Kamis, Mei 17

Kesehatan Reproduksi Dalam Perspektif Gender

Kesehatan Reproduksi Dalam Perspektif Gender


LATAR BELAKANG
Dalam perjalanan sejarah dan budaya, manusia banyak mengalami perubahan peranan dan status dalam masyarakat dari manusia primitif sampai dengan manusia modern. Manusia adalah makluk dengan dua jenis kelamin yang berbeda, yaitu laki – laki dan perempuan, namun saling membutuhkan satu sama lain. Keduanya diciptakan dalam sederajat, harkat, dan martabat yang sama, meskipun memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda agar bisa saling melengkapi.
Namun dalam perjalanan sejarah dan budaya manusia banyak mengalami peranan dan status dalam masyarakat, sejak manusia berpindah dan berburu menjadi manusia menetap dan bertani, diteruskan dengan penemuan teknologi industri yang dapat mempermudah kerja manusia. Kemajuan teknologi terus berkembang sampai ditemukannya teknologi informasi, dan transportasi modern. Perkembangan ini ikut merubah kedudukan dan peranan laki – laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, dan bermasyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi budaya yang berdampak menciptakan perlakuan diskriminatif terhadap kaum perempuan.
Oleh karena itu, masalah marjinalisasi, sub ordinasi, dan pelecehan seksual serta perdagangan perempuan telah berlangsung lama, sama dengan perjalanan sejarah dan perkembangan peradapan manusia itu sendiri. Munculnya keinginan adanya kesetaraan dan keadilan gender tidak dapat dipisahkan dari proses perjuangan hak – hak asasi manusia yaitu Declaration of Human Right ( HAM ) PBB tahun 1945. “Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)”. Deklarasi ini menghendaki bahwa laki – laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam proses pembangunan, akses yang sama terhadap pelayanan, serta memiliki satatus social, ekonomi yang seimbang.
Proses tersebut lama kelamaan menjadi budaya yang berdampak menciptakan perlakuan diskriminatif terhadap kaum perempuan. Proses sejarah ikut dipengaruhi oleh penafsiran hidup manusia ribuan tahun yang lalu. Oleh karena itu, masalah peminggiran (“marjinisasi”), pelabelan negatif (“stereotype”), penomor-duaan (“subordinasi”), beban ganda (“double burden”), tindak kekerasan (“violence”) dari satu pihak (laki–laki) ke pihak lain (perempuan) baik di dalam maupun diluar kehidupan keluarga, dan pelecehan seksual, serta perdagangan perempuan telah berlangsung lama, sama dengan perjalanan sejarah dan perkembangan peradapan manusia itu sendiri.
Perlakuan itu merupakan hasil dan nilai sosial budaya tanpa adanya suatu pembenaran yang rasional. Hal ini merupakan suatu bias gender.
Contoh – contoh bias gender adalah
a)    Beban ganda, yaitu perempuan bekerja di luar dan di dalam rumah, laki – laki bekerja masih harus siskamplin, perempuan sebagai perawat/pendidik anak sekaligus sebagai pendamping suami, pencari nafkah tambahan, perempuan pencari nafkah sekaligus sopir keluarga
b)    Peminggiran, yaitu upah perempuan lebih kecil, ijin usaha perempuan harus diketahui ayah (jika masih lajang) dan suami jika sudah menikah, permohonan kredit harus seijin suami, pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan terhadap perempuan, kemajuan teknologi industri meminggirkan peran serta perempuan;
c)    Penomor-duaan, yaitu perempuan sebagai “ konco wingking “, hak kawin perempuan dinomor-duakan, bagian waris perempuan lebih sedikit, perempuan dinomor-duakan dalam peluang bidang politik, jabatan, karir, pendidikan;
d)    Pelabelan negatif, yaitu perempuan sebagai sumur – dapur – kasur, atau macak – masak–manak, sedang pria dikenal sebagai tulang punggung keluarga/ kehebatannya dilekatkan pada kemampuan seksualitasnya/ mata keranjang, sebaliknya janda mudah dirayu;
e)    Kekerasan, yaitu eksploitasi terhadah perempuan, pelecehan seksual terhadap perempuan, perkosaan, perempuan jadi obyek iklan, pria jadi obyek iklan, pria diperkuda sebagi pencari nafkah, pria gagal dibidang karir dilecehkan.

Seiring dengan itu, Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang membangunan dan mengamankan kondisi social politik serta ekonominya yang sedang mengalami krisis dalam era reformasi ini oleh karena itu, seluruh potensi sumber daya manusianya perlu diperdayakan termasuk perempuan yang jumlahnya melebihi laki–laki. Pemberdayaan perempuan juga menjadi kesepakatan dunia seperti yang diamanatkan oleh Internasional Conference Population Development ( ICPD ) tahun 1994 dan Konferensi Wanita IV di Beijing tahun1995. Kesepakatan tersebut pada hakekatnya memberikan pilihan yang lebih banyak kepada perempuan melalui perluasan keterjangkauan terhadap pendidikan, pelayanan kesehatan, peningkatan ketrampilan dan lapangan pekerjaan serta menghilangkan berbagai ketidak adilan gender selama ini.
Strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dikenal dengan “Gender Mainstreaming” (Pengarus-utamaan Gender) yang merupakan konsep pendekatan baru untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam segala aspek pembangunan.

KAJIAN TEORI, DAN ISU – ISU KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Dalam upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan, berbagai teori dipelajari agar isu – isu kekerasan terhadap perempuan yang masih nampak ada di berbagai Negara termasuk Indonesia dapat dicari alternative atau pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Teori yang berkaitan dengan menghapus kekerasan terhadap perempuan adalah sebagai berikut :
1.    Gender Mainstreaming
Menurut Yulfita Raharjo, 2001, fenomena kekerasan terhadap kaum perempuan sebenarnya berbasis pada adanya diskriminasi kekuasaan. Dalam pembangunan isu gender seringkali bukan manfaat yang adil yang didapat oleh masyarakat (laki–laki maupun perempuan), tetapi kesenjangan sebagai pelaku maupun penikmat pembangunan, dan pada akhirnya perempuanlah yang mendapat dampak negatif lebih besar. Dalam banyak kasus perlakuan tidak adil banyak menimpa perempuan baik di rumah, tempat kerja dan di masyarakat. Ketidak adilan ini tercipta Karena konstruksi budaya, hubungan laki – laki dan perempuan (hubungan gender) yang tidak seimbang. Untuk mengatasi ketidak seimbangan ini maka “gender mainstreaming” merupakan strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraaan gender.
“Gender Mainstreaming” merupakan konsep pendekatan baru untuk mengintegrasikan perpektif gender dalam pembangunan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender. Misalnya memperhitungkan perbedaan antara laki – laki dan perempuan, meletakkan laki – laki dan perempuan di hati para pembuat kebijakan dengan posisi yang sama. Dengan posisi yang sama antara laki – laki dan perempuan akan dapat dihindari kesewenang – wenangan laki – laki terhadap perempuan.

PERAN GENDER
GENDER adalah :
-    Peran yang dikonstruksikan oleh masyarakat karena seseorang tersebut sebagai perempuan atau laki – laki.
-    Perbedaan perempuan dan laki – laki berdasarkan jenis kelamin, yang dibentuk oleh masyarakat dan lingkungan serta dipengaruhi oleh waktu, tempat, social budaya, system kepercayaan dan situasi politik.

-    Contoh :
1.    Tanggung Jawab
Laki-laki : Pemimpin RT
Perempuan : Ibu RT
2.    Posisi
Laki-laki : Di luar Rumah
Perempuan : Di dalam Rumah
3.    Sifat
Laki-laki : Maskulin
Perempuan : Feminim
4.    Profesi
Laki – laki : Presiden, Direktur, Insinyur, pilot, Dokter
Perempuan : Guru, Bidan, Perawat, Pramugari
5.    Mainan
Laki – laki : Mobil-mobilan, Bola, Kapal-kapalan, Robot – robotan.
Perempuan : Boneka, Alat masak-masakan.
6.    Warna
Laki – laki : Biru
Perempuan : Pink

Seorang anak dilahirkan sebagai anak LAKI–LAKI/anak PEREMPUAN. SEKS (Jenis Kelamin Biologis) ditentukan dari adanya penis (laki–laki) atau vagina (perempuan). Ketika tumbuh besar, ia mulai menyadari fungsi seksualnya. Misalnya, rangsangan kenikmatan ketika memegang penisnya. Hal ini merupakan awal ia mulai menyadari tentang SEKSUALITAS. Seorang anak dibesarkan menurut norma – norma yang berlaku di masyarakat. Masyarakat menentukan perilaku–perilaku mana saja yang pantas dilakukan oleh seorang laki –laki atau perempuan. Inilah yang disebut konsep GENDER.

Dampak Konsep Gender (Umum) adalah :
1.    Perempuan dan laki-laki diharuskan menampilkan peran-peran ideal sesuai dengan tuntutan masyarakat (Norma, nilai).
2.    Perempuan maupun laki-laki yang tidak dapat memenuhi harapan – harapan tersebut dianggap aneh/tidak normal/melawan kodrat.
3.    Konsep gender yang terlalu kaku menimbulkan ketidaksesuaian bagi perempuan dan laki-laki.
4.    Dampak ketidakadilan ternyata lebih berat dan masih terus dialami kaum perempuan.

Bentuk – bentuk Ketidakadilan Gender
1.    Subordinasi
Suatu penilaian bahwa peran perempuan dianggap dan dinilai rendah dari peran laki –laki.
2.    Marginalisasi
Suatu proses peminggiran peran ekonomi yang mengakibatkan kemiskinan.
3.    Beban Ganda
Pekerjaan diluar dan Pekerjaan RT
4.    Stereotype
Pemberian label/cap yang dikenakan pada perempuan yang mengakibatkan kerugian pada perempuan.
5.    Violence
Segala bentuk tindakan yang mengakibatkan ketidak adilan secara fisik, psikis dan seksual.

Kita telah melihat hubungan antara jenis kelamin yang berbeda. Bagaimana dengan hubungan antara jenis kelamin yang sama?
Kita temukan bahwa deskripsi/sifat/harapan/peran yang ditujukan kepada laki–laki juga bisa ditemukan pada perempuan, atau sebaliknya. Darimana sebenarnya pelabelan ini? Siapa yang mengatakan kepada kita apa yang harus dilakukan/dimiliki oleh laki – laki dan apa yang harus dilakukan/dimiliki oleh perempuan.

Dampak Ketidakadilan Gender dalam Kehidupan Perempuan :
1.    Keluarga
-    Pengambil keputusan ditangan suami.
-    Beban ganda (Pekerjaan RT dan Pekerjaan luar)
-    Tanggung Jawab perawatan anak.
-    Pembedaan pekerjaan bagi anak perempuan (anak perempuan di dapur)
-    Pola nutrisi yang buruk bagi anak perempuan.
2.    Masyarakat
-    Posisi perempuan selalu disalahkan.
-    Rendahnya akses pelayanan kesehatan bagi perempuan.
-    Kepentingan perempuan tidak diakomodir
-    KB urusan perempuan
-    Pendidikan anak perempuan rendah (84% anak perempuan di Indonesia buta huruf)
-    Status “Janda” dalam masyarakat.
3.    Pekerjaan
-    Upah yang rendah
-    Tidak mendapat cuti menstruasi, hamil, dan melahirkan.
4.    Negara
-    Dominasi kaum laki – laki di pemerintahan
-    Perlindungan hukum bagi kaum perempuan masih rendah.

Faktor penyebab kelestarian dan ketidakadilan Gender
1.    Budaya Patriarki
-    Perempuan harus patuh pada perintah suami
-    Adat Istiadat
-    Perempuan tidak mendapat kesempatan dalam pengambilan keputusan
-    Kesehatan perempuan dianggap remeh
2.    Sistem Ekonomi Kapitalis
-    System ekonomi yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan.
Contoh : Eksploitasi besar – besaran, kebijakan, yang tidak berpihak pada perempuan.
3.    Penafsiran Agama yng keliru
-    Perempuan yang melahirkan mati, dianggap mati shahid
-    Banyak anak banyak rejeki.



Strategi Kita :
1.    Mensosialisasikan konsep gender dan kesehatan reproduksi : Pemberian Informasi Keluarga, Lingkungan pendidikan, masyarakat.
2.    Mensosialisasikan hak – hak reproduksi di lingkungan sekitar (toga, toma)
3.    Mensosialisasikan perspektif keadilan gender dan kesehatan reproduksi dalam keluarga.
4.    Memulai menerapkan nilai dan keadilan gender pada diri sendiri.

Yang kita perjuangkan adalah :
KEADILAN DAN KESETARAAN
Yang intinya adalah perempuan dan laki – laki memiliki hak yang sama untuk menentukan pilihan.

FAKTA UTAMA PENGARUS UTAMAAN GENDER
1.    Istilah “ gender mainstreaming” di Indonesia kemudian disepakati oleh berbagai pihak dalam pertemuan – pertemuan yang dikoordinasikan oleh Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan menjadi “Pengarustamaan Gender”(PUG)
2.    Pengarusutamaan Gender (“Gender Mainstreaming“) pada hakekatnya adalah suatu strategi yang dilakukan untuk menciptakan kondisi kesetaraan dan keadilan gender, seperti yang tertuang dalam Instruksi Instruksi Presiden Nomor: 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
3.    Pengarusutamaan Gender sebagai strategi merupakan upaya untuk menegakkan hak – hak perempuan dan laki – laki atas kesepakatan yang sama, pengakuan yanga sama dan penghargaan yang sama oleh masyarakat.
4.    Pengarusutamaan Gender berarti selalu memasukkan atau memikirkan isu gender sebagi salah satu inti atau bagian utama dalam berbagai kegiatan atau program dan bukan menomor duakan, dilakukan sambil lalu, dipinggirkan, dianak-tirikan atau diabaikan.
5.    Tujuan pengarusutamaan gender adalah memberikan panduan pelaksanaan bagi penyelenggara pembangunan melalui upaya promosi, advokasi, KIE dan fasilitasi agar dapat mempunyai akses terhadap informasi guna melakukan proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berwawasan gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6.    Ketimpangan Gender terjadi di bidang pendidikan dan tingkat buta huruf. Perempuan buta huruf 3 kali lebih besar dari pada laki – laki.

FAKTA UTAMA PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
1.    Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang melanggar, menghambat, meniadakan kenikmatan dan pengabdian terhadap hak asasi perempuan atas dasar gender (RAN–PKTP 2000).
2.    Kasus kekerasan dilingkungan keluarga, pada tahun 2001 terdapat 471 kasus pembunuhan terhadap istri oleh suami yang dilaporkan kepada polisi (kalyanamitra dalam surat kabar).
3.    Zero Tolerance Policy adalah kebijakan yang secara tegas menyatakan bahwa keselamatan perempuan adalah prioritas dan tidak ada toleransi sekecil apapun terhadap berbagai tindakan kekerasan terhadap perempuan.
4.    Bidang hukum yang seharusnya memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi perempuan, pada kenyataannya malah justru menyudutkan perempuan untuk mendapatkan keadilan. Hal ini disebabkan karena belum cukupnya upaya Negara dan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran aparat dan masyarakat dalam menegakkan hukum bagi perempuan.
5.    Kekerasan terhadap perempuan di bidang ketenagakerjaan terjadi di setiap sektor kerja dan wilayah, yaitu pada industri, perkebunan, pertambangan, jasa, rumah tangga dan lainnya. Pada kekerasan yang terjadi dalam lingkungan pekerjaan perempuan sering mengalami pelecehan seksual, diskriminasi karena dianggap layak mendapat upah lebih baik dari kaum laki –laki.
6.    Perempuan membutuhkan pelayanan di bidang kesehatan baik dari sisi perlindungan, rehabilitas dan pengobatan. Namun berbagai kebijakan dan pelayanan kesehatan dapat merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan misalnya memperlakukan perempuan sebgai obyek dari kebijakan kesehatan termasuk kebijakan keluarga berencana.
7.    Banyak bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan media. Banyak bentuk penyampaian dan peliputan media yang bias gender dan menggunakan perempuan sebagai obyek seksual dan pornografi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar