Selasa, Mei 29

Inersia uteri


Inersia uteri

2.2.1.   Kelainan tenaga
Kelainan tenaga (kelainan his) yaitu his yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya yang menyebabkan rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
Mekanisme his yang normal dikemukakan bahwa his yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uetri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adany7a dominasi kekuatan pada fundus uetri dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merta dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion kembali ke asalnya ± 10 mmHg.

2.2.2.   Pengertian Inersia Uteri
Di sini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama, dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin naik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal ini dinamakan inersia uteri sekunder. Karena hal ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung demiklian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri sekunder seperti digambarkan diatas jarang sekali ditemukan, kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan. Dalam menghadapi inerisa uteri harus diadakan penilaian yang seksama untuk menentukan sikap yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan yang tergesa-gesa untuk mempercepat lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk membuat diagnosis inersia uteri, atau untuk memulai terapi aktif.

2.2.3.   Etiologi
Pada sebagian kasus, kurang lebihnya separuhnya, penyebab inersia uteri ini tidak diketahui. Dalam hal ini baisa saja faktor herediter mungkin memegang peranan pula dalam inersia uteri. Sampai seberapa jauh faktor emosi, ketakutan dan lain-lain mempengaruhi inersia uteri, belum ada persesuaian paham antara para ahli. Satu sebab penting dalam inersia uteri ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin atau pada disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda maupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri murni.

2.2.4.   Penanganan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam atau sesering mungkin apabila ada gejala pre-eklampsia. Denyut jantung janin dicatat tiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering pada kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Sebaiknya diberikan infus larutan Glukosa/Dextrose 5 % dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Pemeriksaan dalam perlu diadakan, akan tetapi harus selalu disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false labour. Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah mulai.
Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat, atau apakah persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus. Dan jika ketuban belum pecah, ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama, namun hal tersebut dapat dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian mempercepat jalannya persalinan. Kalau diobati dengan oksitosin 5 satuan dimasukkan ke dalam larutan Glukosa/Dextrose 5 % dan diberikan secara infus intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit, yang perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kirs-kira 50 tetes, tergantung hasilnya. Bila infus oksitosin diberikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Kekuatan his, keadaan dan denyut jantung janin harus diperhatikan dengan teliti. Infus boleh dihentikan kalau kontraksi uterus berlangsung lebih dari 50 detik, atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat.
Maksud pemberian oksitosin ialah memperbaiki his, sehingga servik dapat membuka. Satu ciri khas oksitosin ialah pemberiannya tampak dalam waktu singkat. Sebaiknya oksitosin dinerikan beberapa jam. Kalau masih tidak ada kemajuan, pemberiannya dihentikan, supaya penderita dapat beristirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam. Kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar