Tanda Bahaya Kehamilan dan Persalinan.
4.
Melakukan Vaksinasi Dalam Masa Kehamilan.
Para calon pengantin hal ini juga
dilakukan karena merupakan salah satu syarat untuk membuat surat pengajuan
pernikahan bagi para pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Dan vaksinasi
ini adalah vaksinasi tetanus. Dan vaksinasi itu juga diteruskan pada saat
kehamilan. Manfaat imunisasi khususnya imunisasi ibu hamil ini adalah
melindungi dari terinfeksi penyakit yang mematikan dan juga infeksi yang bisa
memberikan pengaruh buruk pada ibu dan janin.
5.
Pemeriksaan Kesehatan Kehamilan Secara Rutin.
Tujuan pemeriksaan ibu hamil
adalah untuk bisa mengawasi pada saat-saat proses kehamilan berlangsung sampai
dengan masa persalinannya nanti. Dan juga mendeteksi secara lebih awal
kemungkinan buruk yang bisa terjadi selama proses tersebut berjalan sehingga
dengan adanya deteksi awal ini akan bisa dilakukan pengobatan dan perawatan
yang tepat dari tim kesehatan yang ada.
Peran Bidan dalam upaya
Promotif dan Preventif dalam mencegah dan mendeteksi atau skrining penyakit
pada ibu sedini mungkin.
PROGRAM KESEHATAN DAN UPAYA-UPAYA UNTUK MENURUNKAN MORBIDITAS-MORTALITAS
MENINGKATKAN KUALITAS TUMBUH KEMBANG DAN PERLINDUNGAN ANAK
A. PROGRAM-PROGRAM KESEHATAN
- Memeriksa kesehatan Ibu Hamil (ANC)
Pemeriksaan
kehamilan sangatlah penting pada ibu hamil karena pada saat sering terjadi
anemia, kekurangan gizi dan lain-lain.
Akibat yang
terjadi dari adanya komplikasi-komplikasi dapat dikurangi dengan diberikannya
perawatan perinatal yang baik. Tetapi kondisi sosial ibu dan kehamilannya ini
memang sedemikan rupa sehingga kunjungan pada perawatan perinatal seringkali
dilupakan terlambat dengan tidak teratur.
Perlunya
pemberian pendidikan tentang gizi, asupan tablet zat besi/vitamin. Komplikasi
selama kehamilan. Peranannya adalah mengkaji memberitahu faktor-faktor resiko,
mendeteksi dan menagani komplikasi.
2.
Mengamati Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Balita
Masalah gizi
masih cukup rawan dibeberapa Indonesia.
Ruang Lingkup Kegiatan
a. Memantau
pertunbuhan anak melalui penimbangan anak secara rutin setiap bulan dipuskesmas
atau posyandu
Indikator
keberhasilan pemantauan status gizi balita ditulis di KMS.
b. Memberikan
penyuluhan gizi kepada masyarakat
c. Pembentukan
Makanan Tambahan (PMT).
d. Pemberian
vitamin A, tablet zat besi untuk hamil, susu
e. Pemberian
obat cacing untuk anak yang kurang gizi
3.
Memberikan Pelayanan KB pada Pasangan Usia Subur
Tujuan
menurunkan angka kelahiran dan meningkatkan kesehatan ibu sehingga akan
berkembang HKKBS.
Ruang Lingkup Kegiatan
a. Mengadakan
penyuluhan Kb baik dipuskesmas dan posyandu/Pkk kegiatan penyuluhan ini adalah
memberikan konseling untuk PUS.
b. Menyediakan
alat-alat kontrasepsi.
c. Menjelaskan
fungsi dan efek samping alat kontrasepsi
4.
Pengobatan Ibu dan Anak
Tujuannya
adalah member pengobatan dan perawatan dipuskesmas
Ruang Lingkup Kegiatan
a. Menegakkan
diagnosa, memberikan pengobatan untuk penderita yang berobat jalan atau
pelayanan rawat tinggal di puskesmas.
b. Mengirim
(merujuk) penderita sesuai dengan jelas pelayanan yang di perlukan.
c. Menyelenggarakan
puskesmas keliling.
d. Kualitas
Pelayanan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak
5.
Kualitas Keluarga
a.
Pendidikan
b.
Usia pernikahan
c.
Kedudukan wanita dalam keluarga
d.
Perilaku bersih dan sanitasi
lingkungan pemukiman
e.
Kemiskinan
f.
Hambatan geografis, jarak yang
jauh
6. Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu,
Bayi dan Anak
a.
Pelayanan Untuk Ibu Hamil Dan Bayi
Belum menjangkau 22% (sekitar 1,1 juta) ibu hamil dan
bayi yang baru terlayani. Karena faktor geografis, sebaran penduduk, kondisi
sosial ekonomi, status sosial perempuan dan tingkat pendidikan masyarakat (Depkes,
1997).
b.
Persalinan
Ditolong oleh dukun 47,5% dari sekitar 2,3 juta
persalinan, keluarga 8,2% dari sekitar 400.000 persalinan, tanpa penolong 1,5%
dari sekitar 75.000 persalinan. Sebagian besar persalinan dirumah 71,9% (SKRT
1995).
c.
Posyandu/Deteksi Dan Intervensi Dini
Dari 244.032 posyandu 45% sangat sederhana
(110.563), posyandu aktif 80% (37,6%-85,6%). Pada tahun 1996 setiap posyandu
memiliki derah rata-rata 4,5%, tahun 1997 turun menjadi 4,4 kader per posyandu.
Balita dibawa ke posyandu rata-rata 1,2 kali/KK/tahun dengan kisaran 0,1-4,62
d.
BKB, PADU, PPA, TPA, TK
1)
Jangkauannya masih kecil
2)
Hambatan geografis dan sebaran penduduk
yang tidak merata.
3)
Pembinaan yang dilaksanakan
kurang intensif, tidak berkesinambungan perlu dilakukan monitoring tidak hanya
project oriented.
B. UPAYA-UPAYA
UNTUK MENURUNKAN MORBIDITAS-MORTALITAS MENINGKATKAN KUALITAS TUMBUH KEMBANG DAN
PERLINDUNGAN ANAK
- Langsung pada Bayi/Anak
a. Pertolongan
persalinan dan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan di sarana kesehatan.
b. Pencegahan
dan penanggulangan penyakit menular misalnya imunisasi dan perilaku bersih.
c. Program
perbaikan gizi: pengguna ASI, makanan tambahan setelah 6 bulan, tambahan
protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, zat besi, yodium, pemberantasan
kecacingan, perawatan gigi, priritas keluarga miskin.
d. Stimulasi
Dini: kognitif (kecerdasan), afektif (emosi, kasih sayang), psikomotor (keterampilan,
gerak, bicara,bahasa, sosial) melalui program BKB, PADU/ECD.
e. Pemantauan
tumbuh kembang (deteksi dini) secara teratur di Posyandu, BKB, PADU pelatihan Baby Siter, TPA dan lain-lain.
2.
Melalui Ibu
a. Memperbaiki
status gizi ibu: kurang gizi kronik, anemia, kekurangan yodium.
b. Meningkatkan
pendidikan ibu: kemampuan membaca, menyerap dan menerapkan informasi.
c. Meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu:
1)
Perencanaan keluarga (punya anak
pada umur >21 tahun, jarak antar kehamilan 2-3 tahun, jumlah anak maksimal
2, melahirkan sebelum umur 35 tahun).
2)
Kesehatan ibu: pencegahan anemi,
gizi kurang, infeksi.
3)
Perawatan kehamilan: pemeriksaan
kehamilan sejak dini dan teratur, pencegahan anemi, gizi kurang, imunisasi,
penyulit selama hamil (perdarahan, infeksi, toksemia).
4)
Persalinan yang aman: disarana
kesehatan terdekat, terutama untuk ibu yang beresiko tinggi (kurang gizi
kronik, anemi, perawakan pendek <145 cm, terlalu muda atau telalu tua, jarak
kehamilannya terlalu dekat, terlalu sering hamil, terlambat periksa hamil).
5)
Perawatan Bayi/Balita: perawatan
bayi baru lahir, tali pusat, ASI, imunisasi, makanan bayi dan anak, pencegahan
infeksi, kecelakaan, pertolongan pertama balita sakit (ISPA, Diare)
6)
Stimulasi bayi-balita sejak dini:
kognitif, afektif, psikomotor, etika-moral, agama, sambil bermain melalui
program BKB, BKB plus, PADU/ECD, BKR dan lain-lain.
7)
Perilaku bersih: cuci tangan
sebelum memegang bayi, sumber air bersih, pembuangan tinja yang sanitary, menyimpan, mengelola memasak
makanan, ventilasi dan pencahayaan dalam rumah.
d.
Meningkatkan pengetahuan atau
sikap ibu tentang: hak-hak anak, pencegahan perlakuan salah pada anak (fisik,
seksual, psikis) pengabaian/penelantaran anak, eksploitasi anak, dampak putus
sekolah, terpaksa bekerja, anak jalanan, anak di pengungsian, penggunaan NAPZA.
e.
Meningkatkan keterampilan ibu
dalam ekonomi.
3.
Melalui remaja perempuan (calon
ibu)
a. Meningkatkan
kesehatan remaja: perbaiakan status gizi (terutama anemia), imunisasi, infeksi,
pencegahan NAPZA, kehamilan remaja, kecelakaan.
b. Peningkatan
pengetahuan dan sikap remaja
1)
Perencanaan keluarga (menikah
usia > 21tahun, jarak antara kehamilan 2-3 tahun, jumlah anak maksimal 2,
melahirkan sebelum 35 tahun).
2)
Perawatan kehamilan: pemeriksaan
kehamilan sejak dini dan teratur, pencegahan anemi, gizi kurang, imunisasi,
penyulit selama hamil (perdarahan, infeksi, toksemia).
3)
Perencanaan persalinan yang aman:
disarana kesehatan terdekat, terutama untuk ibu yang beresiko tinggi (kurang
gizi kronik, anemi, perawakan pendek <145 cm, terlalu muda atau terlalu tua,
jarak kehamilan terlalu dekat, terlalu sering hamil, terlambat periksa hamil).
4)
Perawatan bayi/balita: perawatan
bayi baru lahir, tali pusat, ASI, imunisasi, makanan bayi dan anak, pencegahan
infeksi, kecelakaan, pertolongan pertama balita sakit (ISPA, Diare).
5)
Stimulasi bayi-balita sejak dini:
kognitif, afektif, psikomotor, etika-moral, agama, sambil bermain melalui
program BKB, BKB plus, PADU/ECD, BKR dan lain-lain.
6)
Perilaku bersih: cuci tangan
sebelum memegang bayi, sumber air bersih, pembuangan tinja yang sanitary, menyimpan, mengelola memasak
makanan, ventilasi dan pencahayaan dalam rumah.
c.
Melibatkan remaja perempuan dalam
kegiatan Posyandu, KB, BKB, PADU, PPA, TPA. Untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesiapan remaja menjadi calon ibu
tentang hal tersebut.
d.
Hak-hak anak, pencegahan perilaku
salah pada anak (fisik, seksual, psikis) pengabaian anak, ksploitasi anak, anak
cacat, yatim piatu, dampak putus sekolah, terpaksa bekerja, anak jalanan, anak
dipengungsian, penggunaan NAPZA, perilaku kejahatan.
4. Upaya
melalui Keluarga
a. Meningkatkan
pendidikan ayah: kemampuan membaca, menyerap dan menerapkan informasi.
b. Meningkatkan
keterampilan ekonomi keluarga, peningkatan penghasilan, pemanfaatan potensi
dirumah tangga.
c. Meningkatkan
pengetahuan dan sikap ayah tentang:
1)
Perencanaan keluarga: (punya bayi
<21 tahun, jarak antara kehamilan 2-3 tahun, jumlah anak 2, melahirkan
sebelum 35 tahun.
2)
Kesehatan ibu: pencegahan anemi,
gizi kurang, infeksi.
3)
Perawatan kehamilan: pemeriksaan
kehamilan sejak dini dan teratur, pencegahan anemi, gizi kurang, imunisasi,
penyulit selama hamil (perdarahan, infeksi, toksemia).
4)
Persalinan yang aman: disarana
kesehatan terdekat, terutama untuk ibu yang beresiko tinggi (kurang gizi
kronik, anemi, perawakan pendek <145 cm, terlalu muda atau telalu tua, jarak
kehamilannya terlalu dekat, terlalu sering hamil, terlambat periksa hamil).
5)
Perawatan Bayi/Balita: perawatan
bayi baru lahir, tali pusat, ASI, imunisasi, makanan bayi dan anak, pencegahan
infeksi, kecelakaan, pertolongan pertama balita sakit (ISPA, Diare)
6)
Stimulasi bayi-balita sejak dini:
kognitif, afektif, psikomotor, etika-moral, agama, sambil bermain melalui
program BKB, BKB plus, PADU/ECD, BKR dan lain-lain.
7)
Perilaku bersih: cuci tangan
sebelum memegang bayi, sumber air bersih, pembuangan tinja yang sanitary, menyimpan, mengelola memasak
makanan, ventilasi dan pencahayaan dalam rumah.
5.
Meningkatkan pengetahuan dan sikap
ayah
Hak-hak anak,
pencegahan perilaku salah pada anak (fisik, seksual, psikis), pengabaian,
penelantaran anak, eksploitasi anak, anak cacat, yatim piatu, dampak putus
sekolah, terpaksa bekerja, anak jalanan, anak pengungsian, penggunaan NAPZA,
pelaku kejahatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar