I.
Kehamilan
dengan Hipertensi
1.1.
Hipertensi
Essensial
Merupakan penyakit hipertensi yang mungkin disebabkan
oleh faktor heiditer serta dipengaruhi oleh faktor emosi dan lingkungan. Wanita
hamil dengan hipertensi tidak menunjukkan gejala-gejala lain kecuali hipertensi.
Terjadi sebelum umur kehamilan 20 minggu.
Hipertensi Essensial terbagi 2 yaitu :
a.
Hipertensi Essensial ringan (tekanan
darah antara 140/90 mmHg dan 150/95 mmHg)
b.
Hipertensi Essensial berat (tekanan
darah > 150/95 mmHg)
Yang paling banyak ditemui adalah Hipertensi essensial
ringan.
Hipertensi jarang berubah menjadi ganas secara mendadak
hingga mencapai sistolik 200 mmHg atau lebih. Gejala-gejala seperti kelainan
jantung, arteriosklerosis, perdarahan otak dan penyakit ginjal baru muncul
setelah dalam waktu lama dan penyakit terus berlanjut.
Kehamilan dengan Hipertensi essensial akan berlangsung normal sampai aterm. Pada kehaamilan setelah 30 minggu, 30 % dari wanita hamil akan menunjukkan kenaikan tekanan darahnya namun tanpa gejala.
Kehamilan dengan Hipertensi essensial akan berlangsung normal sampai aterm. Pada kehaamilan setelah 30 minggu, 30 % dari wanita hamil akan menunjukkan kenaikan tekanan darahnya namun tanpa gejala.
Kira-kira 20 % dari wanita hamil akan menunjukkan tekanan
darah yang mencolok, bisa disertai proteinuria dan edema (pre eklampsia tidak
murni) dengan keluhan : sakit kepala, nyeri epigastrium, oyong, mual, muntah
dan gangguan penglihatan (visus).
Hipertensi Essensial dijumpai pada 1 – 3 % dari seluruh kehamilan. Hipertensi ini lebih sering dijumpai pada multipara berusia lanjut dan kira-kira 20 % dari kasus Toksemia gravidarum.
Hipertensi Essensial dijumpai pada 1 – 3 % dari seluruh kehamilan. Hipertensi ini lebih sering dijumpai pada multipara berusia lanjut dan kira-kira 20 % dari kasus Toksemia gravidarum.
Penatalaksanaan dalam Kehamilan :
a.
Anjurkan untuk mentaati pemeriksaan
antenatal yang teratur, jika perlu konsultasikan ke ahli.
b.
Anjurkan untuk cukup istirahat,
menjauhi emosi dan jangan bekerja terlalu berat
c.
Cegah penambahan berat badanyang
agresif. Anjurkan untuk diit tinggi protein, rendah hidrat arang, rendah lemak
dan rendah garam
d.
Awasi keadaan janin, dengan pemeriksaan
seperti biasanya. Dapat juga dilakukan pemeriksaan monitor janin lainnya
seperti elektrokardiografi fetal, ukuran biperietal (USG), penentuan kadar
estriol, amnioskopi, pH darah janin dan lain-lain
e.
Obat-obat yang diberikan :
-
Anti-hipertensif : Serpasil, Katapres,
Minipres, dll
-
Obat penenang : Fenobarbital, Valium,
Frisium ativan, dll.
f.
Pertimbangkan untuk mengakhiri
kehamilan baik yang muda maupun yang sudah cukup bulan jika ada tanda-tanda
hipertensi ganas (Tekanan darah 200/120 mmHg atau pre-eklampsia berat), apalagi
jika janin telah meninggal intra uterine. Tetapi keputusan untuk pengakhiran
kehamilan tersebut sebaiknya dirundingkan dulu antar disiplin (seperti ahli
penyakit dalam) dalam mempertimbangkan apakah terdapat ancaman bagi jiwa wanita
tersebut.
Prognosis
Ibu : kurang baik, biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, payah jantung, dan uremia.
Janin : kurang baik karena adanya insufisiensi plasenta, solusio plasenta, janin tumbuh kurang sempurna; prematuritas dan dismaturitas. Angka kematian bayi 20 %.
Ibu : kurang baik, biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, payah jantung, dan uremia.
Janin : kurang baik karena adanya insufisiensi plasenta, solusio plasenta, janin tumbuh kurang sempurna; prematuritas dan dismaturitas. Angka kematian bayi 20 %.
1.2.
Hipertensi
karena Kehamilan
Yang dimaksud dengan hipertensi karena kehamilan adalh
hipertensi yang terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama
persalinan dan atau dalam 48 jam pasca salin. Lebih sering terjadi pada
primigravida. Patologi telah terjadi akibat implantasi sehingga timbul iskemia
plasenta yang diikuti sindrom inflamasi.
Risiko meningkat pada :
-
Massa plasenta besar (pada gemelli,
penyakit trofoblast)
-
Diabetes melitus
-
Isoimunisasi rhesus
-
Faktor herediter
-
Masalah vaskuler
Hipertensi karena kehamilan :
-
Hipertensi tanpa protein atau edema
-
Pre-eklampsia ringan (PER)
-
Pre-eklampsia berat (PEB)
-
Eklampsia
Hipertensi
karena kehamilan dan PER sering ditemukan tanpa gejala, kecuali meningkatnya
tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk dengan terdapatnya proteinuria.
Terdapatnya proteinuria mengubah diagnosis hipertensi dalam kehamilan menjadi
pre-eklampsia.
Penanganan :
Hipertensi
karena kehamilan tanpa proteinuria :
Jika kehamilan
< 37 minggu, tangani secara rawat jalan
-
Pantau tekanan darah, proteinuria,
kondisi janin setiap minggu
-
Apabila tekanan darah meningkat,
tangani sebagai pre-eklampsia
-
Apabila kondisi janin memburuk, atau
terjadi pertumbuhan janin terhambat (PJT), rawat dan pertimbangkan terminasi
kehamilan
-
Jika tekanan darah stabil janin dapat
dilahirkan secara normal
-
Pembatasan kalori, cairan dan diet
rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karena kehamilan, malah dapat
membahayakan janin.
Manfaat
aspirin, kalsium dan obat-obat pencegah hipertensi dalam kehamilan belum
terbukti.
1.3.
Pre Eklampsia
Merupakan akibat langsung dari kehamilan (murni), sebagai
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin, dan dalam masa nifas yang
terdiri dari trias : hipertensi, proteinuria dan edema.
Pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah duertai
dengan retensi garam dan air.
Klasifikasi :
Pre-eklampsia dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1.
Pre-Eklampsia Ringan (PER)
a)
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
yang diukur pada posisi berbaring telentang, atau kenaikan diastolik 15 mmHg
atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam
b)
Edema umum, kaki, jari tangan dan muka;
atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu
c)
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau
lebih per liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream
2.
Pre-Eklampsia Berat (PEB)
a)
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b)
Proteinuria 5 gr atau lebih per liter
c)
Oligouria yaitu jumlah urin kurang dari
500 cc per 24 jam
d)
Adanya gangguan serebral, gangguan
visus dan rasa nyeri di epigastrium
e)
Terdapat edema paru dan sianosis
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
(1)
Gambaran klinik : pertambahan berat
badan yang berlebihan, edema, hipertensi dan timbul proteinuria.
Gejala subyektif : sakit kepala di daerah frontal, nyeri
epigastrium ; gangguan visus : penglihatan kabur, skotoma, diplopia ; mual dan
muntah.
Gangguan serebral lainnya : oyong, refleks meningkat dan
tidak tenang.
(2)
Pemeriksaan : tekanan darah tinggi,
refleks meningkat, dan proteinuria pada pemeriksaan laboratorium
Penatalaksanaan
Pre-Eklampsia Ringan (PER)
Jika kehamilan < 37 minggu, dan tidak ada tanda-tanda
perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
-
Pantau tekanan darah, proteinuria,
refleks dan kondidi janin
-
Lebih banyak istirahat
-
Diet biasa
-
Tidak perlu diberi obat-obatan
-
Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat
dirumah sakit :
a.
Diet biasa,
b.
Pantau tekanan darah 2 x sehari,
proteinuria 1 x sehari,
c.
Tidak perlu obat-obatan,
d.
Tidak perlu diuretik, kecuali jika
terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut,
-
Jika tekanan diastolik turun sampai
normal, pasien dapat dipulangkan :
a.
Nasehatkan untuk istirahat dan
perhatikan tanda-tanda pre-eklampsia berat
b.
Kontrol 2 x seminggu
c.
Jika tekanan diastolik naik lagi maka
rawat kembali
-
Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan
maka tetap dirawat
-
Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan
janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan
-
Jika proteinuria meningkat, tangani
sebagai pre-eklampsia berat
Jika kehamilan
> 37 minggu, pertimbangkan terminasi :
-
Jika serviks matang, lakukan induksi
dengan oksitosin 5 IU dalam 500 ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan
prostaglandin
-
Jika serviks belum matang, berikan
prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley atau terminasi dengan seksio
sesarea.
1.4.
Eklampsia
Eklampsia dalam bahasa Yunani berarti “Halilintar” karena
serangan kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir. Pada ibu penderita PEB,
risiko menjadi eklampsia sangat besar dan dapat diikuti dengan koma.
Gejala gejala Eklampsia
Biasanya didahului oleh gejala dan tanda pre-eklampsia
berat. Serangan eklampsia dibagi dalam 4 tingkat :
1.
Stadium Invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan
tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau kiri. Stadium ini berlangsung
kira-kira 30 detik.
2.
Stadium Kejang Tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan
menggemgam dan kaki membengkok ke dalam; pernafasan berhenti, muka mulai
kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20
– 30 detik.
3.
Stadium Kejang Klonik
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu yang
cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat
tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah
berlangsung selama 1 – 2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak
sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
4.
Stadium Koma
Lamanya ketidajsadaran (koma) ini berlangsung selama
beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul
serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma. Selama serangan
tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40 0C.
Komplikasi
-
Lidah tergigit
-
Terjadi perlukan dan fraktur
-
Gangguan pernafasan
-
Perdarahan otak
-
Solusio plasenta
-
Merangsang persalinan
Prognosis
Ibu : angka
kematian sekitar 9,8 – 25,5 % untuk negara berkembang.
Biasanya
disebabkan oleh : perdarahan otak, kegagalan jantung paru, kegagalan ginjal,
infeksi, kegagalan hepar, dll.
Bayi : angka
kematian di negara berkembang berkisar antara 42,2 – 50 %. Terutama dikarenakan
hipoksia intrauterin dan prematuritas.
Kriteria Eden
Adalah kriteria
untuk menentukan prognosis eklampsia yang terdiri dari :
(1)
Koma yang lama (prolonged coma),
(2)
Frekuensi nadi di atas 120 kali permenit,
(3)
Suhu 103 0F atau 39,4 0C atau lebih,
(4)
Tekanan darah lebih dari 200 mmHg,
(5)
Konvulsi lebih dari 10 kali,
(6)
Proteinuria 10 gr atau lebih,
(7)
Tidak ada edema, edema menghilang.
Eklampsia
ringan jika tidak ada atau hanya 1 kriteria yang timbul.
Eklampsia berat
dan prognosis lebih jelek jika dijumpai 2 atau lebih kriteria.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Penanganan
konservatif tidak dianjurkan karena gejala dn tanda eklampsia seperti
hiperrefleksia dan gangguan penglihatanan sering tidak sahih.
Penanganan
Kejang
-
Beri obat antikonvulsan (lihat pada
keterangan)
-
Perlengkapan untuk penanganan kejang
(jalan nafas, sedotan, masker dan balon, oksigen)
-
Beri oksigen 4 – 6 liter per menit
-
Lindungi pasien dari kemungkinan
trauma, tetapi jangan didikat terlalu keras
-
Baringkan pasien pada sisi kiri untuk
mengurangi risiko aspirasi
-
Setelah kejang, aspirasi mulut dan
tenggorokan jika perlu.
Penanganan Umum
-
Jika tekanan diastolik tetap lebih dari
110 mmHg, berikan obat antihipertensi (lihat pada keterangan) sampai tekanan
diastolik di antara 90 – 100 mmHg
-
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum
besar (16 gauge atau lebih besar)
-
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai
terjadi overload cairan
-
Kateterisasi urin untuk memantau
pengeluaran urin dan proteinuria
-
Jika jumlah urine kurang dari 30 ml per
jam :
a.
Hentikan Magnesium sulfat (MgSO4) dan
berikan cairan I.V. (NaCl 0.9 % atau Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter per
jam
b.
Pantau kemungkinan edema paru
-
Jangan tinggalkan pasien sendirian.
Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
-
Observasi tanda-tanda vital, refleks
dan denyut jantung janin setiap jam
-
Auskultasi paru untuk mencari
tanda-tanda edema paru
-
Krepitasi merupakan tanda edema paru.
Hentikan pemberian cairan I.V. dan berikan diuretik misalnya furosemid 40 mg
I.V. sekali saja jika ada edema paru
-
Nilai pembekuan darah dengan uji
pembekuan sederhana (bedside clotting test). Jika pembekuan tidak terjadi
sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
Keterangan :
Antikonvulsan
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada PEB dan Eklampsia.
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada PEB dan Eklampsia.
Cara Pemberian
:
1.
Dosis Awal
-
MgSO4 4 g I.V. sebagai larutan 20 %
selama 5 menit
-
Diikuti dengan MgSO4 (50 %) 5 g I.M.
dengan 1 ml lignokain 2 % (dalam semprit yang sama)
-
Pasien akan merasa agak panas sewaktu
pemberian MgSO4.
2.
Dosis Pemeliharaan
-
MgSO4 (50 %) 5 g + lignokain 2 % 1 ml
I.M. setiap 4 jam
-
Lanjutkan sampai 24 jam pasca
persalinan atau kejang terakhir
3.
Sebelum pemberian MgSO4 periksa :
-
Frekuensi pernafasan minimal 16/menit
-
Refleks patella (+)
-
Urine minimal 30 ml/jam dalam 4 jam
terakhir
4.
Stop pemberian MgSO4 jika :
-
Frekuensi pernafasan < 16 /menit
-
Refleks patella (-)
-
Urin < 30 ml/jam
5.
Siapkan antidotum :
-
Jika terjadi henti nafas : bantu dengan
ventilator
-
Beri kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam
larutan 10 %) I.V. perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.
Jika MgSO4
tidak tersedia, dapat diberikan diazepam, dengan risiko terjadinya depresi
pernafasan neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkan depresi
pernafasan neonatal. Pemberian terus-menerus secara intravena meningkatkan
risiko depresi pernafasan pada bayi yang sudah mengalami iskemia uteroplasenta
dan persalinan prematur. Pengaruh diazepam dapat berlangsung beberapa hari.
Cara
pemberiannya :
Pemberian
Intravena :
1.
Dosis awal
-
Diazepam 10 mg I.V. pelan-pelan selama
2 menit
-
Jika kejang berulang, ulangi dosis awal
2.
Dosis pemeliharaan
-
Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan
Ringer Laktat per infus
-
Depresi pernafasan ibu mungkin akan
terjadi jika dosis > 30 mg/jam
-
Jangan berikan > 100 mg/24 jam
Pemberian
melalui Rektum :
-
Jika pemberian I.V. tidak mungkin,
diazepam dapat diberikan per rektal, dengan dosis awal 20 mg dalam samprit 10
ml
-
Jika masih terjadi kejang, beri
tambahan 10 mg/jam
-
Dapat pula diberikan melalui kateter
urin yang dimasukan ke dalam rektum.
Catatan :
Diazepam hanya
dipakai jika MgSO4 tidak tersedia.
Anti Hipertensi
Jika tekanan
diastolik 110 mmHg atau lebih, berikan obat antihipertensi.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan tekanan diastolik diantara 90 – 100 mmHg dan mencegah perdarahan serebral.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan tekanan diastolik diantara 90 – 100 mmHg dan mencegah perdarahan serebral.
Obat pilihan
adalah hidralazin.
(a)
Berikan hidralazin 5 mg I.V.
pelan-pelan stiap 5 menit sampai tekanan darah turun. Ulang setiap jam jika
perlu atau berikan hidralazin 12,5 mg I.M. setiap 2 jam
(b)
Jika hidralazin tidak tersedia, berikan
:
-
Labetolol 10 mg I.V. :
1.
Jika respons tidak baik (tekanan
diastolik tetap > 110 mmHg), berikan labetolol 20 mg I.V.
2.
Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg
jika respons tidak baik sesudah 10 menit
-
Berikan nifedipin 5 mg sublingual. Jika
tidak baik setelah 10 menit, beri tambahan 5 mg sublingual
-
Metildopa 3 x 250 – 500 mg/hari
II.
Perdarahan
Antepartum
Pendarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi
setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada
perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.
Klasifikasi
Perdarahan antepartum dapat berasal dari :
1.
Kelainan plasenta meliputi :
-
Plasenta previa
-
Solusio plasenta (abruptio plasenta)
-
Pendarahan antepartum yang belum jelas
sumbernya seperti :
o
Insersio Velamentosa
o
Ruptura Sinus Marginalis
o
Plasenta Sirkumvalata
2.
Bukan dari kelainan plasenta, biasnya
tidak begitu berbahaya, misalnya kelainan serviks dan vagina (erosio, polip,
varises yang pecah) dan trauma.
Tabel 1. Diagnosis Perdarahan
Antepartum
Gejala dan tanda utama
|
Faktor predisposisi
|
Penyulit lain
|
Diagnosis
|
- Perdarahan tanpa nyeri, usia
gestasi >22 minggu
- Darah segar atau kehitaman
dengan bekuan
|
- Perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi Braxton Hicks atau
koitus Grande Multipara
|
- Syok
- Perdarahan setelah koitus
- Tidak ada kontraksi uterus
- Bagian terendah janin tidak
masuk pintu atas panggul
- Kondisi janin normal atau
terjadi gawat janin
|
Plasenta
Previa
|
- Perdarahan dengan nyeri
intermiten atau menetap
|
- Warna darah kehitaman dan
cair, tetapi mungkin ada bekuan jika solusio relatif baru
|
- Jika ostium terbuka, terjadi
perdarahan berwarna merah segar
|
Hipertensi
|
Versi
luar
|
Trauma
abdomen
|
Polihiramnion
|
Gemelli
|
|
Defisiensi
gizi
|
Syok
yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar (tipe tersembunyi)
|
Anemia
berat
|
Melemah
atau hilangnya gerak janin
|
Gawat
janin atau hilangnya denyut jantung janin
|
Uterus
tegang dan nyeri
|
Solusio
Plasenta
|
Perdarahan
intraabdominal dan atau vaginal
|
Nyeri
hebat sebelum perdarahan dan syok, yang kemudian hilang setelah terjadi
reganagan hebat pada perut bawah (kondisi ini tidak khas)
|
Riwayat
seksio sesarea
|
Partus
lama atau kasep
|
Disproporsi
kepala / fetopelvik
|
Kelainan
letak/presentasi
|
Persalinan
traumatik
|
Syok
atau takhikardia
|
Adanya
cairan bebas intraadominal
Hilangnya
gerak dan denyut jantung janin
|
Bentuk
uterus abnormal atau konturnya tidak jelas
|
Nyeri
raba/tekan dinding perut dan bagian-bagian janin mudah dipalpasi
|
Ruptura
uteri
|
Perdarahan
berwarna merah segar
|
Uji
pembekuan darah tidak menunjukkan adanya bekuan darah setelah 7 menit
|
Rendahnya
faktor pembekuan darah, fibrinogen, trombosit, fragmentasi sel darah merah
|
Solusio
plasenta
|
Janin
mati dalam rahim
Eklampsia
Emboli
air ketuban
Perdarahan
gusi
|
Gambaran
memar bawah kulit
|
Perdarahan
dari tempat suntikan dan jarum infus
|
Gangguan
pembekuan darah
|
2.1.
Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta
berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan laahir (ostium uteri internal).
Normalnya, plasenta berimplantasi di bagian uterus, yaitu
pada bagian dalam belakang (60 %) depan (40 %).
Klasifikasi :
Belum ada kesepakatan dari para ahli, terutama mengenai
berapa pembukaan jalan lahir. Dikarenakan pembagian tidak didasrkan pada
keadaan anatomi, melainkan pada keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah, maka
klasifikasi akan berubah setiap waktu. Misalnya : pada pembukaan yang masih
kecil, seluruh pembukaan ditutupi jaringan plasenta (plasenta previa totalis),
namun pada pembukaan yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa
lateralis.
Klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1.
Plasenta letak rendah (Low-lying placenta)
: tepi plasenta berada 3 – 4 cm
2.
Plasenta Previa parsial : sebagian
ostium ditutupi plasenta
3.
Plasenta Previa Totalis : seluruh
ostium ditutupi plasenta
Faktor-faktor
Etiologi
1.
Umur dan paritas
-
Pada primigravida, umur di atas 35
tahun lebih sering daripada umur di bawah 25 tahun
-
Lebih sering pada paritas tinggi dari
paritas rendah
-
Di Indonesia menurut Toha, plasenta
previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil, hal ini disebabkan
banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda di mana endometrium masih belum
matang (inferior)
2.
Hipoplasia endometrium : bila kawin dan
hamil pada umur muda
3.
Endometrium cacat pada bekas persalinan
berulang-ulang, bekas operasi, kuretase dan manual plasenta
4.
Korpus luteum bereaksi lambat, di mana
endometrium belum siap menerima hasil konsepsi
5.
Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip
endometrium
6.
Kadang-kadang pada malnutrisi
Diagnosis
Dapat
ditegakkan dengan adanya beberapa gejala klinis :
1.
Anamnesis
-
Gejala pertama yang membawa si sakit ke
dokter atau rumah sakit adalah perdarahan pada kehamilan setyelah 28 minggu
atau pada kehamilan lanjut (trimester III)
-
Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless),
tanpa nyeri (painless) dan berulang (recurrent)
-
Perdarahan timbul sekonyong-konyong
tanpa sebab apa pun. Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur,
pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung
berulang dengan volume yang lebih banyak dari sebelumnya.
-
Sebab dari perdarahan ialah karena ada
plasenta dan pembuluh darah yang robek karena (a) terbentuknya segmen bawah
rahim, (b) terbukanya ostium atau oleh manipulasi intravaginal atau rektal.
Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya pembuluh
darah yang robek dan plasenta yang lepas. Biasanya wanita mengatakan banyaknya
perdarahan dalam berapa kain sarung, berapa gelas dan adanya darah-darah beku
(stolsel).
2.
Inspeksi
-
Dapat dilihat perdarahan yang keluar
pervaginam: banyak, sedikit, darah beku dan sebagainya.
-
Kalau telah berdarah banyak maka ibu
kelihatan pucat/anemis
3.
Palpasi abdomen
-
Janin sering belum cukup bulan, jadi
fundus uteri masih rendah
-
Sering dijumpai kesalahan letak janin
-
Bagian terbawah janin belum turun,
apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating)
atau mengolak di atas pintu atau panggul
-
Bila cukup pengalaman (ahli), dapat
dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
4.
Pemeriksaan inspekulo
Dengan memakai
spekulum secara hati-hati dilihat darimana asal perdarahan, apakah dari dalam
uterus atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah dan lain-lain.
Penanganan :
-
Perbaiki kekurangan cairan atau darah
dengan memberikan infus cairan I.V. (NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat)
-
Lakukan penilaian jumlah perdarahan :
1.
Jika perdarahan banyak dan berlangsung
terus, persiapkan seksio sesarea tanpa memperhitungkan usia
kehamilan/prematuritas
2.
Jika perdarahan sedikit dan berhenti
dan fetus hidup tetapi prematur pertimbangkan terapi ekspektatif sampai
persalinan atau terjadi perdarahan banyak
Terapi
Ekspektatif
Tujuan supaya
janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara noninvasif.
-
Syarat Terapi Ekspektatif :
1.
Kehamilan preterm dengan perdarahan
sedikit yang kemudian berhenti
2.
Belum ada tanda inpartu
3.
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar
Hemoglobin dalam batas normal)
4.
Janin masih hidup
-
Rawat inap, tirah baring dan berikan
antibiotika profilaksis
-
Pemeriksaan USG untuk menentukan
implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi
janin
-
Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas
ferosus atau Ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan
-
Pastikan tersedianya sarana untuk
melakukan transfusi
-
Jika perdarahan berhenti dan waktu
untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah
pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah
sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan
-
Jika perdarahan berulang pertimbangkan
manfaat dan risiko ibu dan janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
dibandingkan dengan terminasi kehamilan
Konfirmasi
Diagnosis
Ultrasonografi
-
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
menentukan implantasi plasenta dan jarak tepi plasenta terhadap ostium. Jika
diagnosis plasenta previa telah ditegakkan dan janin matur, rencanakan
persalinan
-
Jika pemeriksaan USG tidak memungkinkan
dan kehamilan kurang dari 37 minggu lakukan penanganan plasenta previa sampai
kehamilan 37 minggu.
Pemeriksaan dalam di Meja Operasi
-
Jika USG tidak tersedia dan usia
kehamilan ≥ 37 minggu, diagnosis definitif plasenta previa dilakukan dengan
melakukan PDMO (Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) dengan cara melakukan
perabaan plasenta secara langsung melalui pembukaan serviks. Untuk tindakan ini
diperlukan :
o Infus terpasang
dan tersedia darah
o Dilakukan di
ruang operasi dengan tim operasi yang telah siap
o Periksa
servikas dengan menggunakan spekulum yang telah didisinfeksi tingkat tinggi
-
Jika telah terjadi pembukaan serviks
dan tampak jaringan plasenta, diagnosis pasti plasenta previa, rencanakan
terminasi persalinan
-
Jika belum ada pembukaan serviks dan :
o Jika teraba
jaringan lunak pada serviks, diagnosis sebagai plasenta previa dan rencanakan
terminasi persalinan
o Jika teraba
selaput dan bagian janin di daerah tengah dan tepi, singkirkan diagnosis
plasenta previa dan lanjutkan persalinan dengan induksi
-
Jika masih terdapat keraguan diagnosis,
lakukan pemeriksaan digital dengan hati-hati :
o Teraba jaringan
lunak pada forniks, diagnosis sebagai plasenta previa dan rencanakan terminasi
persalinan
o Teraba kepala
janin yang keras, singkirkan diagnosis plasenta previa dan lanjutkan persalinan
dengan induksi.
Catatan :
Tindakan ini
tidak dianjurkan pada kondisi perdarahan banyak dan ibu dengan anemia berat.
Terapi Aktif
Rencanakan
terminasi kehamilan jika :
-
Janin matur
-
Janin mati atau menderita anomali atau
keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
-
Pada perdarahan aktif dan banyak,
segera dilakukan terapi aktif tanpa memandang maturitas janin
2.2.
Solusio Plasenta
Istilah lain
dari Solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental
haemorrhage, dan prematur separation of the normally implanted placenta.
Solusio
plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari
perlekatannya sebelum lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.
Klasifikasi
Menurut derajat
lepasnya plasenta :
1.
Solusio plasenta parsialis
Bila hanya
sebagian saja plasenta terlepas dari tempat perlekatannya
2.
Solusio plasenta totalis (komplit)
Bila seluruh
plasenta sudah terlepas dari tempat perlekatannya
3.
Kadang-kadang plasenta ini turun ke
bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam, disebut prolapsus plasenta.
Ada yang
membagi menurut tingkat gejala klinik menjadi ringan, sedang dan berat.
Ada yang
membagi menurut penyebabnya :
1.
Non Toksik
Biasanya ringan
dan terjadinya sewaktu partus
2.
Toksik
Lebih parah,
terjadinya biasanya pada kehamilan trimester ketiga, dan disertai
kelainan-kelainan organik.
Etiologi
Sebab yang jelas terjadinya Solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori :
Sebab yang jelas terjadinya Solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori :
Akibat turunnya
tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan
interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum
ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam
intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah
pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari
rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma
retroplasenter.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi antara lain :
1.
Faktor vaskuler (80 – 90 %) yaitu
toksemia gravidarum, glomerulonefritis kronika, dan hipertensi esensial.
Karena desakan
darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi haematoma
retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.
2.
Faktor trauma:
-
Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus
pada hidramnion dan gemeli
-
Tarikan pada tali pusat yang pendek
akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau pertolongan persalinan
3.
Faktor paritas
Lebih banyak
dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio
plasenta 45 multi dan 18 primi.
4.
Pengaruh lain seperti anemia,
malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior dll
5.
Trauma langsung seperti jatuh, kena
tendang, dll
Frekuensi
Makin lanjut umur, makin besar kemungkinan terjadinya Solusio plasenta, karena pada umur lanjut kemungkinan mendapat arteriosklerosis lebih besar.
Makin lanjut umur, makin besar kemungkinan terjadinya Solusio plasenta, karena pada umur lanjut kemungkinan mendapat arteriosklerosis lebih besar.
Diagnosis dan
Gejala Klinis
Solusio
plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunukkan gejala klinis yang jelas,
perdarahan antepartum hanya sedikit dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan
setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah dan
krater.
Pada keadaan
yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan :
1.
Anamnesis
-
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut;
kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit, di mana
plasenta terlepas
-
Perdarahan pervaginam yang sifatnya
bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-reccurent) terdiri dari darah
segar dan bekuan-bekuan darah
-
Pergerakan anak mulai hebat kemudian
terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi)
-
Kepala terasa pusing, lemas, muntah,
pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan anemis, tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar
-
Kadang-kadang ibu dapat menceritakan
trauma dan faktor kausal yang lain
2.
Inspeksi
-
Pasien gelisah, sering mengerang karena
kesakitan
-
Pucat, sianosis, keringat dingin
-
Kelihatan darah keluar pervaginam
3.
Palpasi
-
Fundus uteri tambah naik karena
terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan
-
Uterus teraba tegang dan keras seperti
papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar
his
-
Nyeri tekan terutama di tempat plasenta
tadi terlepas
-
Bagian-bagian janin susah dikenali,
karena perut (uterus tegang)
4.
Auskultasi
Sulit, karena
uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilag bila plasenta yang terlepas
lebih dari sepertiga.
5.
Pemeriksaan dalam
-
Serviks bisa telah terbuka atau masih
tertutup
-
Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat
teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his
-
Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta
sudah terlepas seluruhnya. Plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada
pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta
previa
6.
Pemeriksaan umum
-
Tensi semula mungkin tinggi karena
pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien
jatuh syok
-
Nadi cepat, kecil dan filiformis
7.
Pemeriksaan laboratorium
-
Urin
Albumin (+);
pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit
-
Darah
Hb menurun
(anemi), periksa golongan darah , kalau bisa cross match test. Karena pada
Solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia,
maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, tes kualitatif
fibrinogen (fiberindex) dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg
%)
8.
Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan
plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di
belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.
Skema :
No
|
Klinis
|
Solusio Plasenta
|
Plasenta Previa
|
Ruptura Uteri
|
1
|
Terjadinya
|
Sewaktu hamil
dan in-partu
|
Sewaktu hamil
|
In partu
|
2
|
Cara mulainya
|
Tiba-tiba
|
Perlahan-lahan
|
Dimulai RUM
|
3
|
Perdarahan
|
Non-reccurent
|
Reccurent
|
Bergantung
pada pembuluh darah yang pecah
|
4
|
Warna darah
|
Darah tua +
darah beku
|
Darah baru
|
Darah baru
|
5
|
Anemia
|
Tak sebanding
dengan darah yang keluar
|
Sesuai dengan
darah yang keluar
|
Perdarahan
keluar dan di dalam
|
6
|
Toksemia
gravidarum
|
Bisa ada
|
(-)
|
(-)
|
7
|
Nyeri perut
|
Ada
|
Tidak ada
|
+ di SBR
|
8
|
Palpasi
|
Uteri in-bois
bagian-bagian anak sulit diraba
|
Biasa dan
floating
|
Defans
muskuler, meteoritis
|
9
|
His
|
Kuat
|
Biasa
|
Hilang
|
10
|
DJJ
|
(-)
|
(+)
|
(-)
|
11
|
Periksa dalam
|
Ketuban
tegang, menonjol
|
Jar. Plasenta
|
Robekan
|
12
|
Plasenta
|
Tipis kreater
cekung
|
Ketuban robek
pada pinggir biasa
|
Perdarahan
pada Solusio Plasenta
|
Perdarahan pada
solusio plasenta bisa mengakibatkan darah hanya ada di belakang plasenta
(hematoma retroplasenter); darah tinggal saja di dalam rahim (internal
haemorrhage = concealed haemorrhage); masuk merembes ke dalam
amnion; atau keluar melaului vagina (antara selaput ketuban degan dinding
uterus) yang disebut external haemorrhage (revealed haemorrhage).
Jika solusio
plasenta lebih berat dapat terjadi couvelair uterus (apopleksi uteroplasenter).
Dalam hal ini darah merembes memasuki otot-otot rahim sampai ke bawah serosa,
bahkan kadang-kadang sampai ke ligamen latum dan melaului tuba masuk ke rongga
panggul. Uterus kelihatan lebih besar, dinding uterus penuh dengan
bintik-bintik merah hematom dari kecil sampai besar.
Ada 2 bentuk
Couvelair Uterus yaitu :
1.
Couvelair uterus dengan kontraksi
uterus baik
2.
Couvelair uterus dengan kontraksi
uterus jelek, sehingga terjadi perdarahan postpartum.
Couvelair uterus terjadi karena berbagai teori, antara lain vasospasme, perubahan-perubahan toksik, adanya hematoma retroplasenter yang hebat, uterus yang terlalu regang atau a/hipofibrinogenemia.
Couvelair uterus terjadi karena berbagai teori, antara lain vasospasme, perubahan-perubahan toksik, adanya hematoma retroplasenter yang hebat, uterus yang terlalu regang atau a/hipofibrinogenemia.
Hal-hal
tersebut menyebabkan pembuluh darah dinding uterus pecah.
Diagnosis
Banding
-
Solusio plasenta
-
Plasenta previa
-
Ruptura uteri
Komplikasi
-
Langsung (immediate)
1.
Perdarahan
2.
Infeksi
3.
Emboli dan syok obstetrik
-
Komplikasi tidak langsung (delayed)
1.
Couvelair uterus, sehingga kontraksi
tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum
2.
A/hipo-fibrinogenemia dengan perdarahan
postpartum
3.
Nekrosis korteks renalis, menyebabkan
anuria dan uremia
4.
Kerusakan-kerusakan organ seperti hati,
hipofisis dan lain-lain
Prognosis
1.
Terhadap ibu
Mortalitas
menurut kepustakaan 5 – 10 %, sedangkan R.S Pirngadi Medan dilaporkan 6,7 %. Hal
ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia
gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi
2.
Terhadap anak
Mortalitas anak
tinggi, menurut kepustakaan 70 – 80 %, Sedangkan di R.S. Pirngadi Medan
dilaporkan mortalitas anak 77,7 %. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan
dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak
100 %. Selain itu juga tergantung dari prematuritas dan tindakan persalinan.
3.
Terhadap kehamilan berikutnya
Biasanya bila
telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada hamil
berikutnya sering terjadi solusio plasenta yang lebih hebat dengan partus
prematurus/immaturus.
Terapi
-
Lakukan uji pembekuan darah. Kegagalan
terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau terbentuknya bekuan darah lunak
yang mudah terpecah menunjukkan adanya koagulopati.
-
Transfusi darah segar
-
Jika terjadi perdarahan hebat (nyata
atau tersembunyi), lakukan persalinan segera, jika :
a.
Pembukaan serviks lengkap, persalinan
dengan ekstraksi vakum
b.
Pembukaan serviks belum lengkap, persalinan
dengan seksio sesarea
Catatan :
Pada setiap
kasus Solusio plasenta, waspadalah terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan
pasca persalinan
-
Jika perdarahan ringan atau sedang (di
mana ibu tidak berada dalam bahaya) tindakan bergantung pada Denyut Jantung
Janin (DJJ) : DJJ normal atau tidak terdengar, pecahkan ketuban dengan koher
-
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan
pemberian oksitosin
-
Jika serviks kenyal, tebal dan tertutup
lakukan Seksio sesarea
-
Lakukan persalinan pervaginam segera : DJJ
abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit)
-
Jika persalinan pervaginam tidak
memungkinkan, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Koagulopati
(Kegagalan Pembekuan Darah)
Koagulopati
dapat menjadi penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Kondisi ini dapat
dipicu oleh Solusio plasenta, kematian janin dalam uterus, eklampsia, emboli
air ketuban dan banyak penyebab lain. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari
perdarahan hebat, dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis
yang stabil hanya terdeteksi oleh tes laboratorium.
Catatan :
Pada banyak
kasus kehilangan darah yang akut, perkembangan menuju koagulopati dapat dicegah
jika volume darah dipulihkan segera dengan cairan infus (NaCl atau Ringer
Laktat).
Tangani
kemungkinan penyebab kegagalan pembekuan ini :
-
Solusio plasenta
-
Eklampsia
Gunakan produk
darah untuk mengontrol perdarahan :
-
Berikan darah lengkap segar, jika
tersedia, untuk menggantikan faktor pembekuan dan sel darah merah,
-
Jika darah lengkap segar tidak
tersedia, pilih salah satu di bawah ini berdasarkan ketersediaannya :
1.
Plasma beku segar untuk menggantikan
faktor pembekuan (15 ml/kg berat badan)
2.
Sel darah merah packed (atau yang
tersedimentasi) untuk penggantian sel darah merah
3.
Kriopresipitat untuk menggantikan
fibrinogen
4.
Konsentrasi trombosit (jika perdarahan
berlanjut dan trombosit di bawah 20.000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar