Inersia uteri
1. Kelainan tenaga
Kelainan tenaga (kelainan
his) yaitu his yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya yang menyebabkan
rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak
dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
Mekanisme his yang
normal dikemukakan bahwa his yang normal dimulai dari salah satu sudut di
fundus uetri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri
dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uetri dimana lapisan otot uterus
paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merta dan menyeluruh
hingga tekanan dalam ruang amnion kembali ke asalnya ± 10 mmHg.
2. Pengertian Inersia Uteri
Di sini his
bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu
daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya
terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang
daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak
seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu
maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama, dalam hal
terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin naik. Keadaan ini dinamakan
inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul
setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal ini dinamakan
inersia uteri sekunder. Karena hal ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung
demiklian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri
sekunder seperti digambarkan diatas jarang sekali ditemukan, kecuali pada
wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan. Dalam menghadapi
inerisa uteri harus diadakan penilaian yang seksama untuk menentukan sikap yang
harus diambil. Jangan dilakukan tindakan yang tergesa-gesa untuk mempercepat
lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, yang dapat dipakai
sebagai pegangan untuk membuat diagnosis inersia uteri, atau untuk memulai
terapi aktif.
3. Etiologi
Pada sebagian
kasus, kurang lebihnya separuhnya, penyebab inersia uteri ini tidak diketahui.
Dalam hal ini baisa saja faktor herediter mungkin memegang peranan pula dalam
inersia uteri. Sampai seberapa jauh faktor emosi, ketakutan dan lain-lain
mempengaruhi inersia uteri, belum ada persesuaian paham antara para ahli. Satu
sebab penting dalam inersia uteri ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan
rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin
atau pada disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada
kehamilan ganda maupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia
uteri murni.
4. Penanganan
Dalam menghadapi
persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu yang bersangkutan harus diawasi
dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam atau sesering mungkin
apabila ada gejala pre-eklampsia. Denyut jantung janin dicatat tiap setengah
jam dalam kala I dan lebih sering pada kala II. Kemungkinan dehidrasi dan
asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Sebaiknya diberikan infus larutan
Glukosa/Dextrose 5 % dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti.
Pemeriksaan dalam perlu diadakan, akan tetapi harus selalu disadari bahwa tiap
pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24
jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang seksama tentang
keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah persalinan
benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false labour. Apabila serviks
sudah terbuka untuk sedikit-sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa
persalinan sudah mulai.
Dalam menentukan
sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah atau belum pecah.
Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan persalinan
tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya
dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil keputusan apakah perlu
dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat, atau apakah persalinan dapat
dibiarkan berlangsung terus. Dan jika ketuban belum pecah, ketuban boleh
dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung
terlalu lama, namun hal tersebut dapat dibenarkan oleh karena dapat merangsang
his, dan dengan demikian mempercepat jalannya persalinan. Kalau diobati dengan
oksitosin 5 satuan dimasukkan ke dalam larutan Glukosa/Dextrose 5 % dan
diberikan secara infus intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit,
yang perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kirs-kira 50 tetes, tergantung
hasilnya. Bila infus oksitosin diberikan, penderita harus diawasi dengan ketat
dan tidak boleh ditinggalkan. Kekuatan his, keadaan dan denyut jantung janin
harus diperhatikan dengan teliti. Infus boleh dihentikan kalau kontraksi uterus
berlangsung lebih dari 50 detik, atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat
atau menjadi lambat.
Maksud pemberian
oksitosin ialah memperbaiki his, sehingga servik dapat membuka. Satu ciri khas
oksitosin ialah pemberiannya tampak dalam waktu singkat. Sebaiknya oksitosin
dinerikan beberapa jam. Kalau masih tidak ada kemajuan, pemberiannya
dihentikan, supaya penderita dapat beristirahat. Kemudian dicoba lagi untuk
beberapa jam. Kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio
sesarea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar